By ZUKRA_SMPN3PPU | At 18.47 | Label : | 0 Comments
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ
لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي
بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
[17:1] Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya, agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Kami berkahi sekelilingnya artinya masjidil
Aqsa dan daerah sekitarnya dapat berkah dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi
dinegeri itu berikut kesuburan tanahnya (Tafsir Depag RI. Hal. 282)
Asbabun Nuzul ayat ini Ummu Hani ra,
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan pendustaan Walid bin
Mughirah keesokan harinya terhadap peristiwa isra miraj yang terjadi pada Rasulullah saw, Muhammad
itu tak lain adalah seorang tukang sihir(HR. Abu Ya’la).
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى
[53:13] Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu
(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
عِندَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى
[53:14] (yaitu) di Sidratil Muntaha (tempat yang
paling atas pada langit ke-7)
عِندَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى
[53:15] Di dekatnya ada syurga tempat tinggal,
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى
[53:16]
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang
meliputinya.
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى
[53:17] Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling
dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ
الْكُبْرَى
[53:18]
Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang
paling besar.
Sejarah Islam mencatat peristiwa isra miraj sebagai bagian dari
mujizat Nabi Muhammad Saw. Isra berarti berjalan diwaktu malam. Miraj berarti
alat untuk naik. Isra miraj mengandung penngertian perjalanan Nabi Muhammad Saw
pada waktu malam hari dari masjid al Haram ke masjid al-Aqsa dilanjutkan ke
Sidratul muntaha. Di sini Beliau mendapat
perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu
Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh ‘amul
husni (tahun kesedihan), karena rundung duka ditinggal selamanya oleh istri
tercinta Khadijah dan paman beliau Abu Thalib. Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum
Rasulullah hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra
Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M.
Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab
tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.
Sikap
terhadap isra miraj
Pertama, sikap membenarkan secara totalitas apa yang telah terjadi pada
Rasulullah Muhammad Saw yang tidak pernah bohong. Sikap ini ditunjukkan
oleh Abu Bakar dan para sahabat
Kedua, sikap mengikari peristiwa isra miraj. Muhammad dituduh tidak
waras. Tidak ada seorangpun yang mampu berjalan
dari Mekah ke Baitul Maqdis (Aqsa) hanya satu malam. Sikap ini
diperlihatkan oleh Abu Jahal dan kawan-kawan.
Ketiga, sikap ragu-ragu. Mereka terbawa oleh suasana kontradiksi, mau percaya
kok rasanya berita itu tidak masuk akal. Tapi ngga percaya, kan Muhammad tidak
pernah berbohong. Lantas bagaimana dengan kita? Termasuk golongan yang mana:
tidak yakin, ragu-ragu, atau yakin? Alternatif dari jawaban itu adalah bahwa
kita harus yakin dengan di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kannya Muhammad, sekaligus
meyakinkan kaum peragu bahwa peristiwa ini pun masuk akal, logis, dan rasional.
Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan modern.
Bukankah telah disinyalir Tuhan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menjelajah seantero jagat raya dengan kekuasannya (QS.Ar Rahman:33).
Bukankah telah disinyalir Tuhan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menjelajah seantero jagat raya dengan kekuasannya (QS.Ar Rahman:33).
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنِ
اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانفُذُوا
لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ
[55:33] Hai
jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan.
فَبِأَيِّ آلَاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
[55:34]
Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Dalam buku Terpesona di Sidratul Muntaha, Agus Mustofa
menjelaskan setidak-tidaknya ada delapan kata kunci yang menjadi catatan
penting dan menuntut pemahaman kita menembus batas-batas langit untuk menafsir
perjalanan ini.
Pertama, terdapat pada
kata سُبْحَانَ Subhana,
Maha Suci Allah. Hal ini mengisyaratkan bahwa
persitiwa ini sangat luar biasa. Barangkali inilah salah satu bukti bahwa Allah
adalah Maha dari segala Maha. Maha tanpa batasan ruang, waktu, bahkan massa.
Quraish Shihab
(1992:338), peristiwa ini membuktikan bahwa ‘ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan
menjangkau, bahkan mengatasi segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak
terbatas) tanpa terbatas ruang dan waktu.
Kedua, adalah dalam kata
أَسْرَى asraa, yang telah
memperjalankan. Ini berarti bahwa perjalanan Isra Mi’raj bukan atas kehendak
Rasulullah, melainkan kehendak Allah. Rasul tidak akan sanggup melakukan
perjalanan itu atas kehendaknya sendiri. Jangankan manusia biasa, Rasul sekali
pun tidak akan bisa tanpa diperjalankan oleh Allah.
Allah lantas mengutus
malaikat Jibril untuk membawa Nabi melanglang ‘ruang’ dan ‘waktu’ didalam alam
semesta ciptaan Allah. Mengapa Jibril? Sebab Jibril merupakan makhluk dari
langit ke tujuh yang berbadan cahaya. Dengan badan cahayanya itu, Jibril bisa
membawa Rasulullah melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata.
Pembuktian menurut ilmu
Fisika lanjut Mudhary (1996;28), bahwa eter menjadi zat pembawa sekaligus
pelantara daya elektromagnetik. Eter adalah udara yang ringan sekali, lebih
ringan dari udara yang dihirup oleh manusia: O2. Dalam bahasa Arab disebut
dengan “Itsir”. Jika eter bergetar, niscaya membutuhkan pula zat pembawa yang
lebih halus lagi dari eter itu sendiri, agar getaran eter itu bisa tersebar ke
mana-mana.
Selain Jibril,
perjalanan super istimewa itu disertai juga oleh kendaraan spesial yang
didesain Allah dengan sangat spesial bernama Buraq. Ia adalah makhluk berbadan
cahaya yang berasal dari alam malakut yang dijadikan tunggangan selama
perjalanan tersebut.
Jika seandainya
kecepatan Buraq diambil serendah-rendahnya setara dengan perbandingan kecepatan
elektris saja: 300.000 kilometer per detik, maka jarak antara Masjidil Haram di
Mekkah dengan Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak 1.500 kilometer, paling
tidak memakan waktu 1/200 detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang
kecepatannya pun bisa melebihi kecepatan elektris tadi.
Ketiga, terdapat dalam
kata عَبْدِهِ ‘abdihi,
Hamba-Nya. Hal ini berarti bahwa tidak semua orang
secara sembarangan mampu melakukan perjalanan Isra Mi’raj. Perjalanan fantastis
yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang sudah mencapai tingkatan ‘abdihi,
hamba-Nya. Atau dalam istilah Quraish Shihab sebagai insan kamil.
Keempat, dalam kata
لَيْلاً laila,
malam hari. Perjalanan spesial ini dilakukan pada
malam hari dan bukan siang hari. Kenapa? Inilah dia bukti kebesaran Tuhan Sang
Maha Gagah itu. Ia mengendalikan perjalanana Isra Mi’raj dengan apik dan sangat
canggih.
Apalagi alasan logis
mengenai hal itu, bahwa pada siang hari radiasi sinar matahari demikian
kuatnya, sehingga bisa membahayakan badan Nabi Muhammad yang sebenarnya memang
bukan badan cahaya. Badan nabi yang sesungguhnya tentu saja adalah materi.
Perubahan menjadi badan cahaya itu bersifat sementara saja, sesuai kebutuhan
untuk melakukan perjalanan bersama Jibril.
Dengan melakukannya pada
malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang
yang bakal membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik
buat perjalanan itu (Mustofa, 2006:25).
Sebagai gambaran sederhana, ketika di malam hari kita menyalakan radio, maka gelombang yang kita tangkap akan jernih dan lebih mudah dari siang hari.
Sebagai gambaran sederhana, ketika di malam hari kita menyalakan radio, maka gelombang yang kita tangkap akan jernih dan lebih mudah dari siang hari.
Sebab gelombang radio
tersebut tidak mengalami gangguan terlalu besar yang saling bersinggungan
dengan gelombang lainnya. Begitulah gambaran sederhananya, sebab waktu malam
hari adalah waktu yang paling kondusif untuk perjalanan super spesial demi
kelancaran perjalanan ini.
Kelima, terdapat dalam
kata minal Masjidil haram ilal masjidil Aqsha, dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsha. Perjalanan ini dimulai dari mesjid ke mesjid, sebab mesjid
adalah bangunan yang memiliki energi positif. Disanalah orang-orang berusaha
untuk menyucikan diri, mendekat, bahkan merapat kepada Tuhannya. Masing-masing
mesjid tersebut ibarat tabung energi positif bagi perjalanan Nabi.
Masjidil Haram dan
Masjidil Aqsha dijadikan sebagai terminal pemberangkatan dan kedatangan. Hal
ini mirip dengan tabung transmitter dan recieveri, yang dipergunakan dalam proses
perubahan badan Nabi Muhammad dari materi menjadi cahaya jauh lebih mudah.
Keenam, yakni dalam kata
بَارَكْنَا حَوْلَهُ baaraknaa
haulahu, Kami berkahi
sekelilingnya. Perjalanan ini adalah perjalanan yang tak lazim. Oleh karena itu
Allah mempersiapkan semua fasilitas dengan keberkahan untuk menjaga kelancaran
perjalanan sekali dalam sepanjang sejarah manusia.
Nah, disinilah
pentingnya Allah menjaga lingkungan sekitar perjalanan Isra Mi’raj agar tidak
terjadi hal-hal yang merusak.
Sebab, jika badan Rasul tiba-tiba
berubah menjadi ‘badan materi’ lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan
tinggi itu, maka badannya bisa terurai menjadi partikel-partikel kecil sub
atomik, tidak beraturan lagi. Untuk itulah, keberkahan itu selalu ada; di
setiap tempat di setiap keadaan, bahkan tak mengenal tempat, waktu, dan keadaan
sekalipun.
Ketujuh, terdapat dalam
kata لِنُرِيَهُ
مِنْ آيَاتِنَا linuriyahu
min ayaayaatina, tanda-tanda kebesaran
Allah. Ya, tepat sekali Isra Mi’raj adalah salah satu tanda kebesaran Allah
yang Maha Hebat.
Dalam perjalanan itu
Rasul menyaksikan pemandangan yang tidak pernah beliau saksikan sebelumnya.
Terutama ketika melintasi dimensi-dimensi langit yang lebih tinggi pada saat
Mi’raj ke langit ke tujuh.
Tanda kebesaran dan
keagungan Allah ini terhampar di jagat raya. Dan dengan tanda-tanda itu,
seseorang mukmin bisa melakukan ‘dzikir sekaligus pikir’ sehingga menghasilkan
kedekatan diri kepada Allah SWT.
Dan kata kunci yang
terakhir adalah innahu huwas samii’ul bashir, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
lagi Maha Melihat. Ini adalah proses penegasan informasi kalimat sebelumnya.
Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Alalh ingin memberikan jaminan kepada
kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar adanya.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Akhir dari khutbah ini
dengan mengutip firman Allah SWT
فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ
[51:50]
Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang
pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.
Sebuah hadits qudsi: ..“Tidak
henti-hentinya hamba-hamba-Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan melakukan
ibadah-ibadah nawafil, hingga Aku mencintainya. Kalau Aku
telah mencintainya, Aku akan menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar;
Aku akan menjadi matanya yang dengannya ia melihat; Aku akan menjadi tangannya
yang dengannya ia memegang; Aku akan menjadi kakinya yang dengannya ia
berjalan. Jika ia bermohon kepada-Ku, Aku akan mengabulkan permohonannya. Jika
ia berlindung kepada-Ku, Aku akan melindungi dirinya” (HR. Bukhari).