By ZUKRA_SMPN3PPU | At 19.32 | Label : | 0 Comments
TAHUN
BARU
Umat manusia di berbagai
negeri sangat antusias menyambut perhelatan yang hanya setahun sekali ini,
tidak ketinggalan di negeri yang penduduknya mayoritas Muslim seperti
Indonesia. Hingga mereka jauh-jauh hari
sudah mempersiapkannya untuk menyambut tahun baru masehi tersebut. Bahkan sampai lembur pun, mereka dengan rela dan
sabar menunggu pergantian tahun. Tepat pukul 00.00 terdengarlah suara lonceng dari gereja, suara terompet
yang ditiup, petasan (kembang api) dan lilin yang dinyalakan, bahkan mereka
juga memakai pakain dan topi sinterklas serta mengucapkan selamat natal dan tahun
baru yang sebagian besar dilakukan oleh
umat Islam. Lantas bagaimanakah menurut pandangan Islam -agama yang hanif-
mengenai perayaan tersebut? Apakah mengikuti dan merayakannya diperbolehkan?
Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali
dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah
Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti
penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM.
Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes,
seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan
baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan
orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365
seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun
46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat
tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa
menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar
terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya,
yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama
pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan AgustusDari sini kita
dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan
sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru terjadi pada pergantian tahun
kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.
berikut adalah beberapa kerusakan yang terjadi seputar
perayaan tahun baru masehi.
1. Merayakan Tahun Baru
Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram
Perlu diketahui bahwa
perayaan (‘ied) kaum muslimin hanya ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha.
Anas bin Malik mengatakan,
عَنْ
أَنَسٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ
يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ». قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ
فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ
اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ
». رواه أبو داود، وأحمد، والنسائي على شرط مسلم.
Rasulullah
SAW datang ke Madinah, dan mereka mempunyai dua hari, mereka bermain-main pada
kedua hari itu, maka Rasulullah bertanya:
“Ini dua hari apa?” Mereka menjawab; Kami dulu bermain pada kedua hari
ini di masa jahiliyah. Lalu Rasulullah SAWberkata: “Sesungguhnya Allah sungguh
telah mengganti yang lebih baik dari keduanya itu untuk kamu yaitu hari raya
adha (qurban) dan hari raya fithri (berbuka).(HR Abu Dawud, Ahmad, dan
An-Nasaai atas syarat Muslim). [2] HR. An Nasa-i no. 1556. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Hari raya kaum muslimin
hanya ada dua yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Merayakan tahun baru tidak ada
petunjuknya..
2. Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru)
Orang Kafir
Merayakan tahun baru
termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita saw sudah
mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi,
Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau
pun berhari raya.
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah saw
bersabda,
« لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ
وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ
». قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ ».
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan
orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta
sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh
lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat)
berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan
Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [4] (HR. Muslim no. 2669, dari Abu Sa’id Al
Khudri).
Lihatlah
apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau
katakan benar-benar nyata saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti
oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai
perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.
Ingatlah, Nabi SAW secara
tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda,
« مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ ».
”Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” [5] (HR.
Ahmad dan Abu Daud). Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa
sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269.
[6]
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan
dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As
Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).
3.
Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita
sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari bukan tradisi kaum
muslimin.
Perayaan
tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas
kenapa harus menjadi amalan ritual tertentu? Apalagi menunggu pergantian tahun
pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan
kami utarakan.
وَكَمْ
مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
“Betapa banyak orang yang
menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi).
4. Meninggalkan Shalat Lima
Waktu
Betapa banyak kita saksikan,
karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun,
bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau
bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari
shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada
yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi
hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban
tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.
الْعَهْدُ
الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian
antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya
maka dia telah kafir.” [10] (HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah).
Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574
Oleh
karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga
membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.
5.
Terjerumus dalam Zina
Jika
kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada
mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan
berkhalwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai
terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam
tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan
lawan jenis. Inilah yang terjadi di
malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.
Di
dalam Islam, aturan yang ditegakkan mengenai zina sudah jelas. Karena dalam
Al-Qur’an ditegaskan:
الزَّانِيَةُ
وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ
بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ [النور/2]
Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS An-Nur: 2).
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ ، فَقَدْ أَحَلُّوا
بِأَنْفُسِهِمْ كِتَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
(الطبرانى ، والحاكم ، والبيهقى فى شعب الإيمان عن ابن عباس ، ولفظ الحاكم
: عَذَابَ الله)
Dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah SAWbersabda: Apabila
zina dan riba telah nampak di suatu kampong, maka sungguh mereka telah
menghalalkan diri-diri mereka (ditimpa) khitab (ketetapan) Allah ‘. (HR
At-Thabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Ibnu Abbas). Lafal
Al-Hakim:Azab Allah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Al-Bani dalam Shahihul
Jami’ nomor 679, dan dishahihkan Adz-Dzahabi dalam At-Talkhish).
6.
Mengganggu orang lain
Merayakan
tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara
bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemunkaran karena mengganggu
orang lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat
seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah
terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
« الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ».
“Seorang
muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”
[13] (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41).
7.
Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan
Perayaan
malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam.
Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru
sebesar Rp.10.000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan
tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia,
maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam?
Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 10.000, bagaimana jika lebih
dari itu?! Padahal Allah Ta’ala telah
berfirman
وَآتِ
ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
(٢٦)إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ
كَفُورًا (٢٧)
Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros.Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
(QS. Al Isro’: 26-27).
8.
Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan
tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan
untuk hal yang manfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi SAW telah memberi
nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,
« مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ ».
“Di antara tanda kebaikan Islam
seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”[15] (HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Shohih
wa Dho’if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Ibnu
Qoyyim, berkata “(Ketahuilah bahwa)
menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan
memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan
kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[16] Al Fawa’id, hal. 33
Seharusnya
seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan.
Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri
nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah, bukan
dengan menerjang larangan Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya.
Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela.
Allah Ta’ala berfirman
أَوَلَمْ
نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا
فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ (٣٧)
“…Dan
Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi
orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi
peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang
zalim seorang penolongpun.” (QS. Fathir:
37).