Selasa, 12 Mei 2015

Isra dan Miraj dalam persepktif ilmu pengetahuan

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 18.47 | Label : | 0 Comments
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
[17:1] Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya,  agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Kami berkahi sekelilingnya artinya masjidil Aqsa dan daerah sekitarnya dapat berkah dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi dinegeri itu berikut kesuburan tanahnya (Tafsir Depag RI. Hal. 282)
Asbabun Nuzul ayat ini Ummu Hani ra, mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan pendustaan Walid bin Mughirah keesokan harinya terhadap peristiwa isra miraj  yang terjadi pada Rasulullah saw, Muhammad itu tak lain adalah seorang tukang sihir(HR. Abu Ya’la).
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى
[53:13] Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
عِندَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى
[53:14] (yaitu) di Sidratil Muntaha (tempat yang paling atas pada langit ke-7)
عِندَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى
[53:15] Di dekatnya ada syurga tempat tinggal,
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى
[53:16] (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى
[53:17] Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
[53:18] Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.

Sejarah Islam mencatat peristiwa isra miraj sebagai bagian dari mujizat Nabi Muhammad Saw. Isra berarti berjalan diwaktu malam. Miraj berarti alat untuk naik. Isra miraj mengandung penngertian perjalanan Nabi Muhammad Saw pada waktu malam hari dari masjid al Haram ke masjid al-Aqsa dilanjutkan ke Sidratul muntaha. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu
Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh ‘amul husni (tahun kesedihan), karena rundung duka ditinggal selamanya oleh istri tercinta Khadijah dan paman beliau Abu Thalib. Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.

Sikap terhadap isra miraj
Pertama, sikap membenarkan secara totalitas  apa yang telah terjadi  pada  Rasulullah Muhammad Saw yang tidak pernah bohong. Sikap ini ditunjukkan oleh Abu Bakar dan para sahabat
Kedua, sikap mengikari peristiwa isra miraj. Muhammad dituduh tidak waras. Tidak ada seorangpun yang mampu berjalan  dari Mekah ke Baitul Maqdis (Aqsa) hanya satu malam. Sikap ini diperlihatkan oleh Abu Jahal dan kawan-kawan.
Ketiga, sikap ragu-ragu. Mereka terbawa oleh suasana kontradiksi, mau percaya kok rasanya berita itu tidak masuk akal. Tapi ngga percaya, kan Muhammad tidak pernah berbohong. Lantas bagaimana dengan kita? Termasuk golongan yang mana: tidak yakin, ragu-ragu, atau yakin? Alternatif dari jawaban itu adalah bahwa kita harus yakin dengan di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kannya Muhammad, sekaligus meyakinkan kaum peragu bahwa peristiwa ini pun masuk akal, logis, dan rasional. Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan modern.
Bukankah telah disinyalir Tuhan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menjelajah seantero jagat raya dengan kekuasannya (QS.Ar Rahman:33).
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانفُذُوا لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ
[55:33] Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
فَبِأَيِّ آلَاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
[55:34] Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Dalam buku Terpesona di Sidratul Muntaha, Agus Mustofa menjelaskan setidak-tidaknya ada delapan kata kunci yang menjadi catatan penting dan menuntut pemahaman kita menembus batas-batas langit untuk menafsir perjalanan ini.
Pertama, terdapat pada kata سُبْحَانَ Subhana, Maha Suci Allah. Hal ini mengisyaratkan bahwa persitiwa ini sangat luar biasa. Barangkali inilah salah satu bukti bahwa Allah adalah Maha dari segala Maha. Maha tanpa batasan ruang, waktu, bahkan massa.
Quraish Shihab (1992:338), peristiwa ini membuktikan bahwa ‘ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas ruang dan waktu.
Kedua, adalah dalam kata أَسْرَى asraa, yang telah memperjalankan. Ini berarti bahwa perjalanan Isra Mi’raj bukan atas kehendak Rasulullah, melainkan kehendak Allah. Rasul tidak akan sanggup melakukan perjalanan itu atas kehendaknya sendiri. Jangankan manusia biasa, Rasul sekali pun tidak akan bisa tanpa diperjalankan oleh Allah.
Allah lantas mengutus malaikat Jibril untuk membawa Nabi melanglang ‘ruang’ dan ‘waktu’ didalam alam semesta ciptaan Allah. Mengapa Jibril? Sebab Jibril merupakan makhluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya. Dengan badan cahayanya itu, Jibril bisa membawa Rasulullah melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata.
Pembuktian menurut ilmu Fisika lanjut Mudhary (1996;28), bahwa eter menjadi zat pembawa sekaligus pelantara daya elektromagnetik. Eter adalah udara yang ringan sekali, lebih ringan dari udara yang dihirup oleh manusia: O2. Dalam bahasa Arab disebut dengan “Itsir”. Jika eter bergetar, niscaya membutuhkan pula zat pembawa yang lebih halus lagi dari eter itu sendiri, agar getaran eter itu bisa tersebar ke mana-mana.
Selain Jibril, perjalanan super istimewa itu disertai juga oleh kendaraan spesial yang didesain Allah dengan sangat spesial bernama Buraq. Ia adalah makhluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malakut yang dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut.
Jika seandainya kecepatan Buraq diambil serendah-rendahnya setara dengan perbandingan kecepatan elektris saja: 300.000 kilometer per detik, maka jarak antara Masjidil Haram di Mekkah dengan Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak 1.500 kilometer, paling tidak memakan waktu 1/200 detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang kecepatannya pun bisa melebihi kecepatan elektris tadi.
Ketiga, terdapat dalam kata عَبْدِهِ ‘abdihi, Hamba-Nya. Hal ini berarti bahwa tidak semua orang secara sembarangan mampu melakukan perjalanan Isra Mi’raj. Perjalanan fantastis yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang sudah mencapai tingkatan ‘abdihi, hamba-Nya. Atau dalam istilah Quraish Shihab sebagai insan kamil.
Keempat, dalam kata لَيْلاً laila, malam hari. Perjalanan spesial ini dilakukan pada malam hari dan bukan siang hari. Kenapa? Inilah dia bukti kebesaran Tuhan Sang Maha Gagah itu. Ia mengendalikan perjalanana Isra Mi’raj dengan apik dan sangat canggih.
Apalagi alasan logis mengenai hal itu, bahwa pada siang hari radiasi sinar matahari demikian kuatnya, sehingga bisa membahayakan badan Nabi Muhammad yang sebenarnya memang bukan badan cahaya. Badan nabi yang sesungguhnya tentu saja adalah materi. Perubahan menjadi badan cahaya itu bersifat sementara saja, sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan bersama Jibril.
Dengan melakukannya pada malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang yang bakal membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik buat perjalanan itu (Mustofa, 2006:25).
Sebagai gambaran sederhana, ketika di malam hari kita menyalakan radio, maka gelombang yang kita tangkap akan jernih dan lebih mudah dari siang hari.
Sebab gelombang radio tersebut tidak mengalami gangguan terlalu besar yang saling bersinggungan dengan gelombang lainnya. Begitulah gambaran sederhananya, sebab waktu malam hari adalah waktu yang paling kondusif untuk perjalanan super spesial demi kelancaran perjalanan ini.
Kelima, terdapat dalam kata minal Masjidil haram ilal masjidil Aqsha, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Perjalanan ini dimulai dari mesjid ke mesjid, sebab mesjid adalah bangunan yang memiliki energi positif. Disanalah orang-orang berusaha untuk menyucikan diri, mendekat, bahkan merapat kepada Tuhannya. Masing-masing mesjid tersebut ibarat tabung energi positif bagi perjalanan Nabi.
Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dijadikan sebagai terminal pemberangkatan dan kedatangan. Hal ini mirip dengan tabung transmitter dan recieveri, yang dipergunakan dalam proses perubahan badan Nabi Muhammad dari materi menjadi cahaya jauh lebih mudah.
Keenam, yakni dalam kata بَارَكْنَا حَوْلَهُ baaraknaa haulahu, Kami berkahi sekelilingnya. Perjalanan ini adalah perjalanan yang tak lazim. Oleh karena itu Allah mempersiapkan semua fasilitas dengan keberkahan untuk menjaga kelancaran perjalanan sekali dalam sepanjang sejarah manusia.
Nah, disinilah pentingnya Allah menjaga lingkungan sekitar perjalanan Isra Mi’raj agar tidak terjadi hal-hal yang merusak.
Sebab, jika badan Rasul tiba-tiba berubah menjadi ‘badan materi’ lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terurai menjadi partikel-partikel kecil sub atomik, tidak beraturan lagi. Untuk itulah, keberkahan itu selalu ada; di setiap tempat di setiap keadaan, bahkan tak mengenal tempat, waktu, dan keadaan sekalipun.
Ketujuh, terdapat dalam kata لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا linuriyahu min ayaayaatina, tanda-tanda kebesaran Allah. Ya, tepat sekali Isra Mi’raj adalah salah satu tanda kebesaran Allah yang Maha Hebat.
Dalam perjalanan itu Rasul menyaksikan pemandangan yang tidak pernah beliau saksikan sebelumnya. Terutama ketika melintasi dimensi-dimensi langit yang lebih tinggi pada saat Mi’raj ke langit ke tujuh.
Tanda kebesaran dan keagungan Allah ini terhampar di jagat raya. Dan dengan tanda-tanda itu, seseorang mukmin bisa melakukan ‘dzikir sekaligus pikir’ sehingga menghasilkan kedekatan diri kepada Allah SWT.
Dan kata kunci yang terakhir adalah innahu huwas samii’ul bashir, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Ini adalah proses penegasan informasi kalimat sebelumnya. Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Alalh ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar adanya.

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Akhir dari khutbah ini dengan mengutip firman Allah SWT

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ
[51:50] Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.


Sebuah hadits qudsi: ..“Tidak henti-hentinya hamba-hamba-Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan melakukan ibadah-ibadah nawafil, hingga Aku mencintainya. Kalau Aku telah mencintainya, Aku akan menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar; Aku akan menjadi matanya yang dengannya ia melihat; Aku akan menjadi tangannya yang dengannya ia memegang; Aku akan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia bermohon kepada-Ku, Aku akan mengabulkan permohonannya. Jika ia berlindung kepada-Ku, Aku akan melindungi dirinya” (HR. Bukhari).
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Best Patner

Copyright © 2012. ZUKRA SMPN3PPU - All Rights Reserved B-Seo Versi 3 by Blog Bamz