Rabu, 30 Januari 2013

Makalah Studi Qur'an

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 04.15 | Label : | 0 Comments

AYAT-AYAT DAN SURAT-SURAT AL-QUR’AN
A.    Pendahuluan
Masa awal kaum muslim, teks al-Qur’an bukan berupa mushaf seperti yang dapat dilihat sekarang ini adalah ayat-ayat yang terpisah dan berserakan. Ayat-ayat yang turun selama masa kerasulan Muhammad saw, yang antara satu atau beberapa ayat dengan ayat yang lain diselingi beberapa waktu, tidaklah segera dikodifikasikan pada masa itu. Namun, atas perintah Nabi, di samping menyuruh hafalkan kepada para sahabat, ayat-ayat tersebut ditulis di atas pelepah-pelepah kurma, tulang batu-batu dan tulang-tulang unta[1].
Tiba pada masa khalifah Abu Bakar, dilatarbelakangi oleh kekhawatiran Umar bin Khatab atas banyaknya huffazh yang syahid, ayat-ayat yang berserakan tersebut lalu dikumpulkan dan di tulis kembali hingga menjadi sebuah mushaf al-Qur’an.
Mushaf al-Qur’an ini terdiri sejumlah surat dengan nama-nama tersendiri dan juga sejumlah ayat dengan nomor urut tersendiri. Pembagian al-Qur’an ke dalam surat dan ayat tentu memiliki makna yang jelas. Setidaknya di samping menjadi lebih sistematis, akan memudahkan orang untuk membaca, mempelajari dan menghafalnya al-Qur’an. Sunnah mengharuskan orang yang shalat atau khutbah untuk membaca ayat al-Qur’an yang tidak boleh kurang dari satu ayat tidaklah menjadi sulit, tetapi malah sebaliknya akan dapat terpenuhi dengan mudah. Demikian juga dengan keharusan bagi orang yang belum mampu membaca al-Fatihah dalam shalatnya, maka ia dengan mudah dapat membaca tujuh ayat lainnya.
Tulisan ini mencoba menyajikan sekitar surat dan ayat-ayat al-Qur’an, dengan keterbatasannya.
B.     Pengertian Ayat
Menurut Az-Zarqani, Kata” $ä}vã “ merupakan bentuk jamak dari kata “Ö}vã “, sedang kata “Ö}vã” itu sendiri memiliki banyak arti[2] .
Pertama, ayat berarti juga mukjizat. Ayat dalam pengertian ini dapat dilihat dalam surat Al-Baqarah ayat 211 yaitu :
سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُم مِّنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ
[2:211] Tanyakanlah kepada Bani Israil: "Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran) yang nyata,.

Kedua, ayat berarti tanda. Hal ini dapat dibaca di dalam surat Al Baqarah ayat 248 yang berbunyi :
               إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
 Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.

Ketiga, ayat berarti ‘ibrah atau pelajaran. Ayat yang berati ini banyak sekali disebutkan dalam Al-Quran misalnya dalam surat An- Nahl ayat 67, yaitu :
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
[16:67] ...Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.
Keempat, ayat berarti Al-amru Al-‘ajib, yaitu sesuatu yang menakjubkan. Berikut ayat Al-Mu’minun ayat 50 :
وَجَعَلْنَا ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ آيَةً
[23:50] Dan telah Kami jadikan (Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu hal yang mengagumkan

Kelima, berarti “golongan” sebagaimana perkataan mereka :
                      kt&}äæ hq^eã ,=5
Suatu kaum keluar bersama kelompoknya

Keenam, ayat berarti burhan, dalil atau bukti. Misalnya ayat yang berbunyi:
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّلْعَالِمِينَ
[30:22] Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
As-Suyuthi menyandarkan pendapat Imam al-Ja’bari bahwa arti ayat adalah Quran yang terangkai dari jumlah (ungkapan), walaupun secara taqdiriyyan (perkiraan), dan memiliki permulaan atau penggalan yang masuk di dalam surat. Imam Zarkasyi mengartikan ayat ismi ‘alam (suatu istilah) yang bersifat tauqifi, yang tidak ada qiyas di dalamnya[3].
Oleh karena itu, secara terminologis para ulama memberi batasan ayat dengan sekelompok kata yang mempunyai permulaan dan akhir yang berada dalam suatu surat al-Qur’an[4].  Batasan ini didukung oleh al-Qur’an sendiri yang mengungkapkan ayat dengan pengertian tersebut sehingga makna etimologis tetap relevans dengan pengertian terminologis. Salah satunya adalah dalam surat Yusuf ayat 1:
الر تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْمُبِينِ
[12:1] Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Qur'an) yang nyata (dari Allah).
Seperti halnya surat, panjang pendek ayat juga sangat beragam. Dalam beberapa surat, pada umumnya surat-surat panjang, ayat-ayat pun yang panjang. Sedangkan dalam surat-surat pendek yang terletak di bagian akhir al-Qur’an, surat-suratnya pun pendek, padat dan mengena. Namun kenyataan seperti itu bukanlah aturan yang mutlak. Sebab, surat 98 atau surat al-Bayyinah berisi 6 ayat panjang untuk ukuran surat-surat yang bersamanya.
Demikian pula pada surat 26 atau surat Al-Syu’ara yang tergolong surat yang panjang berisi lebih dari 100 ayat yang pendek-pendek. Pada ayat-ayat yang panjang yang terdapat dalam surat yang panjang, bentuk ungkapannya sangat beragam, tak dapat ditentukan matra yang baku, baik pada suku-suku kata atau pada tekanan. Pada umumnya akhiran-akhiran dari ayat tersebut adalah bunyi yang dibentuk dengan akhiran kata benda dan kata kerja berbentuk jamak, -un dan –in, diselang-seling dengan kata bentukan yang secara teknis disebut fa’il, salah satu bentuk yang paling umum di dalam bahsa Arab. Sebagai contoh تعقلون، يتفكرون dan ظالمون، كافرون. Dan inilah bentuk yang umum dan paling banyak digunakan. Tetapi juga terkadang dengan akhiran vokal panjang a. Sedangkan pada ayat-ayat yang pendek-pendek memiliki irama dan ritma yang juga sangat bervariasi. Terkadang semua atau sebagian besar ayat-ayatnya berakhiran ud, ha dan lain-lain.
C.    Jumlah Ayat-ayat Al-Qur’an
Secara umum dapat dinyatakan bahwa para ulama menghitungnya tidak kurang dari 6200 ayat[5].  Imam Nawawi dalam at-Tibyan yang dikutip Az-Zarqani menjelaskan perbedaan pendapat mereka secara rinci[6]. Orang-orang Madinah menyuguhkan dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa seluruh ayat al-Qur’an berjumlah 6217 ayat. Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bahwa seluruhnya berjumlah 6214 ayat. Orang-orang Mekah menghitung ayat al-Qur’an secara keseluruhan sebanyak 6220 ayat. Sedang orang-orang Kufah menyatakan 6236 ayat dan orang-orang Basrah menyatakan jumlah ayat al-Qur’an seluruhnya adalah 6205 ayat. Sedang ulama Syam menyatakan jumlah ayat al-Qur’an seluruhnya 6226 ayat.
Bila kita cermati dalam Al-Quran dan Terjemahnya, Depag RI jumlah ayat 6236. Sementara pendapat yang beredar di masyarakat  awam bahwa ayat al-Qur’an seluruhnya berjumlah 6666 ayat tampaknya kurang dapat diterima. Angka ini barangkali lebih bernuansa mitos atau keramat dibanding dengan realita konkrit.
D.    Sebab Terjadinya Perbedaan Pendapat Tentang Jumlah Ayat
Berdasarkan keterangan terdahulu, tentang jumlah ayat, yang berbeda, kerena Nabi saw dahulu pernah berhenti pada ujung ayat karena tauqif. Apabila diketahui tempatnya maka Nabi melanjutkan untuk menyempurnakan, sehingga orang yang mendengar pada saat itu mengira bahwa bukanlah fashilah(pembatas). Maka  sebagian  sahabat mengira bahwa yang dibaca waqaf oleh Nabi itu bukan fashilah, karena beliau membaca washal pula dengan anggapan mereka, semuanya merupakan satu ayat, kemudian yang lain menganggapnya sebagai ayat tersendiri. Sejatinya hal ini tidak mengakibatkan menambah dan mengurang dalam al-Qur’an. 
Imam Zarkasyi mengartikan ayat ismi ‘alam (suatu istilah) yang bersifat tauqifi, yang tidak ada qiyas di dalamnya. Oleh karena itu, mereka mengganggap Alif Laam Miim sebagai ayat, dimana dia berada, dan Alif Laam Shaad. Mereka tidak mengganggap Alif Laam Miim Raa sebagai ayat. Mereka menganggap Haa Miim sebagai ayat di dalam suratnya, demikian juga Thaha dan Yasin. Tetapi mereka tidak mengganggap Thaa Siin sebagai ayat.
Imam Suyuthi mengatakan di antara dalil yang menunjukkan bahwa hal itu taufiqi adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya melalui jalan periwayatan “Ashim bin Abi an-Najud, dari Zir, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Rasulullah saw telah membacakan surat kepadaku dari ats-Tsalaasiin, dari aali (Haa mim). Ibnu Mas’ud berkata, yaitu surat al-ahqaf. Dan dahulu surat yang ayatnya lebih dari 30 dnamakan ats-Tsalaasiin ....(al-Hadits)
Abu Abdillah al-Mushilli di dalam syarh qasidah-nya, Dzatur Rasyad fil ‘Adad, mengatakan, ulama Madinah, Mekkah, Syam, Bashrah, dan Kufah telah berbeda pendapat tentang jumlah ayat al-Quran. Untuk ahlul Madinah ada dua ‘adad(hitungan): hitungan pertama, yaitu hitungan Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa dan Syaibah bin Nashah. Hitungan kedua,  hitungan Ismail Ja’far bin Abi Katsir al-Anshari.
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, bahwa perbedaan penetapan basmalah sebagai ayat dari surat-surat al-Qur’an atau tidak menyebabkan ulama berbeda pendapat dalam menentukan jumlah ayat al-Qur’an.
Di samping itu, serta penentuan fashilah dan ra’s al-ayat juga menjadi sebab perbedaan pendapat ulama dalam menghitung jumlah ayat. Fashilah adalah istilah yang diberikan kepada kalimat yang mengakhiri ayat dan merupakan akhir ayat. Sedangkan ra’s al-ayat adalah akhir ayat yang padanya diletakkan tanda fashal (pemisah) antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Fashilah ini terkadang berupa ra’s al-ayat dan terkadang tidak. Dengan demikian, setiap ra’s al-ayat adalah fashilah dan tidak setiap fashilah adalah ra’s al-ayat[7]. Fashilah dan ra’s al-ayat ini mungkin mirip dengan sajak, seperti yang dikenal dalam ilmu Badi’ (stalistik). Tetapi ulama tidak menggunakan istilah sajak karena al-Qur’an bukan karya sastrawan atau ungkapan para nabi, tetapi adalah wahyu Allah yang tentu lebih tinggi kedudukannya dibanding sajak. Di samping itu, fashilah yang dimaksud dalam al-Qur’an adalah meruntutkan makna dan bukan fashilah itu sendiri yang dimaksud. Sementara sajak, maka sajak itu sendiri yang dimaksudkan (dalam suatu perkataan) dan baru kemudian arti perkataan itu dialihkan kepadanya, sebab hakikat sajak ialah menguntai kalimat dalam satu irama.
E.     Susunan Ayat-ayat Al-Qur’an
Adapun tertib ayat al-Qur’an oleh ulama seperti yang dikatakan As-Sayuthi, disepakati urutannya berdasarkan tauqifi dari Rasul. Karena setiap kali turun ayat nabi selalu memberikan petunjuk supaya meletakkan ayat tersebut pada tempat tertentu atau pada surat yang di dalamnya disebutkan seperti ini.           
Usman bin Abi al-Ash mengatakan:  Saya duduk di samping Rasul, tiba-tiba pandangannya menjadi tajam lalu kembali seperti semula kemudian memerintahkan  aku meletakan ayat ini di tempat ini surat ini. Ibnu Zubair berkata, aku mengatakan kepada Usman bahwa ayat 23 surat al-Baqarah telah dimansukhkan oleh ayat lain, tetapi mengapa anda menuliskannya atau membiarkannya dituliskan. Beliau menjawab: “Kemenakanku, aku tidak mengubah sesuatu pun dari tempatnya”.
Di samping itu diriwayatkan pula bahwa Jibril senantiasa mengulangi dan memeriksa al-Qur’an yang telah disampaikannya kepada Muhammad setiap tahun pada bulan Ramadhan, bahkan sampai dua kali pada tahun-tahun terakhir hidup Muhammad saw. Pengulangan Jibril terkahir ini adalah seperti susunan surat-surat al-Qur’an yang dikenal sekarang.
Seperti dijelaskan di atas, ada ayat yang panjang dan ada yang pendek, bahkan hanya satu huruf sekalipun. Semua itu, ada faidahnya, Menurut Acep Hermawan mengutip[8] pendapat Al-Zarqany melihat ada tiga faidah mengatahui ayat ini, yaitu :
1.      Mengetahui bahwa setiap tiga ayat pendek-pendek pun mengandung mukjizat. Allah yang berfirman, satu di antaranya adalah :
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءكُم مِّن دُونِ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
[2:23] Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.

Satu surat sudah menjadi mukjizat yang tak bakal dapat ditandingi produk makhluk mana pun. Pada hal satu surat yang paling pendek hanya terdiri atas tiga ayat. Tiga ayat sudah cukup melumpuhkan kesanggupan makhluk mana pun.
2.      Sebagian ulama mengatakan bahwa berhenti membaca pada setiap akhir ayat adalah sunnah. Ketetapan ini memegang dalil riwayat Abu Daud dari Ummu Salamah yang mengatakan: bahwanya Rasulullah bila membaca al-Quran memutus bacaan ayat demi ayat. Beliau membaca: Bismillahi al-Rahmani al-Rahimi, lalu berhenti. Selanjutnya: Al-hamdu lillahi rabbi al-‘alamin, lalu berhenti. Kemudian al-Rahmani al-Rahimi, lalu berhanti.
3.      Di dalam khutbah ada keharusan membaca ayat secara utuh. Artinya membaca satu ayat secara keseluruhan. Tanpa pengetahuan batas-batas ayat, sulit untuk menjalankan ketentuan ini.
F.     Pengertian Surat
Dari segi lughawi, surat berarti mazilah atau kedudukan. Artinya lainnya adalah syaraf, atau kemulian[9].
Menurut definisi terminologis yang dikenal dalam hubungannya dengan Al-Quran, surat adalah kelompok tersediri dari ayat-ayat Al-Quran yang mempunyai awal dan akhir[10].
Kita tidak melihat batasan surat dalam perspektif yang berbeda. Pada umumnya memberikan batasan yang sama tentu dengan sedikit penjelasan tambahan yang berbeda. Al-Zarkasyi misalnya menjelaskan pengertian surat dengan “sekelompok ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai permulaan dan penutup”.  Al-Zarqani memberikan sedikit tambahan bahwa sekelompok ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai permulaan dan akhir itu adalah berdiri sendiri[11] Tetapi, meskipun sekelompok ayat dimaksud berdiri sendiri, namun satu sama lain dipercaya berhubungan erat saling melengkapi, sehingga ada yang mengatakan bahwa surat al-Fatihah adalah pengantar surat al-Baqarah, dan surat al-Baqarah adalah pengantar surat al-Nisa’ dan seterusnya.
Batasan surat yang dikemukakan oleh pakar-pakar ilmu al-Qur’an sebagai sekelompok ayat-ayat tampaknya cukup beralasan. Karena al-Qur’an sendiri tampaknya menghendaki pengertian demikian.
Al-Qur’an menggunakan kata surat dalam ungkapannya sebanyak 7 kali dalam bentuk mufrad yang tersebar 3 surat, yaitu surat al-Tawbah: 64, 86, dan 124, surat al-Nur: 1 dan surat Muhammad: 20 dengan dua kali penyebutan. Sedang bentuk jamaknya hanya satu kali digunakan al-Qur’an dalam surat Hud: 13. Penggunaan kata surat adalah dalam pengertian yang sama yakni merujuk pada sekumpulan ayat-ayat al-Qur’an.
Surat-surat al-Qur’an antara satu sama lainnya, baik dalam mushaf yang ditulis tangan maupun cetak, dipisahkan dengan sebuah muqaddimah yang diletakkan di awal surat. Dalam muqaddimah ini, biasanya pertama-tama disebutkan nama surat, kemudian pernyataan tentang penanggalannya, yakni diskripsi sederhana tentang surat tersebut apakah sebagai surat Makiyah atau Madaniyah, dan diakhiri dengan catatan tentang jumlah ayat. Setelah muqaddimah disusul dengan basmalah (بسم الله الرحمن الرحيم) pada setiap surat. Pengecualian penggunanaan frase tersebut hanya pada surat 9. Penulisan basmalah pada setiap surat tentu tak dapat dipandang sebagai hasil penyuntingan yang belakangan, tetapi merupakan bentuk asli yang datang dari Muhammad saw.
Hal ini cukup beralasan karena pada surat 27 atau surat al-Naml ayat 30 dimana Sulaiman mengirim sepucuk surat kepada Ratu Balqis, ungkapan basmalah mengawali suratnya seakan-akan kepala yang memadai untuk sebuah dokumen yang berasal dari seorang nabi.
Panjang pendek surat-surat al-Qur’an sangat beragam, tetapi dalam susunannya setelah surat al-Fatihah (pembukaan) surat-surat al-Qur’an dimulai dengan surat yang sangat panjang dengan ayat-ayat yang panjang, kemudian semakin lama semakin pendek dengan ayat-ayat yang pendek pula. Surat al-Baqarah yang terletak sesudah surat al-Fatihah merupakan surat yang terpanjang dengan jumlah ayat sebanyak 286 ayat atau lebih dari dua juz, sedangkan surat terpendek surat al-Kautsar dengan 3 ayat yang pendek-pendek. Walaupun surat al-Kautsar ini adalah surat yang terpendek dengan ayat-ayatnya yang pendek namun tidaklah terletak pada penghujung atau penutup surat-surat al-Qur’an, tetapi menempati nomor urut 108 dari 114 surat semuanya.
G.    Jumlah Surat-surat Al-Qur’an
Tampaknya tidak banyak pendapat yang bermunculan tentang jumlah surat al-Qur’an di banding dengan pendapat tentang jumlah ayat al-Qur’an. Hal ini mungkin disebabkan karena pada setiap surat dipisahkan dengan basmalah yang menjadi bagian awal setiap surat. Sedangkan dalam menentukan jumlah ayat terdapat peluang berbeda pendapat yang bertolak dari penentuan basmalah sebagai ayat dari setiap surat dan fashilah serta ra’s al-ayat seperti yang akan dikemukakan berikutnya.
Pendapat yang paling umum diterima, jumlah surat al-Qur’an seperti dalam mushaf Usman adalah 114 surat. Tetapi pendapat yang diterima dari Mujahid surat al-Qur’an adalah 113 surat dengan menggabungkan surat al-Anfal dengan surat al-Taubah menjadi satu surat. Hasan, ketika ditanya apakah surat al-Bara’ah dan surat al-Anfal itu satu surat atau dua surat, menjawab “satu surat”. Ibnu Mas’ud dalam mushafnya terdapat 112 surat. Ini karena ia tidak memasukan dua surat terakhir (mu’awidzatani)[12]yang oleh Sementara sebagian di antara ulama Syi’ah menetapkan bahwa jumlah surat al-Qur’an 116. Hal ini karena mereka memasukan surat qunut yang dinamai surat al-khaf dan al-hafd yang oleh ditulis oleh Ubay di kulit al-Qur’an.
H.    Penamaan Surat-surat Al-Qur’an
Penamaan satu surat dengan surat yang lain, bisa jadi ada satu surat yang memiliki satu, atau beberapa nama, sebagaimana dijelaskan oleh As-Suyuti berikut ini :
1.      Surat Al-Fatihah, memiliki 25 nama :
a. Fatihatul Kitab
n.      Surat al-Hanmdu al-Ula
b. Fatihatul Qur’an
o.      Surat al-Hanmdu al-Qashraa
c. Ummul Kitab
p.      Ar-Ruqyah
d. Ummul Qur’an
q.      Asy-Syifa
e. Al-Quran al-‘Adzim
r.       Asy-Syafiyah
f. As-Sab’u al- Matsani
s.       Surat ash-Shalat
g. Al-Wafiah
t.       Surat ash-Shalat (karena termasuk dalam rukun shalat yang wajib
dipenuhi, pendapat berdasar hadits Qudsi)
h. Al-Kanzu
u.      Surat ad-Du’a
i.  Al-Kaafiyah
v.      Surat as-Su’aal
j.  Al-Asaas
w.    Surat Ta’lim al-Masalah
k. An-Nur
x.      Surat al-Munaajaat
l.  Surat al-Hanmdu
y.      Surat at-Tafwidh
m  Surat as-Syukru

2.      Surat al-Baqarah (nama lain : Fusthat al-Qur’an, Sanamul Qur’an)
3.      Surat Ali’Imran (nama lain : Thayyibah, az-Zahraawain)
4.      Surat al-Maidah (nama lain: al-‘Uqud, al-Munqizah)
5.      Surat al-Anfal (nama lain: surat Badar)
6.      Surat Baraa’ah (nama lain : at-Taubah, al-Fadhihah, al-Muqasyqisyah, al-Munaqirah, al-Bahuts, al-Haafirah, al-Mustiirah dan al-Muba’tsirah)
7.      Surat an-Nahl (nama lain : an-Ni’am)
8.      Surat al-Isra’ (nama lain : Subhaana, Bani Israil)
9.      Surat al-Kahfi (nama lain : Ashhabul Kahfi)
10.  Surat Thaha (nama lain : al-Kalim)
11.  Surat as-Syu’ara (nama lain : al-Jaami’ah)
12.  Surat an-Naml (nama lain: Sulaiman)
13.  Surat as-Sajadah (nama lain: al-Madhaaji’)
14.  Surat Faathir(nama lain: al-Malaikah)
15.  Surat Yasin (nama lain: Qalqul Qur’an, al-Mi’mah, ad-Dafi’ah, al-Qadhiyah)
16.  Surat az-Zumar (nama lain: al-Ghuraf)
17.  Surat Ghaafir (nama lain: at-Thul, al-Mukmin)
18.  Surat Fushshilat (nama lain: as-Sajadah, al-Muhaasabih)
19.  Surat al-Jatsiyah (nama lain: as-Syarii’ah, ad-Dahr)
20.  Surat Muhammad (nama lain: al-Qital)
21.  Surat Qaf (nama lain: al-Baasiqaat)
22.  Surat Iqtarabat (nama lain:al-Qamar)
23.  Surat ar-Rahman(nama lain: arusul Qur’an)
24.  Surat al-mujadalah (nama lain: adz-Dzihar)
25.  Surat Hasyr
26.  Surat al-Mumtahanah bisa dibaca al-Mumtahinah (nama lain: al-Imtihan, al-Mawaddah)
27.  Surat as-Shaf (nama lain: al-Hawariyyin)
28.  Surat at Thalaq (nama lain: an-Nisa al-Qushra)
29.  Surat at-Tahrim (nama lain: al-Mutaharrim, Lima Tahariim)
30.  Surat Tabaarak (nama lain:  al-Mulk, al-Maani’ah, al-Munjiyah, al-Waaqiyah,  al-Manaa’ah)
31.  Surat  Sa’ala (nama lain: al-Ma’aarij, al-Waaqi’)
32.  Surat ‘Amma (nama lain: an-Naba’, at-Tasaa’ul, al-Mu’shiraat)
33.  Surat Lam yakun (nama lain: Ahlul Kitab, al-Bayyinah, al-Qiyamah, al-Barriyah, al-infikak)
34.  Surat Ara’aita (nama lain: ad-Diin, al-Mau’un)
35.  Surat al-Kafirun (nama lain: al-Muqasyqisyah, al-Ibadah)
36.  Surat an-Nashr (nama lain: at-Taudi)
37.  Surat Tabbat (nama lain: al-Massad
38.  Surat al-Ikhlas (nama lain: al-Asas)
39.  Surat al-Falaq & al-Nas (nama lain: al-Mu’awwidzataan, al-Musyaqsyiqataani)[13]

Sebagaimana disebutkan di atas, sebuah surat boleh jadi mempunyai satu atau beberapa nama. Surat al-Taubah misalnya, disebut juga dengan surat al-Bara’ah, dan al-Buhus. Surat al-Insan dinamai pula dengan surat al-Dahr, dan lain-lain. Tetapi, nama-nama surat tersebut tidaklah menunjukan judul atau tema pokok dari surat-surat tersebut, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa setiap surat mempunyai tema, tetapi hanya dijadikan sebagai alat metode identifikasi. Nama-nama surat ini diambil dari kata yang mencolok atau tidak lazim di dalamnya. Biasanya kata ini muncul hampir di awal surat, tetapi tidak demikian selamanya. Surat 16 misalnya, diberi nama dengan surat al-Nahl (lebah) tetapi tidak disebutkan di dalamnya hingga pada ayat 68 lebih separuh dari surat tersebut; bahkan ayat ini (16: 68) merupakan satu-satunya bagian dari al-Qur’an yang berbicara tentang al-Nahl. Senada dengan ini, surat 26 diberi nama dengan al-Syu’ara, kata yang disebutkan al-Qur’an di dalam ayat 224 surat tersebut dan merupakan bagian paling akhir dari surat tersebut.
Jelas sekali bahwa nama-nama surat ini tidak berasal dari al-Qur’an, tetapi diperkenalkan oleh para-pakar al-Qur’an. Tampaknya tidak ada aturan yang umum dalam pemilihan nama-nama surat tersebut. Orang-orang menggunakan kata apa saja yang paling menonjol dalam suatu surat. Sebagian ulama mengasumsikan bahwa nama-nama surat al-Qur’an ini adalah petunjuk Rasul (tauqifi). Sedangkan sebagian lagi percaya bahwa penamaan surat tersebut berdasarkan jitihad sahabat yang diambil dari pokok pembicaraan dalam surat itu. Tetapi, tampaknya yang lebih masuk akal adalah bahwa Nabi sangat berperan dalam mensosialisasikan nama-nama surat. Tidak mungkin Nabi saw sebagai transmiter dan penerjemah al-Qur’an untuk para sahabat tidak memiliki nama-nama surat sebagai alat identifikasi.  Yang jelas sejak masa yang paling awal Nabi dan sahabat-sahabat telah mengetahui dan mempopulerkan nama-nama surat al-Qur’an.
Sementara penamaan surat-surat yang berdasarkan panjang pendeknya surat tampaknya hanya untuk identifikasi dalam kerangka yang lebih luas. Al-thiwal, misalnya adalah surat-surat yang dikenal dengan tujuh surat yang panjang yang terdapat pada permulaan mushaf, yaitu surat 2 – 8 (surat al-Baqarah, Ali Imran, al-Maidah, al-Nisa’, al-An’am, al-A’raf dan al-Anfal). Al-mi’un adalah nama yang diberikan kepada surat-surat yang ayatnya seratus atau lebih sedikit. Al-matsani, dikenal sebagai surat-surat yang jumlah ayatnya yang tidak mencapai 100 ayat. Sedangkan al-mufashshal adalah surat-surat yang lebih pendek. Disebut dengan mufashshal karena banyak fashal (pemisah) di antara surat-surat tersebut dengan basmalah[14].
I.       Susunan Surat-surat Al-Qur’an
Menurut Az-Zarkasyi surat-surat al-Quran itu ada 4 bagian[15], yaitu :
1.      At Tiwal ada tujuh surat, yaitu al-Baqarah, Ali ’Imran, al-Nisa, al-Maidah, al-An’am, al-A’raf dan  ada yang menyebutkan al-Anfal & al-Bara’ah sekaligus karena tidak dipisah dengan basmalah diantara keduanya. Ada juga yang menyebutkan surat Yunus sebagai yang ketujuh.
2.       Al Mi’un, yaitu surat-surat yang jumlah ayatnya sekitar seratus.
3.      Al Matsani, yaitu surat-surat yang jumlah ayatnya di bawah Al Mi’un. Dinamakan Matsani karena surat itu sering diulang lebih dari surat-surat At Tiwal & Al Mi’un.
4.      Al Mufashshal, yaitu surat-surat yang lebih pendek dari Al Matsani. Disebut Mufashshal karena banyak pemisah (fashl) diantara surat-surat tersebut dengan basmalah. Dengan kata lain seringnya terputus sebab, surat itu pendek. Mufashshal terbagi menjadi tiga, yaitu Mufashshal Tiwal, ausat, dan qisar. Mufashshal Tiwal dimulai dari surat Qaf atau al-Hujurat sampai dengan ‘Amma atau al-Buruj. Mufashshal ausat dimulai dari surat atau al-Buruj sampai dengan ad-Dhuha atau Lam Yakun. Mufashshal qisar dimulai dari surat ad-Dhuha atau Lam Yakun sampai dengan Al-Naas.
Al-Mushali[16] membagi Surat-Surat Al Quran menjadi 3 bagian, yaitu : Pertama, 40 surat-surat yang tidak diperselisihan baik secara ijmal maupun tafshili. Kedua, 4 surat yang diperselisihkan secara tafshili. Ketiga, 70 surat yang diperselisihkan secara ijmal maupun tafshili, yaitu :
Bagian Pertama : 40 surat, tidak diperselisihkan
Bagian Kedua : 4 surat, yang diperselisihkan secara Tafshil (terperinci)
Bagian Ketiga :70  surat, yang diperselisihkan secara Tafshil (terperinci) dan secara Ijmal (global)
Catatan :
Perbedaan surat al-Fatihah
Ahlul kufah & Al Makky : basmalah sebagai ayat bukan an'amta 'alaihim
Hasan al-Bashri (8 ayat) : kedua di atas
Sebagian ulama  (6 ayat) : tidak menggangap keduanya
Ulama lain (9 ayat) : Iyyakan na'budu sebagai ayat selain kedua di atas

8
al-Anfal
75
76
77

46
Qad Sami'a
22
21


9
Bara'ah
130
129


47
ath-Thalaq
11
12


10
Yunus
110
109


48
Tabarak
30
31


11
Hud
121
122
123

49
al Haqqah
51
52


12
ar-Ra'du
43
44
47

50
al Ma'arij
44
43


13
Ibrahim
51
52
54
55
51
Nuh
30
29
28

14
al-Isra
110
111


52
al-Muzzammil
20
19
18

15
al-Kahfi
105
106
110
111
53
al-Muddatstsir
55
56


16
Maryam
99
98


54
al-Qiyamah
40
39


17
Thaha
132
134
135
140
55
Amma
40
41


18
al-Anbiya
111
112


56
an-Nazi'at
45
46


19
al-Hajj
74
75
76
78
57
 'Abasa
40
41
42

20
Qad Aflaha
118
119


58
al-Insyiqaq
23
24
25

21
an-Nur
62
64


59
ath-Thariq
17
16


22
asy-Syu'ara
126
127


60
al-Fajr
30
29
32

23
an-Naml
92
94
95

61
as-Syams
15
16


24
ar-Rum
60
59


62
Iqra'
20
19


25
Luqman
33
34


63
al-Qadr
5
6


26
as-Sajadah
30
29


64
Lam Yakun
8
9


27
Saba'
54
55


65
az-Zalzalah
9
8


28
Fathir
46
45


66
al-Qari'ah
8
10
11

29
Yasin
83
82


67
Quraisy
4
5


30
ash-Shaffat
181
182


68
Ara'aita
7
6


31
Shad
85
86
88

69
al-Ikhlash
4
5


32
az-Zumar
72
73
75

70
an-Nas
7
6


33
Ghafir
82
84
85
86

Jumlah
4716
4745
2267
479
34
Fushshilat
52
53
54







35
asy-Syura
50
53


Pada surat Tabarak : Setelah, Qalu balaa qad jaa'anaa nadzir"(ayat 9





36
az-Zuklhruf
89
88








37
ad-Dukhan
56
57
59







38
al-Jatsyiah
36
37








39
al-Ahqaf
34
35








40
al-Qital
40
39
38







41
at-Thur
47
48
49







42
an-Najm
61
62








43
ar-Rahman
77
76
78

44
al-Waqi'ah
99
97
96

45
al-Hadid
38
39


J.      Perbedaan Pendapat Tentang Surat-surat Al-Qur’an
Para ulama berbeda pendapat tentang susunan surat-surat al-Qur’an. Ada tiga pendapat yang muncul tetang persoalan ini, yaitu: pertama, susunan surat-surat al-Qur’an seluruhnya berdasarkan petunjuk Rasul (tauqifi). Kedua, susunan surat-surat al-Qur’an adalah ijtihad para sahabat; dan ketiga, susunan surat-surat al-Qur’an sebagian bersifat tauqifi dan sebagian lagi adalah ijtihad sahabat[17].
Pendapat yang pertama ini didukung oleh ulama-ulama seperti Abu Ja’far bin Nuhas, Ibnu al-Hasr dan Abu Bakar al-Anbari. Alasan yang mendukung pendapat ini adalah riwayat Abu Syaibah bahwa Nabi pernah membaca beberapa surat al-mufashshal dalam satu rakaat menurut susunan mushaf al-Qur’an.
Di samping itu juga pernyataan Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa ia pernah menyebutkan surat Makiyah, surat Bani Israil, al-Kahfi, Maryam, Thaha dan al-Anbiya’ yang pertama kali ia pelajari - secara beruntut seperti urutan sekarang ini[18]. Al-Zarqani menambahkan alasan golongan ini dengan mengatakan bahwa para sahabat telah sepakat terhadap mushaf Usman dan tidak ada seorang pun dari sahabat yang berkeberatan atau menyangkalnya. Kesepakatan ini tak terjadi kecuali karena pengumpulan ini sifatnya taufiqi. Sebab bila seandainya berdasarkan ijtihad maka para sahabat tentu akan berpegang teguh pada pendapat mereka yang berlainan[19].
Pendapat kedua dinisbahkan kepada imam Malik, dan al-Zarqani menyebut bahwa pendapat ini adalah pendapat jumhur ulama dan termasuk di dalamnya seperti al-Qadhi dan Abu Bakar. Argumen pendapat ini adalah adanya beberapa mushaf pribadi beberapa orang sahabat yang sistematika surat tersebut saling berbeda satu sama lain. Mushaf Ibnu Mas’ud misalnya, dimulai dengan surat al-fatihah, al-Baqarah, an-Nisak, Ali Imran dan seterusnya. Demikian juga dengan mushaf Ubay. Mushaf Ali disusun berasarkan urutan turunnya ayat, karenanya dimulai dengan surat al-Alaq, kemudian al-Mudaststir, Nun, Qalam dan seterusnya[20].
Ketika Usman ditanya oleh para sahabat, kenapa ia mengambil kebijaksanaan untuk menggabungkan surat al-Anfal dengan surat al-Bara’ah menjadi satu dengan tidak meletakkan basmalah di antara kedua surat tersebut, ia menjawab bahwa itu hanya perkiraannya karena kisah yang terdapat dalam surat al-Anfal serupa dengan kisah dalam surat al-Bara’ah. Dan Rasulullah sampai akhir hayatnya tidak menjelaskan bahwa surat al-Bara’ah merupakan bagian dari surat al-Anfal[21]. Pendapat ketiga beralasan dengan adanya beberapa hadis yang menunjukkan bahwa sebagian surat-surat al-Qur’an tertibnya berdasarkan petunjuk Rasul dan juga pada sisi lain terdapatnya beberapa mushaf sahabat yang susunan surat-suratnya berlainan. Abu Muhammad Ibnu Athiyah mengatakan bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an diketahui susunannya pada masa nabi seperti al-Sab’u al-Thiwal dan Mufasshal, sedangkan sebagian lain adalah berdasarkan ijtihad para sahabat nabi[22].
Dari ketiga pendapat yang dikemukakan di atas Manna’ al-Qaththan cenderung pada pendapat yang pertama, karena menurutnya pendapat ini lebih kuat dari pendapat lainnya. Terhadap argumen pendapat kedua ia mengatakan bahwa adanya beberapa mushaf pribadi sebagian sahabat yang berbeda itu merupakan hasil ikhtiar mereka sendiri sebelum al-Qur’an dikumpulkan[23]. Pada pendapat al-Baihaqi yang juga diikuti oleh al-Sayuthi  yang mengatakan bahwa susunan surat al-Qur’an pada dasarnya adalah taufiqi, hanya surat al-Anfal dan al-Bara’ah yang hanya ijtihad para sahabat. Hal ini karena secara jelas terlihat adanya ijtihad Usman seperti yang disebutkan dalam hadis di atas. Di samping itu al-Qur’an sebelumnya telah turun ke lauh mahfudh dan telah berupa kitab yang tentunya tersusun secara sistematis. Namun demikian, terlepas dari perbedaan tertib surat tersebut, sistematika surat tidaklah mengindikasikan suatu kemestian dan keharusan orang membaca dan mempelajari sesuai dengan susunan surat tersebut.


[1] Shubhi As-Shalih, Mabahis fi Ulumil Quran, Terj. Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2001)hlm. 79
[2]Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani. Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an.Terj.  Muhammad Qodirun Nur & Ahmad Musyafiq, (Jakarta : GayaMedia Pratama, 2001) hlm. 355-356

[3] Imam Jalaludin As-Suyuthi. Al Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, Terj. Tim Editor Indiva, Studi Al-Qur’an Komprehensif ( Solo : Indiva Media Kreasi, 2008) , cet.I. hlm. 274-275
[4]Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani. Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an.Terj...... hlm. 356
[5] Manna’ Al Qaththan. Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, Terj. Mudzakir AS,  Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor : Pustaka Lentera AntarNusa, 2012), cet. XV,  hlm. 213
[6] Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani. Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an.Terj...... hlm. 360
[7] Ibid, hlm. 221
[8] Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran, (. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2011), cet. I hlm. 100

[9] Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani. Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an.Terj….. hlm. 367
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Imam Jalaludin As-Suyuthi. Al Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, Terj. … hlm. 270
[13]Ibid. hlm. 222-237
[14] Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani. Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an.Terj….. hlm. 352
[15] Badrudin Muhammad Ibnu Abdullah Az-Zarkasyi.  Al Burhan fi ‘Ulumil Qur’an, (Beirut Libanon : Darul Fikri, 1988)hlm. 307

[16]  Imam Jalaludin As-Suyuthi. Al Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, Terj. … hlm. 223-237
[17]  Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani. Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an.Terj….. hlm. 369
[18] Manna’ Al Qaththan. Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, Terj…..hlm. 208
[19] Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani. Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an.Terj….. hlm. 372
[20] Manna’ Al Qaththan. Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, Terj…..hlm. 208
[21] Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani. Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an.Terj….. hlm. 372.

[22] Ibid
[23] Manna’ Al Qaththan. Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, Terj…..hlm. 211

DAFTAR PUSTAKA

Al Qaththan, Manna’. 2012. Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an. Terj. Drs. Mudzakir AS,  Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Cet.15. Bogor : Pustaka Lentera AntarNusa.
Ash-Shalih, Shubhi. 2001. Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an. Terj. Tim Pustaka Firdaus, Membahas Ilmu-ilmu Al Qur’an, Cet. 18. Jakarta : Pustaka Firdaus.
As-Suyuthi, Imam Jalaludin. 2008. Al Itqan fi ‘Ulumil Qur’an. Terj. Tim Editor Indiva, Studi Al-Qur’an Komprehensif, Cet.1. Solo : Indiva Media Kreasi
Az-Zarkasyi, ImamBadrudin Muhammad Ibnu Abdullah.1988.  Al Burhan fi ‘Ulumil Qur’an, Beirut Libanon : Darul Fikri 
Az-Zarqani, Muhammad ‘Abdul ‘Azhim. 2001. Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an.Terj. H. Muhammad Qodirun Nur & Ahmad Musyafiq. Jakarta : GayaMedia Pratama
Departemen Agama RI. 2005. Al-Quran dan Terjemahnya. Cet.V. Bandung : CV. Diponegoro
Hermawan, Acep. 2011. ‘Ulumul Quran, Cet. 1. Bandung : PT. Remaja RosdaKarya
Marzuki, Kamaludin. 1992. ‘Ulum Al- Quran, Cet. 1. Bandung : PT. Remaja RosdaKarya



◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Best Patner

Copyright © 2012. ZUKRA SMPN3PPU - All Rights Reserved B-Seo Versi 3 by Blog Bamz