Jumat, 22 Februari 2013

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 05.46 | Label : | 0 Comments

Catatan Harian selanjut...
Hari, Sabtu, 9 Februari 2013, pukul 08.30, mulai kami melanjutkan perjalanan bersama teman-teman Kalimantan, baik Pasca UMY maupun Pasca UNY, kami bertujuh menuju ke desa Kinahrejo, tempat Mbah Marijan”roso-roso” mengabdikan dirinya untuk selamanya.
Teman dari UMY; Faisal (Melawi-Kalbar), Ilhamdi (Sintang-Kalbar), Usmanto (Putus Ibo- Kalbar), Ulil Huda (Lamando-Kalteng) dan saya (Paser-Kaltim), serta Hatmin (Sukamara-Kalteng) tidak bisa ikut karena ada acara di rumah morotua di Klaten. Teman dari UNJ; Slamet (Melawi-Kalbar), .......Rohana, .........., dan ........( Palangkaraya-Kalteng).
Dengan 4 motor, perjalanan dimulai dengan singgah di tempat kos teman-teman di Kejayan dekat dengan kampus UNY. Selanjutnya menelusuri jalan kejayan- ringroad Utara, Jalan Kaliurang tiba di desa wisata Kinahrejo. “Selamat datang di desa wisata Kinahrejo”. Sepeda motor wajib diparkirkan ditempat yang telah disediakan, kemudian wisatawan memilih antara jalan kaki, sewa motor, sewa jeep, sewa motor trial. Jika kita menggunakan jeep dibutuhkan biaya Rp 350,000. Ojeg Rp 20,000. Sewa motor Rp 30,000. Sewa motor trial Rp 50,000, kalau jalan kaki gratis hanya bayar masuk lokasi Rp 5,000 dan parkir Rp 2,000.
Cuaca menyambut kami dengan sejuknya angin pegunungan dan awan yang mengelilingi perjalan menuju ke rumah Mbah Marijan. Sepanjang jalanan terdapat kios makan dan minuman menemani perjalanan wisatawan. Ada juga oleh-oleh, seperti kaos bergambar dan tulisan Mbah Marijan. Perjalanan kami penuh canda, tetapi nafas semakin ke atas, naik, naik, maka semakin tersengal-sengal, keringat menetis diwajah saya. Naik sebentar lalu berhenti, padahal jalan yang ditempuh ± 1,5 - 2 km saja, tapi rasanya nafas mau putus. Ternyata tidak begitu lama kami sampai ditempat rumah Mbah Marijan yang dilalap “awan wedus gembel” erupsi Merapi tahun 2010. Awan wedus gembel adalah awan panas (± 1000oC) yang dikeluarkan oleh erupsi gunung Merapi. Apapun bendanya yang tersentuh wedus gembel pasti terbakar. Bayangkan,  jika awan panas tersebut mengenai orang atau binatang akan terpanggang. Mengerikan.
Alhamdulillah, kami telah tiba di rumah Mbah Marijan. Disana sebuah mobil, 2 motor korban wedus gembel, beberapa perabot rumah tangga seperti cangkir, dan gamelan. Nampak juga prasasti, tapi masih dalam proses penyelesaian. Foto Mbah Marijan hampir disetiap spanduk atau pamflet sedang tersenyum seperti sedang menyapa pengunjung yang datang. Saya mencari foto Mbah bersama petinju juara dunia siapa ya namanya.....? dengan keyword “roso-raso”.  Kami dapati kali adem penuh dengan matrial pasir dan batu-batu. Bersama mereka berfoto ditempat tersebut untuk pembelajaran kita semua. Betapa besarnya Allah Swt yang menciptakan kedahsyatan Merapi dengan penuh hikmah. Mengingatkan Kuasa Allah Swt tidak dapat dilawan apalagi ditandingi siapapun yang ingin ingkar kepada-Nya. Mbah Marijan mengajarkan kepada kita bahwa pemimpin tidak ‘tinggal glanggang colong playu” alias pengecut, sebagai orang yang ditauladani maka dia berusaha mengabdikan dirinya jiwa dan raga, tanpa pamrih ataupun namanya. Hidupnya hanya untuk mengabdi sampai akhir hayatnya. Betapa ironis dengan pemimpin kita saat ini,  berpendidikan tinggi,  penuh retorika dan dusta.
Perjalanan sampai ke titik kulminasi Kinahrejo, lalu berfoto, duduk-duduk, sambil bercanda yang tak berujung, sambil makan kerupuk gadung, gurih dan enaak, cuma Rp 8,000. Awan mulai tebal kembali, rintik hujan menetes membasahi. Sulit melihat indahnya kota Yogya, terhalang oleh awan sebentar lagi turun.
Tidak seberat, berangkatnya yang naik dan naik, pulang badan kita terasa ringan seperti roda terus ingin memutar turun dengan cepat, malah kadang sulit menghentikannya. Hujan turun lebat, kami terpaksa berteduh di gubug di kiri jalan. Ilhamdi, ketua rombongan mulai aksinya dengan berceritera (berkesah) tentang kekecewaan presiden partainya yang selama ini dibanggakan karena merasa ia ikut membesarkan di kota Sintang sebelum ia diangkat sebagai PNS. Hari-hari, wajahnya menyedihkan, kadang menghibur diri bahwa semua ini ada hikmahnya, meskipun ia merasa hatinya sakit melihat keadaan ini. Memang dewasa ini di media ada 2 berita besar, yaitu penggerebekan di rumah Rafi Ahmad dan beberapa rekan artis lainnya yang pesta ’narkoba’ oleh BNN dan berita penangkapan ketua partai karena suap impor sapi oleh KPK.  Gambaran ini, menandakan merosotnya moralitas pemimpin negeri ini yang haus kekuasaan dan haus harta. Menurut Khotib di masjid UMY bahwa pemimpin kita itu lapar secara ekonomi, bukan lapar secara alamiah. Karena perut kita itu sama secara alamiah diisi satu piring nasi sudah kenyang, tetapi perut secara ekonomi berapapun dan apapun dimasukan tetap saja kurang. Lihatlah apakah koruptor orang miskin yang lapar dan haus? Sedihnya, mereka justru orang-orang kaya, yang selalu haus dan lapar harta. Partai penjaja moral ini pun tergoda dengan lapar dan hausnya harta, apalagi kekuasaan.
Sedang asyik berbincang kasus tersebut, mucul bidadari dari bukit Kinahrejo berpesawat Vario yang disewa dari jasa penyewaan di bawah tadi muncul di padepokan, dengan menyapa, assalamu’alaikum W..... Ketua melanjutkan aksi makcomblang kepada kedua bidadari dari UII. Ui namanya berasal dari Cilacap, no Pinnya .....dengan menyebut secara lengkap termasuk alamat kos, fakultas, semester dengan malu-malu, tersipu. Kemudian Yasmin, senyumnya bagaikan rembulan  menyebutkan nama, semester, fakultas tapi tidak menyebutkan no pin. Usmanto, dia tahu sedang di kerjain Ilhamdi, sambil memijit tombol tablet, sesekali memandangi 2 mahasiswi semester delapan fakultas teknik UII, berdebar, gemuruh bergelora kelakiannya, ingin rasanya hujan segera berhenti. Biar alam yang menjawab desakan-desakan nurani yang sudah tahu kemana harus kulabuhkan. Dengan wajah yang memerah, menunduk seperti ingin menjawab,” tunggu saat yang tepat nanti”.
Hujan segera pergi, bersamanya dua gadis cantik meninggalkan kami. Kembali berjalan menuruni bukit Kinahrejo, tidak lama hujan datang kembali, lari......mencari tempat untuk berteduh. Di tempat warung mie dan bakso, kami menanti hujan benar-benar berhenti. Disini, setelah pertengahan hari memang biasa hujan. Kemudian kami melanjutkan menuruni jalan ini,  menuju parkir motor dan masjid tempat shalat dzuhur kami jalani. Kembali ke Tlogo Tamantirto. 

Kamis, 07 Februari 2013

Filologi dalam kajian Islam

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 16.24 | Label : | 0 Comments
FILOLOGI
A.     Pendahuluan
Clifford Geertz pernah mengatakan bahwa Islam membawa rasionalisme dan ilmu pengetahuan serta menegaskan suatu sistem masyarakat yang berdasarkan orang-perorangan, keadilan, dan membentuk kepribadian mulia. Semangat rasionalisme dan intelektualisme Islam itu menyebar luas di kalangan elit kraton sampai rakyat kebanyakan. Semua ini dapat ditemukan dalam berbagai naskah yang berisi falsafah dan metafisika yang khusus ditulis untuk keperluan umum. Praktek mistik Budha, misalnya memperoleh nama-nama Arab seperti suluk, raja-raja Hindhu yang mengalami perubahan gelar untuk menjadi sultan Islam, dan masyarakat awam yang menyebut beberapa roh hutan dengan jin. 
Sebagaimana terungkap dari pernyataan Geertz di atas, disadari atau tidak, khazanah peninggalan berupa naskah merupakan bagian penting dalam kajian suatu peradaban atau kebudayaan, tak terkecuali kajian keislaman. Ribuan naskah yang dihasilkan oleh suatu kebudayaan sangat disayangkan jika tidak digali lebih lanjut sebagai sumber kajian dalam mempelajari kebudayaan yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan pengetahuan tentang suatu kaum (peradaban) dapat dilihat dari karya yang dihasilkan oleh kaum tersebut.
Sebagaimana dikutip oleh Nabilah Lubis, Prof. Baroroh Barried dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Bahasa Indonesia UGM mengatakan bahwa studi filologi merupakan kunci pembuka khazanah kebudayaan lama yang oleh karena itu perlu diperkenalkan pada masyarakat untuk menumbuhkan minat masyarakat terhadap kebudayaan lama.
Filologi merupakan satu kajian yang bertugas menelaah dan menyunting naskah untuk dapat mengetahui isinya. Cabang ilmu ini memang belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, terutama di kalangan masyarakat Islam. Kekayaan dan warisan intelektual Islam menjadi terabai, padahal warisan inteletual yang berupa karya tulis itu sedemikian banyaknya. Di Indonesia saja, banyak peninggalan kitab klasik yang ditulis oleh ulama nusantara. Misalnya Imam Nawawi al-Bantani yang telah menulis tidak kurang dari seratus kitab berbahasa Arab dalam berbagai bidang keilmuan. Contoh lain, Syekh Mahfudh at-Tarmasy yang menulis hingga 60 kitab meliputi tafsir, qiraah, hadits, dan sebagainya.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas filologi sebagai pendekatan dalam pengkajian Islam.
B.     Pengertian Filologi
1.      Pengertian  Filologi dari segi bahasa
Filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan kata dari philos yang berarti cinta dan logos yang berarti 'pembicaraan', 'kata' atau 'ilmu'. Dalam perkembangannya philologia berarti 'senang berbicara' yang kemudian berkembang menjadi 'senang belajar', 'senang kepada ilmu', dan kemudian 'senang kepada tulis-tulisan' yang bernilai tinggi (Kun Zachrun Istanti).
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Filologi berasal dari bahasa Yunani philein, "cinta" dan logos, "kata". Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, biasanya dari zaman kuno (http://id.wikipedia.org/wiki/Filologi).
2.      Pengertian  Filologi dari segi Istilah
Sebagai  istilah, filologi mulai dipakai pada kira-kira abad ke-3 SM oleh sekelompok ilmuwan dari Iskandariah, yaitu untuk menyebut keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan tulisan yang berasal dari kurun waktu beratus-ratus tahun sebelumnya. Pada waktu itu banyak naskah berupa gulungan papirus masuk dari beberapa wilayah sekitarnya ke perpustakaan Iskandariyah, yang fisik peninggalan tulisan itu mengandung sejumlah bacaan yang rusak atau beberapa versi. Beberapa diantaranya adalah naskah-naskah AlKitab yang muncul dalam beberapa versi. Gejala itu merangsang para ilmuwan untuk mengetahui firman Tuhan yang dianggap paling Asli. Merema membaca dan membandingkan berbagai versi Alkitab tersebut dari segi isi melalu perbandingan kata-per-kata, dari situlah lahir istilah 'cinta kata' atau filologi. Ilmuwan yang pertama kali melontarkan istilah 'filologi' bernama Eratothenes, seorang ahli astronomi.
Dalam perkembangan terakhirnya, filologi menitikberatkan pengkajiannya pada perbedaan yang ada dalam berbagai naskah sebagai suatu penciptaan dan melihat perbedaan-perbedaan itu sebagai alternatif yang positif. Dalam hubungan ini suatu naskah dipandang sebagai penciptaan kembali (baru) karena mencerminkan perhatian yang aktif dari pembacanya. Sedangkan varian-varian yang ada diartikan sebagai pengungkapan kegiatan yang kreatif untuk memahami, menafsirkan, dan membetulkan teks bila ada yang dipandang tidak tepat. 
Filologi adalah studi tentang budaya dan kerohanian suatu bangsa dengan menelaah karya-karya sastra atau sumber-sumber tertulis miliknya    (Pius A Partanto dan M. Dahlan al Barry : 1994: 178).
Sebagai istilah, filologi mempunyai definisi yang sangat luas, dan selalu berkembang.  
a.       Filologi sebagai Imu Pengetahuan
Filologi pernah disebut sebagai L’etalage de savoir ‘pameran ilmu pengetahuan’. Hal ini dikarenakan filologi membedah teks-teks klasik yang mempunyai isi dan jangkauan yang sangat luas. Gambaran kehidupan masa lampau, berserta segala aspeknya, dapat diketahui melalui kajian filologi. Termasuk di dalamnya, berbagai macam ilmu pengetahuan dari berbagi macam bidang ilmu.
b.      Filologi sebagai Ilmu Sastra
Filologi juga pernah dikenal sebagai ilmu sastra. Hal ini dikarenakan adanya kajian filologi terhadap karya-karya sastra masa lampau, terutama yang bernilai tinggi. Kajian filologi semakin merambah dan meluas menjadi kajian sastra karena mampu mengungkap karya-karya sastra yang bernilai tinggi.
a.          Filologi sebagai Ilmu Bahasa
Teks-teks masa lampau yang dikaji dalam filologi, menggunakan bahasa yang berlaku pada masa teks tersebut ditulis. Oleh karena itu, peranan ilmu bahasa, khususnya linguistik diakronis sangat diperlukan dalam studi filologi.
b.          Filologi sebagai Studi Teks
Filologi sebagai istilah, juga dipakai secara khusus di Belanda dan beberapa negara di Eropa daratan. Filologi dalam pengertian ini dipandang sebagai studi tentang seluk-beluk teks, di antaranya dengan jalan melakukan kritik teks.
Filologi dalam perkembangannya yang mutakhir, dalam arti sempit berarti mempelajari teks-teks lama yang sampai pada kita di dalam bentuk salinan-salinanya dengan tujuan menemukan bentuk asli teks untuk mengetahui maksud penyusunan teks tersebut. Filologi dalam arti luas berarti mempelajari kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana yang terdapat dalam bahan-bahan tertulis.
Mario Pei dalam bukunya yang berjudul Glossary of Linguistic Terminology (1966) memberikan batasan bahwa filologi merupakan ilmu dan studi bahasa yang ilmiah seperti yang disandang oleh linguistik pada masa sekarang, dan apabila studinya dikhususkan pada teks-teks tua, filologi memperoleh pengertian semacam linguistik historis (Baried, 1985: 3).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 277) istilah filologi diartikan sebagai ilmu tentang bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat di bahan-bahan tertulis.
Filologi dalam Kamus Istilah Filologi (1977: 27), didefinisikan sebagai “ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya, atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraannya”.
C.    Objek Kajian
Obyek kajian filologi adalah teks, sedang sasaran kerjanya berupa naskah. Naskah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan peninggalan tulisan masa lampau, dan teks merupakan kandungan yang tersimpan dalam suatu naskah. ‘Naskah’ sering pula disebut dengan ‘manuskrip’ atau ‘kodeks’ yang berarti tulisan tangan.
Naskah yang menjadi obyek kajian filologi mempunyai karaktristik bahwa naskah tersebut tercipta dari latar sosial budaya yang sudah tidak ada lagi atau yang tidak sama dengan latar sosial budaya masyarakat pembaca masa kini dan kondisinya sudah rusak. Bahan yang berupa kertas dan tinta serta bentuk tulisan, dalam perjalanan waktu telah mengalami kerusakan atau perubahan. Gejala yang demikian ini terlihat dari munculnya berbagai variasi bacaan dalam karya tulisan masa lampau
D.    Dasar Kerja Filologi
Kerja filologi didasarkan pada prinsip bahwa teks berubah dalam penurunannya. Jadi, filologi bekerja karena adanya sejumlah variasi.
Variasi yang merupakan dasar kerja filologi pada awal mulanya dipandang sebagai kesalahan, satu bentuk korup (rusak), satu bentuk keteledoran si penyalin. Variasi juga dipandang sebagai bentuk kreasi penyalinan, yaitu hasil dari subjektivitasnya sebagai manusia penyambut teks yang disalin dan sebagai penyalin menghendaki salinannya diterima oleh pembaca sezamannnya.
Sikap-sikap inilah yang kemudian melahirkan berbagai pandangang dalam filologi, yaitu : (i) Sikap yang memandang varisi sebagai wujud kelengahan dan kelalaian penyalin, melahirkan pandangan yang oleh beberapa orang disebut dengan filologi tradisional. Dalam konsep ini, filologi memandang variasi secara negatif. Sebagai akibatnya, teks harus dibersihkan dari bentuk-bentuk korup dan salah itu. (ii) Sikap yang memandang variasi sebagai bentuk kreasi melahirkan pandangan yang oleh sementara orang disebut filologi modern. Dalam konsep ini variasi dipandang secara positif, yaitu menampilkan wujud resepsi si penyalin. Dalam pandangan yang kedua ini, perlu diingat pula bahwa adanya gejala yang memperlihatkan keteledoran si penyalin tetap juga diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pembacaan (Elis Suryani, 2012 : 7).
E.     Latar Belakang Lahirnya Filologi
Paling tidak, ada beberapa faktor yang mendorong lahirnya disiplin filologi sebagaimana disebutkan Baroroh Baried dkk. (1994 : 2) sebagai berikut :
a. Munculnya informasi tentang masa lampau di dalam sejumlah naskah atau karya tulisan .
b. Anggapan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tulisan masa lampau yang masih relevan dengan kehidupan masa kini.
c. Kondisi fisik dan substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang.
d. Perubahan latar belakang budaya antara masa lalu dan masa sekarang
e. Keperluan pemerolehan pemahaman yang lebih tepat dan akurat.

F.     Tujuan Filologi
Tujuan studi filologi dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum filologi yaitu: (1) memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastranya, baik lisan maupun tertulis; (2) memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya; (3) mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan. Sedangkan tujuan khususya adalah: (1) menyunting sebuah naskah yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya; (2) mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya; (3) mengungkap resepsi pembaca setiap kurun penerimaannya(Elis Suryani, 2012 : 6).
G.    Pendekatan Filologi dalam Studi Islam
Al-Qur’an juga dapat dikaji secara tekstual, artinya data-data tersebut dapat dianalisis dengan teks Al-Qur’an atau dengan Hadits Nabi saw dan Riwayat Sahabat.
Jika ditarik dari akar sejarahnya, maka memahami Al-Qur’an dengan cara ini dapat ditemukan pada masa Rasulullah saw sendiri (Manna Al-Qathan.335). Sedang yang mulai mengembangkan secara mendalam adalah Ibnu Abbas (As-Suyuthi.113-114). Metodelogi yang digunakan Ibnu Abbas dalam mengungkapkan makna Al-Qur’an adalah dengan :
1.      Sunnah Rasulullah
2.      Penejelasan Israiliat yang diambil penganut Yahudi yang melakukan konversi kedalam Islam khususnya berkenaan dengan kelengkapan penjelasan sejarah masa lalu
3.      Menggunakan bantuan syair-syair Arab pra-Islam (M. Alfatih Suryadilaga dkk,. : 2005 : 77-78)
Bangsa Arab pra-Islam dikenal dengan karya-karya syair maupun sastra prosanya. Karya yang paling terkenal adalah “Muallaqat” (berarti “yang tergantung), karya-karya yang berupa qasidah-qasidah panjang dan bagus yang digantungkan pada dinding Ka’bah dengan tujuan agar dibaca masyarakat Arab pada hari-hari pasar dan keramaian lainnya.
Penelitian naskah Arab telah lama dimulai, terlebih pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar. Pada masa itu, nash al-Qur’an mulai dikumpulkan dalam satu mushaf. Hal ini membutuhkan ketelitian untuk menyalin teks-teks al-Quran ke dalam mushaf tersebut. Ayat-ayat al-Quran yang sebelumnya tertulis secara berserakan pada tulang belulang, kulit pohon, batu, kulit binatang, dan sebagainya dipindah dan disalin pada sebuah mushaf dan dijadikan satu. Pekerjaan menyalin ayat-ayat al-Quran ini dilaksanakan dengan ketelitian menyangkut orisinalitas wahyu ilahi yang harus senantiasa dijaga.
Menurut J.J.G. Jansen dalam buku The Interpretation of the Koran in Modern Egypt. Ada dua tahapan  dari Filologi Arab kuno yang mendasari studi kontemporer mengenai bahasan al-Qur’an yang secara jelas dapat dilihat.
Tahap pertama, studi mengenai kosa kata Al-Qur’an. Tokoh model ini adalah Ibnu Abbas(w.687). Ia piawai dan serba bisa menjawab persoalan-persoalan yang muncul seputar teks Al-Qur’an. Kemasyhurannya tampak melalui Tafsir At-Tabari tentang QS. 2: 266. Suatu ketika Umar bin Khattab  (w.644) marah kepada seorang sahabat yang menjawab dengan “Allah Maha Tahu”, ketika ditanya tentang makna QS. 2 : 266 ;
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya?

Kemudian Ibnu Abbas  berpaling kepadanya dan memberikan jawaban kepada Umar bahwa ayat ini merupakan perumpamaan dari ketidaktentuan perbuatan baik manusia.
Tahap kedua, yang mendasari tafsir filologi modern adalah Az-Zamakhsyari (w.1444) tokoh yang menyempurnakan analisis sintaksis terhadap Al-Qur’an. Contoh: Tafsir Az-Zamakhsyari ditulis tahun 1131 dan 1333 M. Misalnya tafsir QS. 6 : 2
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن طِينٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلاً وَأَجَلٌ مُّسمًّى عِندَهُ ثُمَّ أَنتُمْ تَمْتَرُونَ
[6:2] Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).

Dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya)(terjemahan Bell) وَأَجَلٌ مُّسمًّى عِندَهُ     kata perintah dalam frase ini berlawanan dengan ketentuan bahwa dalam sebuah frase nominal yang predikatnya terdiri dari sebuah kata depan yakn i(’inda)  dan sebuah kata benda atau kata ganti benda (yakni, hu) dan subyeknya (yakni, ajal) yang tertentu, maka predikatnya seharusnya mendahului subyek. Kalimat normal dalam ayat tersebut seharusnya adalah   wa’indahu ajal.
Az-Zamakhsyari, sebagaimana dikutip Nabilah Lubis, mengungkapkan kegiatan filologi sebagai tahqiq al-kutub. Secara bahasa, tahqiq berarti tashhih (membenarkan/mengkoreksi) dan ihkam (meluruskan). Sedang secara istilah, tahqiq berarti menjadikan teks yang ditahkik sesuai dengan harapan pengarangnya, baik bahasanya maupun maknanya. Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa tahqiq bertujuan untuk menghadirkan kembali teks yang bebas dari kesalahan-kesalahan dan sesuai dengan harapan penulisnya. Tahqiq sebuah teks atau nash adalah melihat sejauh mana hakikat yang sesungguhnya terkandung dalam teks tersebut. 
Selanjutnya Amin Khuli (w.1967) menawarkan bahwa secara ideal studi tafsir Al-Qur’an harus dibagi dalam 2 bagian :
a.    tentang latar belakang Al-Qur’an tentang sejarah kelahirannya, tentang masyarakat dimana Al-Qur’an diturunkan dan bahasa masyarakat yang dituju oleh Al-Qur’an dan lain-lain.
b.    Penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan melihat studi terdahulu
Ia menganggap penting untuk menetapkan pertama-tama, sejauh mungkin makna literal yang benar dengan menggunakan seluruhnya bahan sejarah dan bahan-bahan lainnya yang tersendiri, sekalipun (kita) tidak mencari manfaat rohaniah melaluinya dan tanpa memperhatikan agama. Penekannya pada pentingnya latar belakang historis untuk mengapresiasi makna secara benar makna literal Al-Qur’an.
Untuk tugas kedua tafsir-tafsir Al-Qur’an adalah bahwa pertama, ia sangat mendorong sarjana yang ingin menulis tafsir Al-Qur’an agar memperhatikan semua ayat dimana Al-Qur’an membicarakan suatu subyek dan tidak membatasi mereka pada penafsiran satu bagian saja dengan mengabaikan pada pernyataan-pernyataan lain Al-Qur’an pada topik yang sama, seperti QS. 2 : 30-39 tentang Adam . Namun Adam ini sesungguhnya dijelaskan pula dalam surah 7 : 10-33, 15 : 28-42, 18 : 50 dan lain-lain.
Kedua, menekankan studi yang cermat atas setiap lafadz Al-Qur’an tidak saja dengan bantuan-bantuan kamus klasik, tapi bantuan adanya paralel Al-Qur’an dari lafadz-lafadz. Ketiga, mufasir Al-Qur’an seharusnya menganalis bagaimana Al-Qur’an menggabungkan lafadz kedalam kalimat dan berusaha menjelaskan efek psikologis bahasa Al-Qur’an terhadap para pendengarnya.
Sayang, dia sendiri tidak menulis tafsir hingga wafat. Namun demikian, cita-citanya dilanjutkan oleh istrinya, Dr. ‘Aisha Abdurrahman yang dikenal dengan nama samaran Bint As-Shati. Tulisannya dipublikasikan tahun 1962 jilid I dari dua jilid, edisi kedua tahun 1966 dan edisi ketiga tahun 1968. Tafsir Al-Qur’an surat pendek, mislanya tafsir QS. 93 (Ad-Dhuha), dengan mengurai kata qasam sebagaimana harapan Amin Khuli. (lihat hlm. 122)
Tafsir Amin Khuli dan istri, merupakan  kritik kepada Muhammad Abduh yang menafsirkan Al-Qur’an secara dogmatis dan ortodoks.
Dalam konteks keindonesiaan, manuskrip Islam terbagi ke dalam tiga jenis. Pertama, manuskrip berbahasa dan tulisan Arab. Kedua, manuskrip Jawi, yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi berbahasa Melayu. Ketiga, manuskrip Pegon, yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi menggunakan bahasa daerah seperti, bahasa Jawa, Sunda, Bugis, Buton, Banjar, Aceh dan lainnya. 
Manuskrip keislaman di Indonesia lebih banyak berkaitan dengan ajaran tasawuf, seperti karya Hamzah Fansuri, Syeh Nuruddin ar-Raniri, Syeh Abdul Rauf al-Singkili, dan Syeh Yusuf al-Makassari. Tidak sedikit pula yang membahas tentang studi al-Quran, tafsir, qiraah dan hadis. Misalnya Syeh Nawawi Banten dengan tafsir Marah Labib dan kitab Al-Adzkar. Ada pula Syeh Mahfudz Termas dengan Ghunyah at-Thalabah fi Syarh ath-Thayyibah, al-Badr al Munir fi Qiraah Ibn Katsir dan karya-karyanya yang lain. Sebagian karya-karya tersebut sudah ditahqiq, dalam proses tahqiq, dan dicetak tanpa tahqiq. Sementara sebagian besar lainnya masih berupa manuskrip. Padahal umumnya, karya kedua tokoh ini juga menjadi rujukan dunia Islam, tidak hanya di Indonesia.
H.           Urgensi Filologi pada penggalian khasanah pengetahuan Islam
Pentingnya studi filologi dalam Al-Qur’an tak lain untuk memastikan kemurnian teks al-Qur’an itu sendiri ; apakah ada perubahan-perubahan yang dilakukan oknum-oknum yang berusaha mengacau kitab suci al-Qur’an setiap zaman, meskipun Allah Swt telah menjamin kemurnian al-Qur’an (QS.15:9). Begitu pula ilmu Hadits yaitu untuk menjamin keabsahan suatu teks atau matan suatu hadis, termasuk ilmu-ilmu Fiqh dan aqidah, karya ulama-ulama terdahulu. Dengan melalui penelitian naskah-nskah klasik kita akan mengetahui tingkat kesempurnaan karya para ulama (Nabilah Lubis, 2012 : 135).

Dalam tulisannya Naskah dan Penelitian Keagamaan (dalam Nabilah), Oman Fathurahman memperlihatkan betapa naskah-naskah Nusantara terutama naskah Melayu memiliki nuansa keislaman yang sangat kental. Nuansa tersebut terdapat pada naskah-naskah yang memuat tema-tema seperti fiqih, tafsir, tauhid dan tasawuf (dalam Nabilah Lubis, 2001 : 2).
Indikasi yang cukup kuat ini didukung dengan adanya informasi-informasi yang kita temukan dalam katalog-katalog naskah. Katalog PNRI (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia) misalnya mendaftarkan sekitar + 764 naskah berbahasa Arab ini belum memperhitungkan varian naskah karena hanya melihat data A 764 sebagai akhir dari halaman daftar tersebut (Behrend, 1998 :21). Koleksi naskah Melayu PNRI juga tergolong besar yakni sejuimlah + 542 naskah.
Kita tentu yakin bahwa khasanah Islam tidak hanya ditulis dalam bahasa Arab dan Melayu saja melainkan juga dalam bahasa-bahasa Nusantara lainnya seperti bahasa Jawa, Sunda, Bugis dan lain sebagainya. Hal ini di satu sisi menandakan betapa intensnya penyebaran Islam di kawasan Nusantara dan di sisi yang lain mengindikasikan betapa luas dan kayanya materi naskah kita.
I.       Generasi Filologi Indonesia
Generasi ahli filologi di Indonesia secara umum, terdiri atas empat genarasi untuk filologi naskah Arab, Melayu, Jawa, Sunda dan lain-lain.
1.      Angkatan pertama, dekade 1960-an, yaitu : generasi Prof. Dr. Husein Djayadiningrat.
2.      Angkatan kedua, dekade 1970-an, yaitu : Prof. Dr. Achadiyat Ikram dan Prof. Dr. Baroroh Baried
3.      Angkatan ketiga, dekade 1980-an, yaitu : Prof. Dr. Hj. Siti Chamamah Soeratno.
4.      Angkatan keempat, dekade 1990-an, yaitu : Prof. Dr. Nabilah Lubis dan Prof. Dr. Ahmad Purwadaksi
5.      Angkatan kelima, dekade 2000-an, yaitu : Dr. Oman Faturrahman ((Nabilah Lubis, 2012 : 171).
J.      Kesimpulan
Pendekatan filologi digunakan dalam kajian studi Islam dalam rangka memperoleh informasi dari sebuah teks melalui penelitian terhadap berbagai naskah keislaman yang ada. Mengingat banyaknya khazanah intelektual Islam, tentu membutuhkan banyak waktu untuk melakukan penelitian tersebut. Pendekatan filologi menjadi sangat penting sepenting kandungan teks itu sendiri.

Catatan harian PPS Pebruari 2013

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 16.22 | Label : | 0 Comments

Catatan Harian Kuliah Pasca MSI_UMY
Udara pagi yang dingin, subuh, matahari masih diperaduannya, kokok ayam bersautan berebut dengan muadzin yang mengkumandangkan adzan subuh, rintik hujan sedikit demi sedikit membasahi aspal di dusun Tlogo Tamantirto, Kasihan Bantul. Kebiasan setelah bangun tidur ke kamar kecil, wajib bagiku kesana sekedar berbagi, mengurangi beban hidup. Bismillah, dua telapak tangan kucuci tiga kali, kemudian berkumur dan membersihkan lobang hidung, dan seterusnya hingga kedua kaki terbasuh semua, lalu membaca doa asyhaduallailaha illallah wahdahulasyarikalah waasyhaduanna muhammadan’abduhu warasuluh. Aku sapa teman-temanku masih meneruskan mimpinya. Dengan penuh harapan bahagia dan kehidupan yang lebih baik, aku melangkahkan kaki kiri dengan mengucapak bismillahitawakaltu ‘alallah lahaulawala quwwata illabillah, membuka pintu rumah menuju masjid al-Muqarrib.
Aku melanjutkan kebiasan rutin bada shalat subuh adalah tadarus al-Qur’an 3 lembar baru dilanjutkan menyelesaikan tugas-tugas membuat makalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi al-Qur’an dan hadits oleh Prof. Dr. Yunahar Ilyas, MA. Alhamdulillah makalahku sudah diseminarkan hari Jumat tanggal 1 Pebruari 2013, tanggapan bapak dosen memuaskan, bahkan teman-teman yang bertanya dibantah oleh beliau, apakah anda belum membaca Makalahnya?. Bertanya balik Prof, karena memang jawaban dari penanya telah tertulis dalam makalah. Pertanyaan anda sudah ada jawabannya dalam makalah. Makalahku berjudul ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an. Aku menjawab pertanyaan pak Ali Afandi, menanyakan apakah bisa mempertemukan perbedaan jumlah ayat dianalogikan dengan makna kata dari kata yang terdapat dalam ayat tersebut?. Tentu jawabanya cukup sulit memaknai kata untuk mentukan jumlah. Hal yang tidak mungkin.
Makalah ini tidak mengundang banyak perdebatan. Biasanya perkuliahan diahiri pukul 11.30, hari ini perkuliahan diahiri pukul 11.10. Alhamdulillah.  Aku sendiri salut dengan Prof ini, jawaban-jawaban dari pemakalah yang kurang relevan langsung ditanggapi dan diluruskan. Aku kagum dengan keilmuan yang dikuasainya, nyaris membabat habis teori orientalis berkaitan denga al-Qur’an. Karena memang menguasai bidangnya, argumennya shahih dan meyakinkan. Beruntunglah Muhammadiyah punya tokoh yang masih kokoh dan kukuh dengan segala konsekunsinya, ilmu yang dimilikinya insya Allah membawa pencerahan untuk  semua.
Aku melanjutkan membaca buku-buku filsafat dan pemikiran Islam. Penyelesain tugas selanjutnya adalah makalah dengan judul Filologi dalam pendekatan pengkajian Islam. Buku-buku filologi sangat terbatas, tidak banyak karya yang menjelaskan filologi dalam hal ini dapat menjembatani dalam kajian Islam. Berkali-kali ke perpustakaan UMY tidak mendapatkan buku yang dimaksud juga, ke shoping buku sampai 3 kali tidak satupun buku aku dapatkan, ke perpustakaan UIN Sunan Kalijaga dapat dua buku, itupun sedikit sekali materi yang membahas filologi. Petualangan mencari buku aku lanjutkan ke sosial agency, kosong juga, kemudian ke toko buku di Kejayan, alhamdulillah dapat yang teori dasar filologi, mungkin bisa dijabarkan dalam logika dalam pemikiran kajian Islam.
Pertanyaannya, mengapa filologi masih sangat terbatas literaturnya? Apa mungkin karena sangat sulitnya ilmu ini? Boleh jadi, ya. Hari-hari, aku membuka buku, membaca, berfikir, menganalisa, bagaimana sesungguhnya mengkaji Islam dari filologi seberapa penting kajiannya. Jawabannya ada dalam makalah saya, 2 minggu lagi akan diseminarkan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filologi adalah kajian naskah, teks, atau manuskrip yang telah lalu, hasil karya para ulama, bahkan boleh jadi hadis dan al-Qur’an bagian terpenting dari naskah yang wajib dikaji, dimaksudkan agar tetap terjaga orisinalitas dan otentisitasnya sampai kepada kita dan generasi berikutnya. Kajian ini, melihat teks atau naskah asli, proses waktu dan penyalinannya, apakah mengalami perubahan baik secara harfiah maupun pemeknaannya. Kajian ini, dapat juga melihat proses perkembangan teks atau manuskrip menjadi bermakna lebih jauh, mengungkap dari sudut pandang pembuatnya.
Sumbangan besar filologi adalah menghidupkan kembali naskah yang sudah sekarat dimakan rayap bisa disalin dan dimaknai menjadikan basis budaya dan pemikiran bisa bersifat filosofis dan teologis, bahkan paradigmatis. Mengungkap orisinalitas buah pikir ulama-ulama masa lalu dengan membahasakan kebutuhan dimasa kini, tanpa kehilangan hakekat yang mendasarinya.
Berhitung dengan SPSS, tugas Statistik mulai aku perhatikan. Makalah statistik membuka mata secara nonparametrik, membuat hipotesa, mendefinisikan nilai signifikan 0,05, mencari korelasi, regresi, asumsi dan semua yang mendasari semua perhitungan kuantitatif sebagai alat analisis faktual terhadap hipotesa. Judul :” Kinerja SMP di Kabupaten Paser Kalimantan Timur Dipengaruh  Motivasi  Kerja, Status Kepegawaian  dan  Kompetensi Guru Agama Islam”. Penelitian ini untuk mengungkap hubungan antara motivasi kerja, status kepegawaian dan kompetensi guru Agama Islam terhadap kinerja sekolah. Dengan hipotesa bahwa antara motivasi kerja, status kepegawaian  dan kompetensi terdapat korelasi, dan ketiga  konstruksi ini secara bersama-sama mempengaruhi kinerja sekolah.
Berdasarkan analisis jalur setelah melalui proses hitungan tahap pertama, proses berikutnya dapat dilihat hasilnya sebagai berikut :

Y
X11

X3

-0.976

3.638
3.096
0.4012
Perhatikan diagram jalur berikut yang dilengakpi dengan harga-harga koefisien jalur dan persamaan strukturnya.






Gambar
Struktur Hubungan Kausal dari dari  X1,  X3,  ke Y
Besarnya pengaruh secara proporsional
Pengaruh X1
Pengaruh langsung     = ῥ YX1 x ῥ YX1
= (3.638)( 3.638)
= 13.235
Pengaruh melalui hubungan korelatif  dengan X3= ῥ YX1 x r X1X3ῥ YX3
= (3.638) (-0.976)(3.096)
= -10,992
Pengaruh X1 ke Y Secara total  =  13,235 +-10.992
=  2.242
Pengaruh X3
Pengaruh langsung  = ῥ YX3 x ῥ YX3
= (3.096)(3.096)
= 9.585
Pengaruh melalui hubungan korelatif  dengan X1= ῥ YX1 x r X1X3ῥ YX3
= (3.638) (-0.976)(3.096)
= -10,992
Pengaruh X3 ke Y  secara total =  9.585 +   -10,992
   = -1.407
Pengaruh gabungan oleh X1 dan X3 ke Y  adalah 2.242 + -1.407= 0.839, yang tidak lain adalah besarnya R2Y(X1X3) = 0.839 (lihat tabel Model Summary)
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.916a
.839
.833
1.183
a. Predictors: (Constant), X3, X1


Atas dasar perhitungan tersebut bisa dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
Kekuatan X1 yang secara langsung menentukan perubahan-perubahan Y adalah 13,235 (132.35%) dan yang melalui hubungan dengan X3 sebesar -10,992 (-109.92%) dengan demikian secara total X1 menentukan perubahan-perubahan Y sebesar 2.242(22,42%)

Secara total -1.407 (-14.07%) dari perubahan-perubahan Y merupakan pengaruh X3, dengan perincian 9.585 (95.85), adalah pengaruh langsung dan -10,992 melalui hubungan dengan X1.
X1 dan X3 secara bersama-sama mempengaruhi Y sebesar  83.9% (R2=0.839). Besarnya pengaruh disebabkan oleh variabel lainnya diluar variabel X1 dan X3, dinyatakan oleh ῥ YX yaitu sebesar( 0.4012)2 = 0,1609 atau sebesar 16,1%

Besarnya pengaruh yang diterima oleh Y dari X1 dan X3, dan variabel di luar X1 dan X3  (yang dinyatakan oleh variabel residu έ) adalah R2 Y(X1X3) +2 Y = 83.9% + 16,1% = 100%

Masalah
Untuk melihat pengaruh variabel atau konstruksi  mana yang lebih besar, cukup dilihat pada hasil uji statistik t yang terdapat pada tabel Coefficientsa di output SPSS. Variabel yang memiliki uji t yang lebih besar merupakan variabel yang memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingan dengan variabel lainnya. Terlihat pada kolom Coefficientsa.
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
-34.244
2.843

-12.046
.000
X1
3.985
.266
3.638
14.962
.000
X3
3.096
.243
3.096
12.731
.000
a. Dependent Variable: Y





Bahwa variabel X1 memiliki hasil t hitung (14.962  ) yang lebih besar dari pada hasil t hitung variabel X3 (12.731 ) jadi dapat dikatakan bahwa variabel X1 lebih besar pengaruhnya dari pada X3 terhadap variabel  dependen. Kenyataanya dari hasil perhitungan pengaruh total variabel X1 terhadap variabel dependen  adalah sebesar 2.242  atau 22.42%, sedang pengaruh total variabel X3 terhadap variabel dependen adalah sebesar -1.407 atau 14.07%.

Kunjungan ke Kulonprogo
Setengah sembilan pagi, hari Sabtu, 2 Februari 2013, aku, Ulil (Kalteng), Ilhamdi, Faisal dan Usmanto (Kalbar). Aku bonceng motor honda megapro pak Ulil, Ilhamdi mengendarai honda supra X, Usmanto dan Faisal membawa Yamaha Vision, berangkat dari Tamantirto Kasihan, keluar dari Tlogo Ambarketawang tanjap gas melalui jalan negara menuju ke Brosot. Aku jadi ingat temanku dulu di rumah kos-kos berasal dari Brosot, namanya Mei punya anak bernama Pondra, mungkin sekarang sudah bujangan. Berhenti di pasar Kenteng, lalu melanjutkan kanan-kiri, mentok kiri kembali lagi ke arah kali Progo, ternyata ditunggu  Sri Kadarsih di pasar Brosot, teman kuliah dari Sorong made in Kulonprogo.  Bersama mereka menuju rumah Sri Kadarsih, belok kiri, belok kiri, belok kanan, belok kiri, masjid, belok kanan, terlihat SD negeri, di depan inilah rumah dia.

Aku harus bilang wao, begitu, setelah lelah diatas motor,  disambut ibu dari Sri Kadarsih dengan lampiran menu roti, peyek kacang, lapis legit,bakpea, lumpia, rambutan, pisang dengan penuh canda inilah petrbaikan gizi, kata Ilhamdi. Kemudian dilanjutkan makan besar dengan menu ayam goreng lalapan, enak, sruput es sirup hijau. Namun muka Usmanto menjadi merah ketika Ilhamdi menawarkan dia dengan adik ipar Sri. Langsung rasa melon, ini Usmanto dari Kalbar sedang mencari calon istri dengan syarat mau dibawa kesana, sebut Ilhamdi. Sambil berbincang akrab, terdengar gamelan siswa SD Negeri depan rumah, merdu lagi merindu. Aku dan Ulil membeli blangkon di pengrajin blangkon rumahan. Harganya bermacam-macam tergantung kualitasnya ada yang Rp 35.000, ada juga yang Rp 60.000. Blangkon adalah tutup kepala khas pakaian adat Jawa. Untuk kenang-kenangan sekaligus menghargai budaya lokal.

Kami melanjutkan perjalanan ke rumah Wahyu Immawati, rupanya dia sudah menunggu sejak pagi, dari buah jeruk, salak, tempe bengak, kacang goreng, ayam goreng sop dan lain-lain disuguhkan. Wao, tambah gemuk. Waktu dzuhur telah tiba, kami menuju ke masjid antik, arsitektur jawa asli enak dan nyaman. Aku shalat Dzuhur berjamaah di sana. Perjalanan dilanjutkan ke pantai Kuwaru, di Srandakan Bantul. Di tempat ini hingga shalat Ashar, kemudian berkemas ke Tlogo Tamantirto. Tanjaaap, sampai rumah pukul 17.50.



◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Best Patner

Copyright © 2012. ZUKRA SMPN3PPU - All Rights Reserved B-Seo Versi 3 by Blog Bamz