Kamis, 24 Desember 2015

HAL YANG PENTING TENTANG TAHUN BARU

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 19.32 | Label : | 0 Comments

TAHUN BARU
Umat manusia di berbagai negeri sangat antusias menyambut perhelatan yang hanya setahun sekali ini, tidak ketinggalan di negeri yang penduduknya mayoritas Muslim seperti Indonesia.  Hingga mereka jauh-jauh hari sudah mempersiapkannya untuk menyambut tahun baru masehi tersebut. Bahkan  sampai lembur pun, mereka dengan rela dan sabar menunggu pergantian tahun. Tepat pukul 00.00 terdengarlah  suara lonceng dari gereja, suara terompet yang ditiup, petasan (kembang api) dan lilin yang dinyalakan, bahkan mereka juga memakai pakain dan topi sinterklas serta mengucapkan selamat natal dan tahun baru yang  sebagian besar dilakukan oleh umat Islam. Lantas bagaimanakah menurut pandangan Islam -agama yang hanif- mengenai perayaan tersebut? Apakah mengikuti dan merayakannya diperbolehkan?
Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan AgustusDari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.
berikut adalah beberapa kerusakan yang terjadi seputar perayaan tahun baru masehi.
1. Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram
Perlu diketahui bahwa perayaan (‘ied) kaum muslimin hanya ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan,
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ». قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ ». رواه أبو داود، وأحمد، والنسائي على شرط مسلم.
Rasulullah SAW datang ke Madinah, dan mereka mempunyai dua hari, mereka bermain-main pada kedua hari itu, maka Rasulullah bertanya:  “Ini dua hari apa?” Mereka menjawab; Kami dulu bermain pada kedua hari ini di masa jahiliyah. Lalu Rasulullah SAWberkata: “Sesungguhnya Allah sungguh telah mengganti yang lebih baik dari keduanya itu untuk kamu yaitu hari raya adha (qurban) dan hari raya fithri (berbuka).(HR Abu Dawud, Ahmad, dan An-Nasaai atas syarat Muslim). [2] HR. An Nasa-i no. 1556. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Hari raya kaum muslimin hanya ada dua yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Merayakan tahun baru tidak ada petunjuknya..
2. Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita saw sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,
« لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ ». قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ ».
 “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [4]   (HR. Muslim no. 2669, dari Abu Sa’id Al Khudri).
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan benar-benar nyata saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.
Ingatlah, Nabi SAW secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda,
« مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ ».
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” [5] (HR. Ahmad dan Abu Daud). Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269.

[6] Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).
3. Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari bukan tradisi kaum muslimin.
Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus menjadi amalan ritual tertentu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.
وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi).
4. Meninggalkan Shalat Lima Waktu
Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” [10] (HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah). Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574
Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.

5. Terjerumus dalam Zina
Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkhalwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan  jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.
Di dalam Islam, aturan yang ditegakkan mengenai zina sudah jelas. Karena dalam Al-Qur’an ditegaskan:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ [النور/2]
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS An-Nur: 2).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ كِتَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.  (الطبرانى ، والحاكم ، والبيهقى فى شعب الإيمان عن ابن عباس ، ولفظ الحاكم : عَذَابَ الله)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah SAWbersabda: Apabila zina dan riba telah nampak di suatu kampong, maka sungguh mereka telah menghalalkan diri-diri mereka (ditimpa) khitab (ketetapan) Allah ‘. (HR At-Thabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Ibnu Abbas). Lafal Al-Hakim:Azab Allah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Al-Bani dalam Shahihul Jami’ nomor 679, dan dishahihkan Adz-Dzahabi dalam At-Talkhish).
6. Mengganggu orang lain
Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemunkaran karena mengganggu orang lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
« الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ».
“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.” [13] (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41).
7. Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan
Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.10.000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 10.000, bagaimana jika lebih dari itu?!  Padahal Allah Ta’ala telah berfirman
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (٢٦)إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (٢٧)
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al Isro’: 26-27).
8. Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang manfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi SAW telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,
« مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ ».
Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”[15]  (HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Ibnu Qoyyim, berkata  “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[16]  Al Fawa’id, hal. 33
Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah, bukan dengan menerjang larangan Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ (٣٧)
“…Dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.”  (QS. Fathir: 37).



Selasa, 12 Mei 2015

Isra dan Miraj dalam persepktif ilmu pengetahuan

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 18.47 | Label : | 0 Comments
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
[17:1] Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya,  agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Kami berkahi sekelilingnya artinya masjidil Aqsa dan daerah sekitarnya dapat berkah dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi dinegeri itu berikut kesuburan tanahnya (Tafsir Depag RI. Hal. 282)
Asbabun Nuzul ayat ini Ummu Hani ra, mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan pendustaan Walid bin Mughirah keesokan harinya terhadap peristiwa isra miraj  yang terjadi pada Rasulullah saw, Muhammad itu tak lain adalah seorang tukang sihir(HR. Abu Ya’la).
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى
[53:13] Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
عِندَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى
[53:14] (yaitu) di Sidratil Muntaha (tempat yang paling atas pada langit ke-7)
عِندَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى
[53:15] Di dekatnya ada syurga tempat tinggal,
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى
[53:16] (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى
[53:17] Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
[53:18] Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.

Sejarah Islam mencatat peristiwa isra miraj sebagai bagian dari mujizat Nabi Muhammad Saw. Isra berarti berjalan diwaktu malam. Miraj berarti alat untuk naik. Isra miraj mengandung penngertian perjalanan Nabi Muhammad Saw pada waktu malam hari dari masjid al Haram ke masjid al-Aqsa dilanjutkan ke Sidratul muntaha. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu
Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh ‘amul husni (tahun kesedihan), karena rundung duka ditinggal selamanya oleh istri tercinta Khadijah dan paman beliau Abu Thalib. Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.

Sikap terhadap isra miraj
Pertama, sikap membenarkan secara totalitas  apa yang telah terjadi  pada  Rasulullah Muhammad Saw yang tidak pernah bohong. Sikap ini ditunjukkan oleh Abu Bakar dan para sahabat
Kedua, sikap mengikari peristiwa isra miraj. Muhammad dituduh tidak waras. Tidak ada seorangpun yang mampu berjalan  dari Mekah ke Baitul Maqdis (Aqsa) hanya satu malam. Sikap ini diperlihatkan oleh Abu Jahal dan kawan-kawan.
Ketiga, sikap ragu-ragu. Mereka terbawa oleh suasana kontradiksi, mau percaya kok rasanya berita itu tidak masuk akal. Tapi ngga percaya, kan Muhammad tidak pernah berbohong. Lantas bagaimana dengan kita? Termasuk golongan yang mana: tidak yakin, ragu-ragu, atau yakin? Alternatif dari jawaban itu adalah bahwa kita harus yakin dengan di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kannya Muhammad, sekaligus meyakinkan kaum peragu bahwa peristiwa ini pun masuk akal, logis, dan rasional. Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan modern.
Bukankah telah disinyalir Tuhan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menjelajah seantero jagat raya dengan kekuasannya (QS.Ar Rahman:33).
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانفُذُوا لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ
[55:33] Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
فَبِأَيِّ آلَاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
[55:34] Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Dalam buku Terpesona di Sidratul Muntaha, Agus Mustofa menjelaskan setidak-tidaknya ada delapan kata kunci yang menjadi catatan penting dan menuntut pemahaman kita menembus batas-batas langit untuk menafsir perjalanan ini.
Pertama, terdapat pada kata سُبْحَانَ Subhana, Maha Suci Allah. Hal ini mengisyaratkan bahwa persitiwa ini sangat luar biasa. Barangkali inilah salah satu bukti bahwa Allah adalah Maha dari segala Maha. Maha tanpa batasan ruang, waktu, bahkan massa.
Quraish Shihab (1992:338), peristiwa ini membuktikan bahwa ‘ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas ruang dan waktu.
Kedua, adalah dalam kata أَسْرَى asraa, yang telah memperjalankan. Ini berarti bahwa perjalanan Isra Mi’raj bukan atas kehendak Rasulullah, melainkan kehendak Allah. Rasul tidak akan sanggup melakukan perjalanan itu atas kehendaknya sendiri. Jangankan manusia biasa, Rasul sekali pun tidak akan bisa tanpa diperjalankan oleh Allah.
Allah lantas mengutus malaikat Jibril untuk membawa Nabi melanglang ‘ruang’ dan ‘waktu’ didalam alam semesta ciptaan Allah. Mengapa Jibril? Sebab Jibril merupakan makhluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya. Dengan badan cahayanya itu, Jibril bisa membawa Rasulullah melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata.
Pembuktian menurut ilmu Fisika lanjut Mudhary (1996;28), bahwa eter menjadi zat pembawa sekaligus pelantara daya elektromagnetik. Eter adalah udara yang ringan sekali, lebih ringan dari udara yang dihirup oleh manusia: O2. Dalam bahasa Arab disebut dengan “Itsir”. Jika eter bergetar, niscaya membutuhkan pula zat pembawa yang lebih halus lagi dari eter itu sendiri, agar getaran eter itu bisa tersebar ke mana-mana.
Selain Jibril, perjalanan super istimewa itu disertai juga oleh kendaraan spesial yang didesain Allah dengan sangat spesial bernama Buraq. Ia adalah makhluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malakut yang dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut.
Jika seandainya kecepatan Buraq diambil serendah-rendahnya setara dengan perbandingan kecepatan elektris saja: 300.000 kilometer per detik, maka jarak antara Masjidil Haram di Mekkah dengan Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak 1.500 kilometer, paling tidak memakan waktu 1/200 detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang kecepatannya pun bisa melebihi kecepatan elektris tadi.
Ketiga, terdapat dalam kata عَبْدِهِ ‘abdihi, Hamba-Nya. Hal ini berarti bahwa tidak semua orang secara sembarangan mampu melakukan perjalanan Isra Mi’raj. Perjalanan fantastis yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang sudah mencapai tingkatan ‘abdihi, hamba-Nya. Atau dalam istilah Quraish Shihab sebagai insan kamil.
Keempat, dalam kata لَيْلاً laila, malam hari. Perjalanan spesial ini dilakukan pada malam hari dan bukan siang hari. Kenapa? Inilah dia bukti kebesaran Tuhan Sang Maha Gagah itu. Ia mengendalikan perjalanana Isra Mi’raj dengan apik dan sangat canggih.
Apalagi alasan logis mengenai hal itu, bahwa pada siang hari radiasi sinar matahari demikian kuatnya, sehingga bisa membahayakan badan Nabi Muhammad yang sebenarnya memang bukan badan cahaya. Badan nabi yang sesungguhnya tentu saja adalah materi. Perubahan menjadi badan cahaya itu bersifat sementara saja, sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan bersama Jibril.
Dengan melakukannya pada malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang yang bakal membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik buat perjalanan itu (Mustofa, 2006:25).
Sebagai gambaran sederhana, ketika di malam hari kita menyalakan radio, maka gelombang yang kita tangkap akan jernih dan lebih mudah dari siang hari.
Sebab gelombang radio tersebut tidak mengalami gangguan terlalu besar yang saling bersinggungan dengan gelombang lainnya. Begitulah gambaran sederhananya, sebab waktu malam hari adalah waktu yang paling kondusif untuk perjalanan super spesial demi kelancaran perjalanan ini.
Kelima, terdapat dalam kata minal Masjidil haram ilal masjidil Aqsha, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Perjalanan ini dimulai dari mesjid ke mesjid, sebab mesjid adalah bangunan yang memiliki energi positif. Disanalah orang-orang berusaha untuk menyucikan diri, mendekat, bahkan merapat kepada Tuhannya. Masing-masing mesjid tersebut ibarat tabung energi positif bagi perjalanan Nabi.
Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dijadikan sebagai terminal pemberangkatan dan kedatangan. Hal ini mirip dengan tabung transmitter dan recieveri, yang dipergunakan dalam proses perubahan badan Nabi Muhammad dari materi menjadi cahaya jauh lebih mudah.
Keenam, yakni dalam kata بَارَكْنَا حَوْلَهُ baaraknaa haulahu, Kami berkahi sekelilingnya. Perjalanan ini adalah perjalanan yang tak lazim. Oleh karena itu Allah mempersiapkan semua fasilitas dengan keberkahan untuk menjaga kelancaran perjalanan sekali dalam sepanjang sejarah manusia.
Nah, disinilah pentingnya Allah menjaga lingkungan sekitar perjalanan Isra Mi’raj agar tidak terjadi hal-hal yang merusak.
Sebab, jika badan Rasul tiba-tiba berubah menjadi ‘badan materi’ lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terurai menjadi partikel-partikel kecil sub atomik, tidak beraturan lagi. Untuk itulah, keberkahan itu selalu ada; di setiap tempat di setiap keadaan, bahkan tak mengenal tempat, waktu, dan keadaan sekalipun.
Ketujuh, terdapat dalam kata لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا linuriyahu min ayaayaatina, tanda-tanda kebesaran Allah. Ya, tepat sekali Isra Mi’raj adalah salah satu tanda kebesaran Allah yang Maha Hebat.
Dalam perjalanan itu Rasul menyaksikan pemandangan yang tidak pernah beliau saksikan sebelumnya. Terutama ketika melintasi dimensi-dimensi langit yang lebih tinggi pada saat Mi’raj ke langit ke tujuh.
Tanda kebesaran dan keagungan Allah ini terhampar di jagat raya. Dan dengan tanda-tanda itu, seseorang mukmin bisa melakukan ‘dzikir sekaligus pikir’ sehingga menghasilkan kedekatan diri kepada Allah SWT.
Dan kata kunci yang terakhir adalah innahu huwas samii’ul bashir, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Ini adalah proses penegasan informasi kalimat sebelumnya. Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Alalh ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar adanya.

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Akhir dari khutbah ini dengan mengutip firman Allah SWT

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ
[51:50] Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.


Sebuah hadits qudsi: ..“Tidak henti-hentinya hamba-hamba-Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan melakukan ibadah-ibadah nawafil, hingga Aku mencintainya. Kalau Aku telah mencintainya, Aku akan menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar; Aku akan menjadi matanya yang dengannya ia melihat; Aku akan menjadi tangannya yang dengannya ia memegang; Aku akan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia bermohon kepada-Ku, Aku akan mengabulkan permohonannya. Jika ia berlindung kepada-Ku, Aku akan melindungi dirinya” (HR. Bukhari).

Kamis, 16 April 2015

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 18.50 | Label : | 0 Comments
IMAN
Setiap orang islam menghendaki tingkat kehidupan yang tinggi dalam al-quran disebutnya dengan shidiqun,artinya orang yang memperoleh kebenaran hakiki.
Derajat ini dilukiskan dalam al-Quran surat al-Hujurat ayat 15:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
[49:15] Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.

Ada tiga kategori orang yang mencapai shidiqun, yaitu:
1.       Iman
2.       Yakin,  dan
3.       Jihad

Pertama, Iman, orang=orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Iman kepada Allah adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah ada dengan segala sifat dan kekuasaan-Nya.
Iman itu harus mengandung 3 aspek : (1) diikrarkan dengan lisan, (2) dipatrikan dalam hati, (3) dilaksanakan dengan anggota badan.
Menyatunya tiga aspek inilah iman, jika hanya salah satunya saja yang terwujud oleh kita maka belum disebut beriman kepada Allah.
Iman adalah landasan tempat berpijak laksana tali tempat bergantung dalam kehidupan ini. Abul A’la al-Maududi mengibaratkan iman itu laksana urat dalam kehidupan tumbuh-tumbuhan. Dia mengatakan : “Hubungan antara Islam dengan iman adalah laksana  hubungan pohon dengan uratnya. Sebagaimana pohon tidak dapat tumbuh tanpa uratnya, demikian pula mustahil seorang bisa menjadi muslim tanpa mempunyai iman (Towards understanding Islam : hal.24)

Iman itu adalah satu kesatuan energi  yang perlu dalam kehidupan. William James menyatakan bahwa kepercayaan adalah satu tenaga yang menghiupkan manusia dan ketiadaan kepercayaan berarti kehancuran (faith is one of the forces by which men live and the total absence of it means collapse). Mahatma Gandhi  berkata, “ kalau tidaklah karena kepercayaan, sudah lama saya hancur”  (without prayer, I should have beeen a lunatic long ago). Iman membentuk watak manusia menjadi kuat dan positif.

Berdasar ayat-ayat al-Quran dapat disimpulkan bahwa pengaruh iman dalam kehidupan adalah
1.       Melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda
Kekuatan hanya milik Allah, kalau Allah hendak menimpakan kehancuran, tidak ada kekuatan lain yang menghalanginya. Firman Allah dalam Yunus ayat 107:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ لِفَضْلِهِ يُصَيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
[10:107] Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
2.       Berani menghadapi mati
Banyak orang yang mundur, lari atau menghianati dari perjuangan pada hakekatnya adalah karena takut menantang bahaya, yang bersumber ketakuatan menghadapi mati. Firman Alah an-Nisa : 78
أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُواْ هَـذِهِ مِنْ عِندِ اللّهِ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُواْ هَـذِهِ مِنْ عِندِكَ قُلْ كُلًّ مِّنْ عِندِ اللّهِ فَمَا لِهَـؤُلاء الْقَوْمِ لاَ يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثاً
[4:78] Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan : "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan : "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah : "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun ?

3.    Menteramkan jiwa
Orang yang kurang kuat imannya mudah gelisah, sedikit saja ditimpa kesusahan sudah menjerit-jerit, sebaliknya orang yan kuat imannya tenang dan tentram dalam berbagai suasana, firman Allah QS. Ar-Ra’ad ayat 28 : orang-orang yang beriman hati mereka menjadi tenteram karena selalu mengingat Allah. Ketahuilah, bahwa dengan ingat kepada Allah itu hati menjadi tenteram.

Demikian  iman yang benar akan merubah hidup kita menjadi benar, berkata benar, berfikir, benar dan berbuat benar.



kedua,YAKIN
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
[49:15] Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.

Sifat  kedua ialah yakin
Yang dimaksud dengan yakin itu ialah tidak ragu-ragu, tidak bimbang, mempunyai pendirian yang kuat, istiqamah.
مَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
[102:4] dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ
[102:5] Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ
[102:6] niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ
[102:7] dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin.

Keyakinan tumbuh melalui proses:
1.       Ainul yakin, dilihat sesuatu yang dipercayai dengan mata terutama matahati (bashirah), selain dilihat dengan indera, tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasaan dan  kebesarn ilahi dalam alam semesta ini
2.       Ilmu yakin, kepercayaan yang dapat diukur di atas landasan ilmu dengan rasio, fakta-fakta, data-data, dan lain-lain, sehingga keyakinan itu semakin kuat.

3.       Haqul yakin, kepercayaan pada tingkat ini sampai pada haqul yaqin, yang tidak lagi daat digoyahkan.
Contoh haqul yakin diantaraya keyakinan Abu Bakar Shidiq ketika Rasulullah menyampaikan bahwa beliau telah melakukan perjalanan malam dari Mekah ke Baitul Maqdis, kemudian sampai ke Sidratul Muntaha (isra dan mikraj) dengan menerangkan penglihatan- penglihatan dan pengalaman beliau bertemu dengan Allah. Banyak orang yang mendengar peristiwa tersebut bahkan tokoh-tokoh Qurisy  sama sekali tidak percaya, hingga mencemooh Rasulullah. Sementara orang yang beriman ada juga yang ragu-ragu dan bimbang. Saat krusial inilah Abu Bakar Shidiq tampil kedepan menyatakan kayikanannya yang bulat terhadap peristiwa itu.

Ketiga, JIHAD
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
[49:15] Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.

Sifat yang ketiga adalah Jihad

Arti jihad menurut ilmu bahasa adalah bersungguh-sungguh. Adapun pengertiannya, jihad adalah bersungguh-sungguh menjalankan perintah Allah.

Banyak orang yang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jihad itu hanya berperang saja (qital). Al-Quran hanya ada dibeberapa ayat yang dijumpai kata-kata jihad itu dengan makna perang. Itulah yang dipakai oleh al-Quran mengenai perang itu dengan kata-kata qital.

Jihad fisabilillah itu mempunyai pengertian yang luas. Mahmud Syaltut mengatakan adapun jihad fisabilillah itu adalah satu kalimat yang umum. Didalamnya terkandung pengertian jihad terhadap diri sendiri dan hawa nafsu, jihad membrantas ateisme, jihad menghancurkan kemaksiatan, jihad memberantas kemiskinan, kebodohan dan penyakit baik penyakit jasmani maupun penyakit rahani, jihad membasmi perpecahan dan perselisihan, dan lain-lain. (Min Taujihatil Islam: 274).

Dengan demikian mendirikan sekolah-sekolah Islam yang maju, masjid-masjid yang modern dan representatif, rumah sakit, panti asuhan yatim,  dakwah islam,memberantas kemaksiatan, menegakan keadilan dan lain-lain, semua itu termasuk dalam bingkai jihad fisabilillah.

Dalam ayat tersebut jihad dengan  harta dan diri termasuk sifat tribakti  muslim , as-shidiqun.

Penerimaan siswa baru SMP Muhammadiyah Tanah Grogot

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 18.49 | Label : | 0 Comments

Selasa, 17 Februari 2015

LAPORAN KSU HASANAH TANAH GROGOT TAHUN BUKU 2014

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 05.20 | Label : | 0 Comments
...................................
4. PERMODALAN
4.1. Modal sendiri
-  Simpanan Pokok (Simpok)              Rp     12.100. 000,00
-  Simpanan wajib/khusus (SKM)       Rp   561.300. 000,00
-  Tabungan                                         Rp         -
    
4.2. Dana – dana
- Dana Cadangan                                Rp      3. 402. 270,00
- Dana Sosial                                       Rp      3. 402. 270,00
- Dana Pendidikan                              Rp      2. 268. 180,00
- Dana PDK                                        Rp       1 134. 090,00
     4.3. Modal disetor                                     Rp         -
     4.4. Modal dari pihak lain                         Rp         -

           Jumlah Modal Tahun Buku 2013        Rp   583. 606. 810,00


PERHITUNGAN HASIL USAHA
PERIODE BULAN JANUARI-DESEMBER 2014
A. PENDAPATAN  
1 PENDAPATAN OPERASIONAL  
  a. BPK dari pinjaman yang diberikan                        116.759.000,00
  b. Provisi                            5.625.000,00
  c. Kantin dan jasa lain                          11.350.000,00
2 Jumlah pendapatan operasional                        133.734.000,00
     
B. BEBAN OPERASIONAL  
1 Beban Operasional  
  a. Beban umum administrasi                            9.200.000,00
  b. Beban akumulasi penyusutan                                                -  
  c. Konsumsi RAT                            3.025.000,00
  d. Transport RAT                            8.100.000,00
2 Jumlah beban Operasional                          20.325.000,00
     
C. SISA HASIL USAHA (SHU)                        113.409.000,00


◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Best Patner

Copyright © 2012. ZUKRA SMPN3PPU - All Rights Reserved B-Seo Versi 3 by Blog Bamz