Sabtu, 30 Agustus 2014

MUSIK ANTARA BUKAN, BUTUH

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 18.46 | Label : | 0 Comments
MUSIK ANTARA TIDAK, BUTUH

Musik sudah bagian hidup kita. Hampir-hampir  kita tidak bisa lepas dari musik. Diskusi tentang musik menjadi menarik. Hampir semua kalangan mendengarkan musik baik fakor  disengaja atau bukan. Kita sepertinya tidak bisa lepas dari musik. Ragam musik bermacam-macam dari ragam tradisional, klasik, rok, dangdut, modernn dan lain-lain.
Para ulama berbeda pendapat berkaitan dengan musik. Ada yang membolehkan, ada juga yang mengharamkannya.
1.      Pendapat yang mengaharamkan musik
Menurut al-Gazali, para ulama berbeda pendapat. Sejumlah ulama seperti Qadi Abu Tayyib al-Tabari,  Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, Sufyan dan lainnya menyatakan bahwa musik hukumnya haram. Seperti kata Imam Syafi’i,  ”Menyanyi hukumnya makruh dan menyerupai kebatilan. Barang siapa sering bernyanyi maka tergolong safeh (orang bodoh). Karena itu, syahadah-nya (kesaksiannya) ditolak”. 
DR Wahbah mengatakan bahwa yang masyhur didalam madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) adalah mengharamkan menggunaan alat-alat untuk menyanyi, seperti : lute, drum, seruling, rebab dan yang lainnya termasuk memetik gitar, flute, klarinet dan yang lainnya.
Didalam mengharamkan musik ini, mereka juga menggunakan dalil dari Al Qur’an ;
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : “dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah.” (QS. Luqman : 6)
Para ulama Syafi’i dan Hambali memakruhkan alat pukul yang terbuat dari dahan pohon yang menjadikan nyanyiannya semakin ramai dan nyanyian itu tidak akan ramai apabila alat itu digunakan sendirian. Alat itu menyertai nyanyian sehingga hukumnya adalah hukum nyanyian, yaitu makruh apabila digabungkan dengan sesuatu yang haram atau markruh seperti tepuk tangan, nyanyian, tarian dan apabila tidak ada hal-hal demikian maka ia tidaklah makruh karena ia bukanlah alat musik…
Dengan pendapat tersebut. Pertanyaannya, seni musik apakah alat musik, bunyinya atau syairnya yang haram. Apa bedanya bunyi gitar dengan akapela (suara manusia).
2.      Pendapat yang membolehkan musik
Imam Malik, Zhohiriyah dan sekelompok orang-orang sufi membolehkan mendengarkan musik walaupun dengan menggunakan alat pukul dari kayu dan rotan, ini adalah pendapat sekelompok sahabat, seperti Ibnu Umar, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Zubeir, Muawiyah, Amr bin ‘Ash dan yang lainnya serta sekelompok tabi’in seperti Sa’id bin Musayyib. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2664 – 2665)
Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan didalam fatawanya tentang belajar alat musik dan mendengarkannya bahwa sesungguhnya Allah swt menciptakan manusia dengan memiliki insting atau tabi’at yang cenderung kepada kesenangan dan kebaikan yang membekas didalam dirinya. Dengan hal itu dirinya menjadi tenang, senang, bersemangat dan menenangkan anggota tubuhnya. Jiwanya juga merasa lega dengan berbagai pemandangan yang indah seperti pemandangan yang hijau, air yang jernih, wajah yang cantik, bebauan yang wangi.
Syari’at tidaklah mematikan insting itu akan tetapi ia mengaturnya dan bersifat moderat didalam islam merupakan sesuatu yang sangat mendasar yang telah ditunjukkan oleh Al Qur’an yang mulia, seperti firman-Nya :
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.” (Qs. Al A’raf : 31)
Berdasarkan hal itulah syariat islam mengarahkan manusia untuk memenuhi berbagai tuntutan instingnya kepada batas yang moderat dan tidak melepaskannya begitu saja dan tidak juga mencabut insting itu didalam menyukai berbagai pemandangan yang baik, suara-suara yang nikmat didengar dan sesungguhnya syariat itu mengaturnya dengan baik dan seimbang kepada apa-apa yang tidak membawa kemudharatan dan kejahatan.
Beliau juga menambahkan didalam fatwanya bahwa dirinya telah membaca pendapat salah seorang fuqoha abad XI, tulisannya itu berjudul “Penjelasan dalil-dalil dalam mendengarkan alat-alat musik” oleh Syeikh Abdul Ghani an Nablusi al Hanafi yang menegaskan didalamnya bahwa hadits-hadits yang dijadikan dasar oleh orang-orang yang mengharamkan musik terikat dengan penyebutan berbagai macam permainan, penyebutan khomr, biduanita, perbuatan tak senonoh dan hampir dipastikan bahwa didalam hadits tersebut tidak disebutkan perbuatan-perbuatan yang demikian. Nabi saw, para sahabat, tabi’in, para imam dan fuqoha telah menghadiri berbagai pertemuan untuk mendengarkan sesuatu yang tidak ada didalamnya suatu pelecehan dan yang diharamkan, hal ini juga banyak dikemukakan oleh para fuqoha. Fatwanya bahwa mendengarkan alat-alat yang memiliki alunan (senandung) atau suara-suara tidak mungkin diharamkan hanya sebatas suara yang keluar dari alat itu akan tetapi ia diharamkan apabila ia digunakan untuk sesuatu yang diharamkan atau menggunakan sarana yang diharamkan atau melalaikan yang wajib.
Kesimpulan ini didapat dari berbagai kitab fiqih para madzhab dan hukum-hukum didalam Al Qur’an dan dari sisi bahasa bahwa memukul duff (rebana) atau alat-alat lainnya para penunggang onta, untuk menggelorakan semangat para tentara dalam berperang, didalam perkawinan, hari raya, kedatangan orang yang selama ini hilang, membangkitkan semangat untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang penting adalah mubah sebagaimana kesepakatan ulama.
Kaidah fiqh dalam hal ini
اَلأَصْلُ فِى اْلأَشْيَاءِ اْلإِ بَا حَة حَتَّى يَدُ لَّ اْلدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
“hukum asal dari sesuatu (muamalah) adalah mubah sampai ada dalil yang melarangnya (memakruhkannya atau mengharamkannya)
الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ
“asal dalam muamalah adalah halal”
Adapun perbedaan yang terjadi diantara para fuqoha yang terdapat didalam buku-buku mereka adalah masalah halal atau tidak halal menyibukkan dirinya dengan musik baik mendengarkan, menghadiri atau mengajarkan apabila para pelakunya adalah orang yang berbuat haram seperti meminum khomar, nyanyian tak senonoh, cabul (jorok) yang bisa membangkitkan hawa nafsu maupun kefasikan pada orang-orang yang mendengarkannya begitu juga dengan joget atau perbuatan mesum lainnya. Dan itu semua digunakan pada tempat-tempat yang mengandung kemunkaran atau diharamkan… “
Ibnu Hazm mengatakan bahwa permasalahan ini tergantung dari niatnya. Barangsiapa yang berniat untuk menghibur dirinya, menyemangatinya untuk berbuat ketaatan maka ia termasuk orang yang taat dan berbuat baik dan barangsiapa yang berniat bukan untuk ketaatan juga bukan untuk kemaksiatan maka hal itu termasuk didalam perbuatan yang sia-sia yang dimaafkan seperti manusia yang keluar ke kebunnya hanya untuk refresing atau orang yang duduk-duduk di depan pintu rumahnya untuk rileks semata.
Imam Ghozali mengemukakan pendapat asy Syaukani didalam menjelaskan hadits,”Segala permainan yang dimainkan seorang mukmin adalah batil.” Tidaklah menunjukkan pengharaman akan tetapi menunjukkan tidak adanya manfaat dan setiap yang tidak ada manfaat didalamnya termasuk mubah (boleh).” (Fatawa al Azhar juz VII hal 263)
Demikian pula terhadap musik karya Wolfgang A Mozart, musik simfoni, sonata, concerto yang termasuk didalam golongan musik-musik klasik maka ia—sebagaimana fatwa diatas—dibolehkan selama tetap memperhatikan hal-hal berikut ;
1.      Tidak diniatkan untuk masiat kepada Allah swt.
2.      Tidak berlebih-lebihan didalam menikmati maupun mendengarkannya sehingga melalaikannya dari perkara-perkara yang diwajibkan, seperti : sholat, mengingat Allah maupun kewajiban lainnya.
3.      Para pemainnya tidak menampilkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau dilarang agama.
4.      Biduanitanya—jika ada—tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mengundang fitnah, seperti :menggunakan gaun yang seronok, tidak sopan, bergoyang-goyang atau menyanyikannya dengan suara-suara yang dibuat-buat sehingga membangkitkan birahi dan merangsang syahwat orang-orang yang mendengarkannya.
5.      Bait-bait syair lagunya tidak bertentangan dengan adab dan ajaran islam, seperti mengandung kemusyrikan, pelecehan, jorok dan sejenisnya.
6.      Tidak diadakan di tempat-tempat yang mengandung syubhat, kemunkaran atau diharamkan, seperti di tempat yang dibarengi dengan minuman keras, dicampur dengan perbuatan cabul dan maksiat.

Bagi seorang muslim yang menyukai musik ini maupun yang ingin mengambil manfaat darinya untuk hal-hal diatas maupun yang lainnya maka tidaklah menempatkannya diatas dari keagungan, keindahan maupun mafaat dari Al Qur’an. Hendaklah terlebih dahulu ia menggunakan Al Qur’an sebelum menggunakan musik tersebut karena Al Qur’an adalah obat, menenangkan jiwa, menghibur dikala sedih, mengasah ketajaman hafalan dan lainnya. Adapun setelah itu dia ingin menggunakan musik klasik untuk diambil manfaatnya seperti yang dikatakan oleh para pakar dan selama tidak mengandung hal-hal yang dilarang seperti yang disebutkan diatas maka ia dibolehkan.
Muhammadiyah
Alatul Malahi yang di maksud adalah alat bunyi-bunyian (musik) dan hukumnya berkisar kepada illatnya (sebabnya). Dan ia ada 3 macam :a. Menarik kepada keutamaan seperti menarik kepada keberanian di medan peperangan, hukumnya sunat.b. Untuk main-main belaka (tak mendatangkan apa-apa) hukumnya makruh, menilik hadits :”Termasuk kesempurnaan seseorang ialah meninggalkan barang yang tak berarti”. (hadits ini di riwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah). c. Menarik kepada ma’siyat hukumnya haram
Nahdatul Ulama

Muktamar memutuskan bahwa segala macam alat-alat orkes (malahi) seperti seruling dengan segala macam jenisnya dan alat-alat orkes lainnya, kesemuanya itu haram, kecuali terompet perang, terompet jamaah haji, seruling penggembala, dan seruling permainan anak-anak dan lain-lain sebagainya yang tidak dimaksudkan dipergunakan hiburan.

Sabtu, 16 Agustus 2014

Pamer Kurikulum 2013

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 02.03 | Label : | 0 Comments

Pamer Kurikulum 2013

Wednesday, 13 August 2014, 14:56 WIB 
REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Asep Sapa’at, Praktisi Pendidikan, Pemerhati Karakter Guru di Character Building Indonesia 

Pikiran saya menerawang. Dalam implementasi kurikulum di Indonesia, selama ini yang tampak hanya rutinitas. Tanpa data riset yang memadai, kurikulum tiba-tiba mesti diganti. Di tengah kegaduhan dalam masa persiapan, guru tak diajak diskusi dan diberi ruang untuk sumbang pemikiran terkait pengalaman terbaik mereka sebagai eksekutor kurikulum di lapangan. Yang pro perubahan kurikulum berdaulat, yang kontra dikucilkan. Jelang kick off tanggal 14 Juli 2014, ribuan guru dilatih dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Terbitlah buku paket dan panduan kurikulum yang hadir saling berkejaran dengan waktu penerapan yang makin mepet. Apa sesungguhnya yang diharap dari hadirnya kurikulum 2013? 

Di Indonesia, telah dilakukan beberapa kali pembaharuan kurikulum, yaitu tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, & 2006. Menurut Prof. Dr. Dedi Supriadi (2004), perubahan kurikulum ada dua jenis, perubahan berskala besar dan kecil. Perubahan kurikulum dari tahun 1975 sampai 2004 merupakan perubahan kurikulum berskala besar. Terjadinya perubahan struktur & materi kurikulum jadi penandanya. Pun yang terjadi dengan perubahan dari kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013. Perubahan tersebut membawaserta perubahan pada berbagai aspek & dimensi pendidikan, seperti guru, sarana penunjang khususnya buku-buku teks, kegiatan belajar-mengajar, evaluasi, dan peserta didik beserta orangtuanya. Hampir dapat dipastikan perubahan yang bersifat komprehensif & berskala besar cenderung mengubah arah & orientasi praktik pendidikan di semua tingkatan, khususnya di tingkat sekolah.

Sayangnya, perubahan kurikulum dalam skala kecil belum pernah dilakukan. Perubahan pada skala mikro lebih mengandalkan pada pengalaman para guru dan praktisi pendidikan dalam menerapkan kurikulum. Cirinya, sambil kurikulum berjalan sambil terus diperbaiki. Dampaknya tidak bersifat menyeluruh & mendadak. Guru punya ruang kreativitas yang cukup leluasa untuk mengeksplorasi penerapan kurikulum pada lokasi & konteks sekolah yang berbeda-beda. Tanya pemerintah, mengapa opsi memperbaharui kurikulum dalam skala kecil tak pernah jadi pilihan kebijakan? 

Dalam konteks pengambilan kebijakan, Sheldon Shaeffer—Dalam makalahnya berjudul Educational Change in Indonesia: A Case Study of Three Innovations-- pernah mengatakan bahwa orang Indonesia ‘tak membaca’ kajian dan hasil penelitian kebijakan pendidikan. ‘Tak membaca’ maknanya bersayap. Apakah pengambil kebijakan kita tak mau atau tak mampu belajar dari keberhasilan dan kegagalan masa lalu untuk menetapkan kebijakan terkini. Jika tak mampu, mestinya belajar. Jika tak mau, inilah persoalan serius para pengambil kebijakan di bangsa kita. Mengancik pada pernyataan Shaeffer, saya berani katakan kurikulum 2013 adalah program 2P, ‘Pamer Kekuasaan’ dan ‘Pelestarian Kejumudan’. 

Atas nama kekuasaan, seluruh guru Indonesia dipaksa harus siap terapkan kurikulum 2013. Guru yang patuh pada pimpinan tak kuasa untuk mengatakan belum atau tidak siap. Inti masalahnya, apakah para guru sudah paham dan terampil praktikkan kurikulum 2013 di ruang-ruang kelas? 

Survei Kompas (13  Mei 2013) tentang Guru dan Kualitas Pendidikan Nasional 2013 bisa dijadikan salah satu bahan refleksi. Para guru SD-SMP belum memiliki pemahaman memadai tentang kurikulum 2013. Dalam aspek konseptual, lebih dari separuh responden guru belum mengetahui perbedaan muatan isi antara kurikulum 2006 dan kurikulum 2013. Karena buta konsep, hampir separuh guru tidak paham teknis menjabarkan materi kurikulum 2013 ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Akhirnya, di tataran operasional hampir separuh guru mengaku bingung bagaimana cara mengajar dengan pendekatan tematik integratif. Yang mengkhawatirkan, faktor usia dan ‘jam terbang’ guru berbanding terbalik dengan tingkat pengetahuan guru terhadap kurikulum 2013. Makin lama masa kerja guru, maka tingkat pengetahuan terhadap kurikulum baru justru makin rendah. ‘Guru senior’ kadung terjebak di zona nyaman. Tingkat resistensi terhadap perubahan sangat tinggi.

Memang Kemdikbud tak pandai membaca tanda-tanda zaman. Mengubah pola pikir guru yang kadung stagnan tak bisa diatasi dengan pelatihan guru yang serba instan dan mendadak. Guru bisa diajak berubah ketika aspek ‘WHY’ bisa dipahamkan pada diri guru tentang landasan perubahan kurikulum 2013. Bukan langsung bicara ‘WHAT’ dan ‘HOW’. Karena efek pelatihan berlangsung singkat, guru pun bisa setengah-setengah dalam memahami teori konseptual dan bagaimana kurikulum 2013 diterapkan di kelas. Konsekuensi logisnya, fokus perubahan kurikulum yang esensial terabaikan. Apa itu? Kualitas pembelajaran siswa. Guru gagal mengajar, murid tak bisa belajar. Pesan sarat hikmah buat guru, “You can not give what you do not have”. Apa yang bisa diberikan kepada murid jika guru tak paham makna perubahan kurikulum dan esensi mengajar? 

Mungkinkah kurikulum 2013 mampu kembangkan kreativitas siswa? Impossible. Mana mungkin guru bisa kreatif ketika semua guru masih ‘disuapi’ dengan dokumen kurikulum dari pusat. Mengapa pula penulisan buku teks pelajaran tak diserahkan kepada guru? Idealnya guru diberi kesempatan untuk berkolaborasi dalam program pengembangan profesional secara berkelanjutan. Produk buku (buku paket pelajaran, lembar kerja siswa, dsb) bisa dijadikan salah satu output dari program pengembangan profesional tersebut. Semboyan ‘dari guru oleh guru untuk guru’ digelorakan. Bukan sekadar proyek penerbitan dan percetakan buku yang dimonopoli pusat. Tapi produk kebijakan yang didesain untuk mendorong guru kreatif berkarya tulis secara kolaboratif. Yang jadi soal, apa mungkin ide-ide pengembangan seperti ini digagas dan dilakukan tergesa-gesa dan berbasis proyek jangka pendek?  

Memang sejak ide perubahan kurikulum 2013 digagas, praktis guru nihil peran dan kontribusi. Bukannya guru tak mau sumbang saran, tapi tak ada ruang karena khawatir sarannya dianggap ‘sumbang’ oleh pengambil kebijakan. Pameran kekuasaan dan pelestarian kejumudan mewarnai lahirnya kurikulum 2013. Pamer kekuasaan menempatkan guru terposisi sebagai objek bukan subjek perubahan. Sedangkan kejumudan dipamerkan lewat pola pengambilan kebijakan yang selalu top down dan tak menghendaki guru jadi sosok yang lebih cerdas dan kreatif. Ketika kurikulum 2013 dianggap gagal, mustahil Kemdikbud berani pamerkan kegagalannya. Tradisinya, jari telunjuk lebih sering mengarah pada sosok guru yang kerap jadi kambing hitam. Jika situasinya sudah sepelik ini, kepada siapa lagi guru harus mengadu? 

Senin, 04 Agustus 2014

Jam Tambahan di SMP Muhammadiyah Babulu

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 20.02 | Label : | 0 Comments
TAMBAH JAM PELAJARAN
Senin, 4 Agustus 2014, saya mulai mengajar di SMP Muhammadiyah Babulu. Sebagai guru PAI, dihari pertama ini, saya didaulat mengisi halal bihalal dihadapan guru dan siswa. bersama mereka berdiri di halaman kantor SMP Muhammadiyah. Materi yang dimaui oleh sekolah memberi motivasi kepada siswa agar rajin belajar. Karena tema halal bihalal tentu mengutip QS. Ali’Imran ayat 133. Dan bersegeralah keampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi disediakan bagi orang bertakwa.

Dengan dalil ini ada 5 hal yang harus dimiliki setelah kita menjalankan ibadah Ramadhan selama satu bulan. Yaitu, pertama bersegera minta ampun bila kita merasa ada kesalahan atau kekhilafan. Kaum muslimin hendaknya bersifat pemberi maaf kepada siapapun meskipun hal itu dirasa berat. Yang kedua, niat dengan ikhlas semua kegiatan yang kita lakukan agar mendapatkan yang kita cita-citakan. Bahkan semua hal yang dilakukan dengan ikhlas adalah ridha Allah yang diaharapkan akan diperoleh.

Yang ketiga, optimis akan masa depan dan apa yang hendak kita harapkan. Harapan adalah hidayah Allah, hidup tanpa harapan sama halnya dengan binatang. Harapan dan optimis akan keberhasilan kita menandakan bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini. Yang keempat, kerja keras. Sikap kerja keras harus sebagai bukti amalan dibulan Ramadhan. Bukti ketakwaan.

Kelima, tawakal. Apapun yang kita lakukan tentu ada campur tangan Allah Swt.  Kelima hal inilah simpulan yang saya sampaikan kepada mereka.

Kemudian, saya sampaikan, bahwa kita mulai dari sekarang untuk melakukan perubahan. Perubahan menuju penguatan karakter. Kita mulai dari kegiatan edukasi shalat dhuha, shalat dzuhur berjamaah dan pembangunan ruh siswa. Dengan begitu, karakter siswa SMP Muhammadiyah memiliki karekter tersendiri. Kegiatan ini telah kita lakukan hari berikutnya, Selasa, 5 Agustus. Bersama dengan kepala sekolah, Pak akhmad Syahni shalat dhuha dilaksanakan pukul 08.00.

Hal paling mendasar dalam membangun karakter siswa adalah guru sebagai  tauladan. Bahkan lebih luas lagi, semua warga sekolah bagian dari aspek penting dalam membangun karakter siswa muslim.

Interospeksi untuk pimpinan Muhammadiyah, masih banyak sekolah Muhammadiyah dengan guru terbang. Misalnya SMP Muhammadiyah Babulu satu guru DPK sebagai kepala sekolah, satu orang guru yayasan, guru-guru lainnya adalah guru-guru terbang. Mohon doa kepada semua kaum muslimin semoga SMP Muhammadiyah Babulu bisa lebih maju. Menurut saya kondisi sekolah yang demikian masih kurang layak. Saya  merasa, aduh, khawatir jika sekolah ini dibiarkan apa adanya begini, kasihan kader-kader bangsa.


◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Best Patner

Copyright © 2012. ZUKRA SMPN3PPU - All Rights Reserved B-Seo Versi 3 by Blog Bamz