Sabtu, 28 Juni 2014

MEMAKNAI TUJUAN PUASA RAMADHAN

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 19.03 | Label : | 0 Comments


MEMAKNAI TUJUAN PUASA RAMADHAN
Dalil ibadah puasa Ramadhan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
[2:183] Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
[2:184] (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
[2:185] (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
[2:186] Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Tujuan Allah menciptakan manusia dan jin adalah beribadah. Tujuan ibadah adalah menjadi orang yang bertaqwa sebagaimana perintah puasa (QS.2: 183) adalah agar orang-orang yang beriman bertakwa.
Makna taqwa sangat beragam. ‘Afif Abd al-Fattah Thabarah dalam Ruh ad-Din al-Islam, “ayyataqiil insaanu maayaghdhabu rabbuhu wamaa fiihi dharuranlinafsihi idhraarunlighairihi  Taqwa yaitu seseorang memelihara dirinya dari segala sesuatu yang mengundang kemarahan Tuhannya dan dari segala sesuatu yang mendatangkan mudharat, bagi dirinya maupun orang lain.
Kaum mukmin sering mendengar dipembukaan khatib pada khutbah shalat Jumat ajakan bertaqwa aspek rukun yang wajib dilakukan khatib. Makna taqwa disederhanakan dengan mengerjakan segala yang diperintahkan Allah dan meninggalkan segala yangh dilarang Allah Swt. Sesungguhnya taqwa kesadaran diri untuk meningkatkan kebaikan melalui proses yang terus menerus selalu upto date. Taqwa is never ending process. Dalam istilah psikologi disebut dengan consciousnes. Jadi ibadah dan taqwa akan terus berproses pada diri setiap orang tanpa ada akhir. Akhir dari taqwa adalah maut.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
[3:102] Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Nilai taqwa ini melekat dengan diri kemanapun dan dimanapun “Ittaqiillaha haitsumaa kunta”  sehingga dirinya menjadi orang yang dimuliakan Allah SWT. 
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
inna aulannaas biyalmutaquuna min kaanuu wa haitsu kaanuu, sesungguhnya seutama manusia denganku adalah orang-orang yang bertaqwa siapapun dan bagaimanapun.
Sikap dan sikap orang yang bertawa adalah seorang pemenang. Bukan pejundang. Hati dan pikirannya positif (‘aqlu salim dan qalbu salim) dan menjadi tauladan keumatan bagi masyarakat.
Hikmah bertaqwa untuk diri  maupun untuk bangsa sebagai berikut :
1.       Orang yang bertaqwa mempunyai sikap furqan. Furqan adalah sikap rasional dan kesadaran membedakan mana yang benar (haq) dan mana yang salah (bathil). Bisa menyaring mana yang baik dan yang buruk. 
                          يا أيها الذين آمنوا إن تتقوا الله يجعل لكم فرقانا ويكفر عنكم سيئاتكم ويغفر لكم والله ذو الفضل العظيم

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.

2.       Masyarakat bertaqwa mendapat limpahan kemakmuran.
Bangsa yang bertaqwa adalah bangsa yang berperadaban, disitu nilai-nilai kemanusiaan dijunjung tinggi (humanis), toleransi dan seluruh aspek kehidupan dengan niliai-nilai hidup tertata rapi.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
[7:96] Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

3.       Orang yang bertaqwa mudah keluar dari kesulitan, reziki datang yang tidak terduga, kemudahan dalam urusan dan dosa-dosa terdelete secara aktif.
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً
Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْراً
dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.


Nah, puasa Ramdhan mempunyai visi dan misi yang demikian, mudah-mudahan kita dapat melaksanakan puasa dibulan Ramadhan tahun ini, tawqa menyatu dalam diri kita. Amin. (sukra, Sabtu, 29 Juni 2014/2 Ramdhan 1435 H)

BERBEDA UNTUK PERSATUAN

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 17.24 | Label : | 0 Comments

KEGIATAN AWAL DIBULAN RAMADHAN 1435 H

        Saya mengawali bulan suci Ramadhan 1435 H  menjadi imam shalat Tarawih di masjid Darul Ihsan di Jln, Negara km. 47 desa Babulu Darat Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Masjid ini terletak di jalan trans Kalimantan Samarinda – Banjarmasin.  Jumlah jamaah tarawih malam ini, saya melihat tidak begitu banyak kira-kira 50 orang jamaah.  Masjid dengan daya tampung 100 jamaah. Biasanya, jika terjadi perbedaaan penentuan 1 Ramadhan maka jumlah jamaah yang hadir orang-orang tertentu saja yang meyakini 1 Ramadhan ditentukan melalui Muhammadiyah. Muhammadiyah berkeyakinan dalam menentukan awal bulan dengan hisab. Bagi saya perbedaan tidak menjadi soal. Paling penting sikap menerima dan menghormati perbedaan. Bukan saling menyalahkan dan mengaku pendapat dan keyakinanannya yang paling benar. Perbedaan ini seriap tahun terjadi bukan semata-mata Muhammadiyah dengan NU,  atau dengan pemerintah tapi sebagian masyarakat lain juga sering terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramdhan atan awal Syawal. Hal ini terjadi sejak lama, dari waktu ke waktu sepanjang sejarah Indonesia. Pesantren NU juga sering berbeda. Namun demikian stigma dimasyarakat perbedaan tersebut terjadi antara Muhammadiyah dan NU. Bahkan lebih sempit lagi Muhammadiyah vs pemerintah.  Alhamdulillah, pada Ramdhan kali ini, pemerintah bersikap fair, menghormati perbedaan mempersilahkan Muhammadiyah melaksanakan ibadah puasa pada hari Sabtu, 28 Juni 2014 sedang pemerintah menetapkan 1 Ramdhan 1435H pada hari ahad, 29 Juni 2014.

      Muhammadiyah yang memakai metode hisab terkenal selalu mendahului pemerintah yang memakai metode rukyat dalam menentukan masuknya bulan Qamariah. Hal ini menyebabkan ada kemungkinan 1 Ramadhan dan 1 Syawal versi Muhammadiyah berbeda dengan pemerintah. Dan hal ini pula yang menyebabkan Muhammadiyah banyak menerima kritik, mulai dari tidak patuh pada pemerintah, tidak menjaga ukhuwah Islamiyah, hingga tidak mengikuti Rasullullah Saw yang jelas memakai rukyat al-hilal. Bahkan dari dalam kalangan Muhammadiyah sendiri ada yang belum bisa menerima penggunaan metode hisab ini.

        Umumnya, mereka yang tidak dapat menerima hisab karena berpegang pada salah satu hadits yaitu “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah (Idul Fitri) karena melihat hilal pula. Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban tigapuluh hari” (HR Al Bukhari dan Muslim).

    Hadits tersebut (dan juga contoh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam) sangat jelas memerintahkan penggunaan rukyat, hal itulah yang mendasari adanya pandangan bahwa metode hisab adalah suatu bid’ah yang tidak punya referensi pada Rasulullah Saw. Lalu, mengapa Muhammadiyah bersikukuh memakai metode hisab? Berikut adalah alasan-alasan yang  diringkaskan dari makalah Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. yang disampaikan dalam pengajian Ramadhan 1431.H PP Muhammadiyah di Kampus Terpadu UMY.

        Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al hilal, yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtimak, ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk. Sedangkan argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut.

        Pertama, semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS 55:5). Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.

     Kedua, jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa Az Zarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi saw adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”. Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf Al Qaradawi menyebut bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.

     Ketiga, dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr.Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.

     Keempat, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat.  Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60 derajad adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melabihi 24jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.

      Kelima, jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat

      Keenam, rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi di Makkah belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu hari dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariah. Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan barat itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau

      Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras diseluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian system waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan agar kita menggunakan hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat. Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami) tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir al Khittami wa at Tausyiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab: para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat”.

     Shalat tarawih dan witir dimulai dengan shalat Isa pukul 19.40 kemudian dilanjutkan kultum oleh Mansyah ketua PDM kabupaten Penajam Paser Utara. Beliau menyampaikan tentang kewajiban puasa secara syar’i dengan mengutip ayat dan hadis yang berhubungan dengan puasa. Tidak banyak menyinggung perbedaan penetepan 1 Ramadhan.

    Selanjutnya shalat tarawih dan witir. Shalat dilaksanakan dengan formasi rakaat 4-4-3. Saya sengaja membaca ayat-ayat yang populer. Rakaat pertama membaca QS. Al Baqarah ayat 1-5, rakaat kedua 6 dan 7. Kemudian rakaat ketiga dan keempat masih QS. Al Baqarah ayat 183 dan 184. Pada empat rakaat berikutnya adalah QS. Al Baqarah ayat 254 dan 255, al-Nashr dan al-Lahab. Diakhiri witir dengan surat al-Ikhlas dan Mua’awidhatain.

      Pertimbangan saya adalah bahwa shalat tarawih menjadi ringan. Ragam jamaah dari anak-anak hingga orang dewasa. Pilihan ayat itu dengan menukil 2 ayat panjang-panjang pada sertiap rakaat. Saya berharap agar para jamaah melaksanakan shalat tarawaih dan witir dengan penuh sukacita.(SUKrA_29 Juni 2014)

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Best Patner

Copyright © 2012. ZUKRA SMPN3PPU - All Rights Reserved B-Seo Versi 3 by Blog Bamz