Selasa, 29 Oktober 2013

Idealis or Omdo

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 00.27 | Label : | 2 Comments


Idealis or Omdo
Idealis itu milik Tuhan, hidup ini realistis, praktis punya makna. Plato, Aristoteles, Socrates, Thomas Aquanas samapi Galileo Galilei, mereka hidupnya secara idealis. Bahkan mereka ada yang rela dijeruji besi untuk mempertahankan idealitas yang dimiliki. Kalau memang kita mau dan ingin idealis mungkin bukan pada agitasi ide yang provokatif yang terkesan tidak bermakna. Tetapi berani menyarahkan dirinya untuk Tuhan, atau idealismenya. Kalau hidup kita memang belum ada bukti idealisnya, contoh paling mudah itu  hidup kita sehari-hari. Idelaisnya hidupnya lebih mementingkan orang lain dari pada diri sendiri. Tapi apakah sikap dan hidup kita sudah demikian. Apakah idealitanya sepenuh hati untuk ide-idenya. Saya yakin  banyak hanya “omong doang”. Bicaranya idealis, melangit laksana kabut di langit berputar-putar di langit, entah kapan kabut itu menyebar sampai ke bumi, mungkin bahkan hilang tanpa jejak. Kenyatannya ....?

Saya meyakini kalau sungguh idealis dicontohkan Prof. Dr. Sutrisno bahwa Prof. Dr. Munir Mulkhan membiasakan diri menulis hingga pukul 2 dini hari sampai sekarang lebih dari 20 judul buku yang diterbitkan. Suyadi, MPdI  mempunyai kebiasaan membaca dan menulis hingga pukul 12 malam buku hasil karyanya 25 judul telah diterbitkan. Kalau kita, mau ke perpustakaan jika ada tugas dari dosen. Setiap hari, SOP dari Allah saja sering ditunda apalagi yang lain. Saya sendiri kadang menulis makalah bukan orisinal pikiran sendiri, tapi unduhan dari tulisan orang lain yang didandani biar indah seperti buatan sendiri.

Saya melihat diantara kita merasa lebih, kemampuan teman-teman  rata-rata (tidak lebih dari ....red) atau mungkin mau mengatakan dibawah rata-rata. Kalau saya sendiri, saya akui saya kurang pintar seperti teman-teman. Saya sendiri kadang malu, seusia begini tetap begini-begini terus, belum ada peningkatan. Justru itulah seharusnya rekan-rekan sedikit santun tidak mensudutkan seseorang meskipun maksudnya baik bukan untuk mensudutkan seseorang tapi kenyataan sebenarnya justru menyudutkan.
Kita semua punya kepentingan. Saya salut jika mereka belajar disini menjadi orang yang sangat pintar. Idealisnya dibuktikan dengan berapa buku yang dibaca setiap hari? Berapa kali khatam Al-quran? Berapa tulisan yang dihasilkan jadi buku? Berapa jam perhari ke perpustakaan membaca buku? Kalau ini tidak dilakukan, mungkin idealisnya hanya sekedar onani. Intinya seolah-olah idealis atau idealis dalam kata-kata. Bisa juga idealis dalam propaganda.

Peluh kita disini didoakan oleh anak dan istri agar sebagai ibadah. Ibadah jalan hamba kepada Tuhan sebagai idealitas dan praktis saling mengisi pada akhirnya membawa rahmat untuk kita semua. Jadi menurut saya bukan hanya belajar teks dengan rinci. Sebaiknya kita membuat teks yang dapat dipelajari orang lain. Kapan kita harus bersikap demikian, sekarang jawabnya.

Minggu, 27 Oktober 2013

ISTIQAMAH oleh Ust. Muhsin Hariyanto

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 05.36 | Label : | 0 Comments
 ISTIQAMAH
Oleh Ust. Muhsin Hariyanto
 
(Disampaikan dalam Kajian Rutin Tazkiyatun Nafs "Baitul Hikmah", Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta, Ahad 27 Oktober 2013)

Kata istiqâmah berarti i'tidâlul amri, yakni sesuatu yang tegak lurus. Seseorang dapat dikatakan (telah bersikap) istiqamah jika ia telah melakukan sesuatu itu dengan tegak lurus. Dalam artian kokoh, penuh keteguhan, tidak goyah atau konsisten pada jalannya. Tidak ada penghalang yang dapat membelokkan usahanya untuk mencapai tujuannya. Karena itulah, istiqâmah merupakan sikap yang paling dicintaiAllah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w.:

إِنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِإِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
 
''Sesungguhnya amal perbuatan yang paling dicintai Allah adalah perbuatan yang dikerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit.'' (HR al-Bukhari,Muslim dan Ahmad dari ‘Aisyah).

Seorang Muslim yang istiqâmah akan bersedekah setiap harinya walaupun dengan jumlah yang sedikit. Ini lebihbaik daripada mereka yang bersedekah dengan nominal yang banyak, namun hanya sekali dalam setahun, atau bahkan seumur hidupnya. Istiqâmah adalah katayang ringan diucapkan. Meskipun ringan, tidak sembarang orang dengan mudah melaksanakannya. Istiqâmah mensyaratkan pemahaman, menepatinya dengan menuntaskan segala konsekuensinya, kemudian berkomitmen untuk tetap lurus dijalan-Nya.

Satu ketika, Nabi (Muhammad) s.a.w. dimintai nasihat  oleh seorang laki-laki,

يَارَسُولَ اللهِ ، حَدِّثْنِي بِشَيْءٍ أَعْتَصِمُ بِهِ قَالَ : قُلْ: رَبِّيَ اللَّهُ، ثُمَّ اسْتَقِمْ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، مَا أَكْثَرَ مَا تَخَافُعَلَيَّ ؟ قَالَ : وَأَخَذَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِلِسَانِ نَفْسِهِ قَالَ: هَذَا

“Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku (tentang Islam) suatu perkataan yang (selamanya) bisa kujadikan sebagai pegangan hidupku.” Atas permintaan itu pun Nabi s.a.w. bersabda: ”Katakanlah! Aku hanya bertuhan kepada Allah, kemudian bersikap istiqâmah-lah.”Belum puas dengan nasihat itu, laki-laki itu pun meminta nasihat lagi kepada Nabi s.a.w.: “Ya Rasulullah apa yang harus aku jaga, setelah itu?” Atas permintaannya itu pun Nabi s.a.w. mengisyaratkan kepada lidahnya sendiri danberkata: “ini” (maksudnya: jagalah lidah ini). (Hadis Shahih riwayat Muslim dari Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi).

Banyak hal yang bisa menjadikan diri kita 'gamang' menghadapi persoalan hidup, karena kita hidup tidak selalu dalam lingkaran sistem dan budaya 'sehat. Bahkan dalam banyak hal kita ditantang oleh sebuah kenyataan hidup yang serba menggoda, hingga iman kita serasa semakin menipis dan suatu saat mungkin akan sirna karena kelemahan kita sendiri ketika menghadapi realitas kehidupan yang serba menekan. 

Hadis di atas mengisyaratkan, bahwa panduan hidup itu cukup sederhana; "jadilah orang yang beriman, bersikap istiqâmah dan – kemudian – "jaga lidah kita". Tiga rangkaian modal kita untuk berproses menuju visi keislaman kita: "menjadi muslim sejati, muslim kâffah, muslim yang – dalam seluruh bagian kehidupan kita -- terhiasi oleh al-Akhlâq al-Karîmah. Fondasi iman dan sikap istiqâmah sering dinyatakan sebagai pasangan, bagaikan dua-sisi dari sekeping mata-uang, dan sekaligus menjadi modal dasar yang tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi setiap manusia dalan mengarungi kehidupannya. Karena iman tidak mungkin akan mewujud menjadi tindakan serba-positif tanpa sikap istiqâmah, dengan prasyarat pengiring: hifzh al-lisân (menjaga lidah), yang – dalam banyak hal – seringkali menjadikan seseorang tergelincir ke dalam lembah kenistaan.

Dalam kaitannya dengan hal ini, Umar bin Khaththab r.a. pernah menjelaskan bahwa, seseorang yang telah bersikap istiqâmah akan selalu mengikuti perintah dan menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya, serta tidak akan pernah sedikit pun akan melakukan penyimpangan atas aturan-aturan-Nya. Sementara itu Abu Bakar ash-Shiddiq menambahkan bahwa yang dimaksud dengan perkataan “istiqâmah“ sesudah beriman ialah: "tidak bersikap syirik dalam bentuk apa pun". Bahkan Allah pun menegaskan:

فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ  كَمَا أُمِرْتَ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَقُلْ آمَنتُ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ مِن كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ

"Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah [maksudnya: tetaplah dalam agama dan lanjutkanlah berdakwah] sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah:"Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah-lah Tuhan jami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dankepada-Nyalah kembali (kita)".(QS asy-Syûrâ,  42: 15).

Di dalam ayat di atas, ada rangkaian kalimat yang merupakan intisari perintah Allah kepada kita:

وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ
 ”
Dan tetaplah (bersikap istiqâmah)sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka.”

Sikap istiqâmah dalam koridor "iman" mempersyaratkan komitmen kuat untuk hanya bertuhan kepada Allah semata-mata, dalam bentuk mono loyalitas dan membangun semangat (untuk) selalu beramal saleh dalam setiap kesempatan, di mana pun dan kapan pun dalam bentuk apa pun.

Dengan penjelasan di atas, maka istiqâmah harus bisa membentuk karakter dan kepribadian setiap orang beriman, yang lidahnya tak pernah 'kelu' untuk mengucapkan kalimah thayyibah (ucapan yang baik), dan memiliki integritas sebagai seseorang"muslim yang memiliki kesalehan ganda, vertikal-horisontal. Selalu menjadi pribadi yang "saleh" dalam konteks hablun minallâhdan hablun minannâs sekaligus. Jadilah hidup kitan hadir dengan motto dan garis hidup: "hidup adalah pengabdian, perjuangan dan pengorbanan untuk menggapai ridha Allah".

Ketika kita bertanya, kenapa Nabi s.a.w. menyebut "iman" sebelum istiqâmah? Jawab sederhananya adalah: "tanpa fondasi iman, tentu saja sikap istiqâmah akan menjadi sesuatu yang buram, atau paling tidak akan berocak abu-abu. Sementara itu pertanyaaan lanjutnya: "kenapa iman harus ditindaklanjuti dengan   sikap istiqâmah? Jawab tegasnya adalah: "tidak mungkin seseorang dapat mempertahankan eksistensi dirinya sebagai orang beriman tanpa sikap istiqâmah".Kemungkinan besar jika seseorang telah beriman tanpa sikap istiqâmah, iaakan menjadi seseorang mudah tergoda oleh sejumlah kepentingan duniawi. Sementara itu seseorang yang berupaya bersikap istiqâmah dengan prinsip hidupnyayang tidak jelas – tanpa iman-- ia akan terombang-ambing oleh tawaran banyakorang, yang menjajakan berbagai panduan hidup berdasarkan orientasi danideologi mereka yang – sangat mungkin – akan mengarahkan dirinya pada visi yangsalah. Mungkin saaja seseorang akan berhasil dalam "karir" kehidupan duniawinya, tetapi goyah pendiriannya dan luntur kepribadiannya, dan mungkin saja "tergadaikan" pada kepentingan-kepentingan duniawinya.

Kita bisa belajar dari sejarah. Ternyata hanya orang-orang beriman dan bersikap istiqâmahlah yang dapat memikul tanggung jawab yang besar. Para Nabi --kekasih Allah --dipilih untuk melaksanakan berbagai tugas besar, dan mereka mampu melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Para shahabat yang sukses memerankan dirinya sebagai apapun dalam proses aktualisasi dirinya, ternyata mereka adalah sejumlah orang saleh yang "kokoh" imannya dan memiliki sikap istiqâmah, berpendirian teguh sesudah iman merasuk ke dalam hati-sanubarinya. Sikap istiqâmah mereka melahirkan serangkaian sikap dan tindakan serba-positif:  percaya diri dan optimistik, enerjik, kreatif, inovatif ketika melangkah menuju tujuan dan cita-cita hidupnya, Mereka telah dapat membuktikan dirnya menjadi manusia-manusia visioner, dan kisah-kisah hidupnya tertulis dalam "tinta-emas", selalu dikenang dan – tentu saja– layak diteladani.

Ketika kita kuak dalam nash (teks) al-Quran dan sirah (sejarah perjalanan hidup) mereka, kita temukan sejumlah pelajaran dari mereka, teks sejarah mereka telah mengabadikan 'ibrah (contoh pelajaran). Mereka – ternyata -- hadirhanya dengan dua panduan hidup: "iman dan sikap istiqâmah", seperti yang diisyaratkan oleh Nabi s.a.w.  kepada seorang laki-laki yang pernah memohonnasihat kepadanya. Nasihat universal dari Nabi s.a.w. untuk siapa pun, dalam konteks apa pun.

Tidakhanya Nabi kita, Nabi Muhammad s.a.w. yang mengisyaratkan artipentingnya"iman dan sikap istiqâmah. Konon, -- dahulu -- ketika Nabi Musa a.s.harus berhadapan dengan raja yang mengklaim sebagai maharaja yang paling-berkuasa, seorang diktator yang dikenal sangat zalim, Firaun -- yang sejarah kezalimannya diabadikan dalam rangkaian ayat-ayat al-Quran, berhadapan dengan tukang-tukang sihir dan kejaran bala tentara Firaun yang sangat kuat sehingga terdesak sampaidi Laut Merah, Ia – Musa a.s. – hanya memerlukan dua senjata: iman dan sikap istiqâmah,yang mampu melahirkan "optimisme". Dan dengan sikap "tawakal",sebagai implikasi dari iman dan sikap  istiqâmahnya,akhirnya ia pun memenangkan perseteruan abadinya dengan "Sang Diktator",dengan "husnul khâtimah", happy-ending,  menang-telak tanpa balas.

Apalagi ketika kita mau belajar pada sîrah (sejarah perjalanan hidup) NabiMuhammad s.a.w., tidak diragukan lagi bahwa modal dasar "iman dan sikap istiqâmahnya telah menghadirkan kesuksesan yang luar biasa. Peristiwa demi peristiwa, tantangan dan ancaman dilaluinya dengan para shahabat. Beberapa kali usaha pembunuhan terhadap dirinya, dan berapa kali usaha penyerbuan mereka untuk menghancurleburkan kaum muslimin, tidak pernah membuat gentar hati beliau dan para shahabatnya. Bahkan – konon – justeru menambah kekuatan iman dan sikapistiqâmah mereka. Karena terbukti, mereka masih bisa berucap:

. . .حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dialah sebaik-baik pelindung." (QS Âli 'Imrân, 3: 173).

Sedemikian besar perhatian Allah terhadap orang-orang yang memiliki iman dan – sekaligus -- sifat istiqâmah.

Dari merekalah diharapkan lahir segala macam bentuk kebajikan dan keutamaan, dan – tentu saja --  sekaligus merupakan harapan agar kita – umat Islam – mampu memberi konstribusi yang terbaik terhadap semuanya dalam kehidupan ini, selaras dengan misi Islam sebagai  "rahmatan lil ‘âlamin".

Semoga!

Sabtu, 26 Oktober 2013

Belajar Berbuat

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 21.07 | Label : | 0 Comments


YANG PENTING BELAJAR BERBUAT
Belajar itu laksana berselancar  menelusuri pantai, mengikuti gelombang bahkan kelaut lepas yang tak bertepi. Saya merasakan demikan selama proses belajar yang tak terbatas ini. Batasannya saya sendiri yang membuat jika menemukan halte berhenti atau jalan terus tergantung diri sendiri. Belantara karunia Allah tak terbatas siapa yang berbuat dia mendapatkan. Kalau saya punya tesis bahwa hidup ini berbuat sebagai bagian syukur atas nikmat insya Allah terhindar dari laknat. Bukan sebaliknya hidup yang penuh retorika ribuan untaian kata mungkin sulit bermakna diantara kata-kata itu adalah dusta dimaksudkan menuai harta dan tahta kemudian simpanan wanita dimana-mana. Semua itu sepertinya realita. Hidup sudah lupa untuk apa, mau kemana dan apa sesusungguhnya. Syukuri kenikmatan Allah yang tak terhingga ini dengan berbuat, melakukan sesuatu. Biarlah anjing menggonggong terus. Orang yang berbuat pasti mengahasilkan susuatu. Satu perbuatan akan mengalahkan ribuan kata-kata, apalagi jelas bahwa kata-kata itu dusta, karena ia hanya semata-mata akting agar mendapatkan simpati penonton, pemilih. Allah Swt menggambarkan ayat-ayat-Nya lebih banyak perbuatan-Nya dari firman-firman-Nya. coba banding alam semesta dengan kitab-kitab dari –Nya. Saya yakin ada yang sepakat, ada juga yang menolak. Dalam firman Allah Swt lebih banyak mengilustrasikan perbuatan dengan contoh-contoh kehidupan masa lalu. Hal ini menunjukkan bahwa berbuat merupakan esensi semuanya.
Saya ingat kuliah Dr. Tasman Hamami, bahwa kurikulum yang selama ini dilkasanakan oleh pendidikan Indonesia sehingga pendidikan menjadi bulan-bulan politik karena lemahnya implementasi, bukan lemah pada perencanaan dan evaluasi. Anis Baswedan kurang sepakat berganti-ganti kurikulum untuk menjawab problematikan pendidikan nasional. Menurutnya  yang perlu di”upgrade’ adalah guru sebagai eksekusi kurikulum di sekolah. Jadi bukan kurikulumnya, kurikulum hanya sekedar dokumen yang tidak ubahnya benda mati. Gurulah yang menentukan kualitas pendidikan. Di Jepang sangat sulit diemukan perubahan kurikulum, bahkan Malaysia masih menggunakan adopsi kurikulm tahun 1978 dengan suplemen.
Dr. Hamim Ilyas, pendidik dan pendidikan  yang menginspirasi akan memajukan pendidikan kita. Dengan kata “inspiring” semua stakeholder pendidikan menerangi lorong-lorong gelap sempit yang selama ini dirasakan oleh dunia pendidikan. Ia mencontohkan pendidikan agama selama ini sangat terkesan kering dari nilai bahkan masuk pada gang yang sempit pada sebatas fiqh dan hafalan tidak mendidik kepada subtansi pendidikan agama yaitu perubahan sikap peserta didik agar memiliki akhlak mulia. Senada dengan hal tersebut Prof. Dr. Sutrisno dengan terang-terangan mengatakan kalau guru mengajarkan Al-Quran dengan “memutilasi” ayat itu mau kemana nilai-nilai yang menghujam dalam hati peserta didik, apalagi ditambah peserta didik hanya sebatas tahu hukum bacaan mau menenamkan perubahan apa kepada peserta didik? Saya pikir refleksi menjadi sebuah keniscayaan agar proses reduksi pendidikan kepada pengajaran berhenti sampai saat ini saja.
Saya sangat tertarik apa yang disampaikan Prof. Dr. Sutrisno bagaimana memulai dari semua yang disebutkan diatas. Ibtabinafsik, mulailah dari diri sendiri. Selama ini diskusi, seminar, lokakarya, rapat dan lain-lain, dari guru, kepala sekolah, pengawas, kepala dinas dan seterusnya sudah tahu persolaannya. Tetapi yang penting (YP) bukan saya, kata mereka.  Biar orang lain yang memulainya jika berhasil, baru mengikuti. Saya memulai, artinya saya berbuat. Teori PDCA yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Sutrisno mungkin dapat menjadi refleksi. Plan (rencana) – Do(lakukan) – Check (evaluasi)  – Action (refleksi), menurut saya siklus ini yang paring rasional dan mudah dilakukan untuk mengubah proses pembelajaran yang selama ini dilakukan. Saya jadi ingat Prof. Ahimsa pada suatu seminar, ia mengatakan paradigma ilmu-ilmu sosial termasuk ilmu pendidikan, dari nilai dan asumsi sebagai fondasi sampai menemukan fakta, menganalisis pada akhirnya kesimpulan muaranya adalah rasional atau tidak.
Bagi Prof. Yunahar, tafsir maudhu’i (tematik) merupakan jawaban dari problematika umat. Semua yang beliau sampaikan muaranya juga apa yang akan dilakukan, bukan apa yang akan dikatakan. Ya, bukan? Sepakat atau tidak itu terserah masing-masing. Dr. Muqawim pernah mengilustrasikan seorang profesor pendidikan mengamati sekolah yang banyak diminati oleh masyarakat. Prof. Itu menyimpulkan bahwa sekolah ini salah dalam menjalankan pendidikan. Kesimpulan itu ia sampaikan kepada kepala sekolah. Kata Prof, sekolaha ini salah tidak sesuai dengan  teori yang saya buat. Kepala sekolah mejawab, sekolah ini maju, lulusan berkualitas dan menjadi pillihan masyarakat bukan sekolah ini yang salah, tetapi teori Prof. Yang sudah ketinggalan. Prof. Segera meninggalkan tempat itu, dengan pikiran bingung, jangan-jangan benar apa yang dikatakan kepala sekolah. Artinya teori sering ketinggalan jauh dengan perkembangan di lapangan. Perbuatan bukan?
Demikan pula, Prof. Siswanto mengutip pandangan Dr. Kuntowijoyo dan Munawir Zadali, berkaitan dengan hubungan politik dan islam. Sejarah esensinya adalah mempelajari apa yang dilakukan oleh manusia dalam perubahan tatanan kehidupan dari masa kemasa. Kuntowijoyo mengusulkan paradigma sosial profetik untuk mengubah tatanan dan pandangan hidup Islam dengan Ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai usaha membumikan Islam pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya, YP... yang penting berbuat. Tafsir-tafsir dari Quraish Sihab, tidak lain juga bagaimana nilai-nilai Al-Quran menjadi nafas kehidupan umat.
Dr. Ridwan, bahasa sebagai alat menguasai apa saja dan dimana saja. Filsafat mencari hakekat yang dapat dirasional melalui UCS (unsur, ciri dan sifat). Kalau melihat sesuatu dapat diurai dengan apa unsurnya, cirinya dan sifatnya, demikian Dr. Gunawan pada salah satu kuliahnya.
Masih banyak hal, tapi Allah tidak akan mengubah suatu kaum kecuali ia merubah dirinya. Lakukanlah meskipun perbuat kecil pasti ternilai kepada perubahan.




Yang Penting "YP"

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 01.42 | Label : | 0 Comments

Kamis, 24 Oktober 2013

Gooooooooolek

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 08.40 | Label : | 0 Comments

Rabu, 09 Oktober 2013

Khutbah Idul Adha 1434 H

By ZUKRA_SMPN3PPU | At 18.39 | Label : | 0 Comments


MULAI DARI KELUARGA UNTUK MENANTI GENERASI UNGGUL

Oleh  Sukra Immawan, S.Ag disampaikan pada khutbah Idul Adha 1434H di Lapangan Babulu Penajam Paser Utara Kalimantan Timur 15 Oktober 2013

الله‘ اَكْبَر‘ الله‘ اَكْبَر‘  الله‘ اَكْبَر‘  3 ×

الله‘ اَكْبَر‘ كَبِيْراً وَالْحَمْد‘ لِلَّهِ  حَمْدًأ كَثِيْراً   كَمَا اَمَرَ, نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَنْ قَدْ جَعَلَ الْخَلِيْلَ إِبْرَاهِيْمَ إِمَامًا لَنَا وَلِسَائِرِ الْبَشَرِ, أَشْهَد‘ اَنْ لآ اِلَهَ اِلاَّ الله‘  وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمُلْكُ الْجَبَّارُ. وَاَشْهَد‘ اَنَّ محَمَّدًا عَبْد‘ه‘ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ لِلنَّاسِ لِيُنْقِذَهُمْ مِنْ كَيْدِ الشَّيْطَانِ وَيُنْجِيْهِمْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ. أَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ الأَْطْهَارِ وَاَصْحَابِهِ الأَْخْيَارِ. اَمَّا بَعْد‘. فَيَا اَيُّهَاالنَّاس‘ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَ اَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

Hadirin dan hadirat rahimakullah
HARI ini dan selama hari-hari tasyriq,  kita kaum Muslimin di seluruh dunia menggemakan takbir, tahmid dan tahlil serta tasbih, melakukan shalat Idul Adha dan menyembelih hewan qurban. Kita kumandangkan takbir sebagai suatu pengakuan yang tulus tentang kebesaran Allah, Allah Maha Kuasa, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Pemurah, Allah Maha Pengampun.
Ya Allah, dipagi  yang mulia ini Engkau saksikan umat yang biasanya bercerai berai berpadu dengan memuji keagungan-Mu. Pagi ini, umat yang biasanya melupakan-Mu datang bersimpuh di hadapan-Mu. Pagi ini, umat yang sering mengabaikan firman-Mu, berusaha untuk kembali kepada-Mu. Pagi ini, umat yang biasanya suka gontok-gontokan merebutkan kekuasaan pasrah atas kekuasaan-Mu. Ya Allah, Rabbana, inilah hamba-hamba-Mu yang lemah, dhaif, yang  dibelenggu hawa nafsu, yang diperbudak oleh kesenangan dunia, yang bergelimang dosa berlumpur noda, berpasrah diri pada-Mu. Terserah pada Engkau, ya Allah, apakah Engkau terima pengakuan dosa dan kesalahan kami atau Engkau timpakan murka-Mu kepada kami. Ya Gafuur, ya Rahim. Wahai sang Pengampun lagi penyayang, ampuni dan sayangilah kami.

الله‘ اَكْبَر‘  الله‘ اَكْبَر‘  وَلِلَّهِ الْحَمْد‘.

Pada pagi ini kita  semua berkumpul kembali, duduk bersama-sama di atas tanah yang dingin, di halaman  Masjid Darul Ihsan ini, di lapangan terbuka yang dinaungi oleh langit yang membentang tak terhingga luasnya. Baru saja  ditempat ini kita bersama-sama menggemakan  pujaan  kebesaran  kepada  Allah swt.  sehingga  langit  di sekitar kita gemuruh dengan suara takbir, tahmid dan tahlil. Setelah itu kitapun serentak sujud, meratakan dahi di atas tanah seraya menyampaikan pengakuan keagungan Allah Swt.
Bersama-sama kita, jutaan kaum Muslimin di seluruh dunia semua melakukan hal yang sama. Saat ini kita – jutaan umat Islam – bergerak, bertakbir, bertasbih, bertahmid dan bersujud bersama-sama. Seratus enam puluh delapan ribu jamaah Haji Indonesia bersama-sama dengan jamaah haji lain dari seluruh penjuru dunia, pada saat ini sedang berada di Mina untuk melempar jumrah, memperagakan kembali “perangnya” Nabi Ibrahim as. melawan Iblis laknatullah, kejadian tersebut ribuan tahun yang silam

الله‘ اَكْبَر‘  الله‘ اَكْبَر‘  وَلِلَّهِ الْحَمْد‘.

Kaum Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.
Kemarin para jamaah haji telah menyempurnakan ibadah haji mereka dengan melaksanakan wukuf di Arafah. Jutaan kaum Muslimin berkumpul disana dengan pakaian “seragam Ihram”, yaitu kain kafan, tanpa adanya perbedaan antara si kaya dan si miskin, antara pejabat atau rakyat jelata, antara atasan dengan bawahan. Padang Arafah adalah merupakan miniatur Padang Mahsyar yaitu di mana seluruh perbuatan manusia selama hidup didunia ini dipertanggungjawabkan di hadapan Rabbul Izzati. Di tempat ini tidak ada yang dapat dibanggakan oleh seseorang kepada orang lain, sebab semuanya larut dalam kebersamaan yang total. Si kaya tidak dapat memamerkan kekayaannya, pejabat tidak dapat menunjukkan kekuasaannya, sebab status sosial sudah tidak berguna lagi.
Wukuf di Arafah adalah pengalaman batin yang sangat berharga bagi para jamaah haji. Tidak semua orang sama merasakannya, sesuai dengan kadar keimanan masing-masing dan sesuai niat yang ditanamkan sewaktu berangkat dari rumah.
Orang yang dengan penuh keimanan dan keikhlasan tanpa maksud-maksud tertentu dalam melaksanakan ibadah haji maka tentu saja ia akan mampu meraih predikat Haji Mabrur. Orang yang telah mencapai predikat haji mabrur tentu saja tidak memandang orang berdasarkan pangkatnya, tidak memandang orang karena kedudukannya, tidak memandang orang karena hartanya. Dia tidak gentar apabila berhadapan dengan penguasa zhalim sekalipun, dia tidak rendah diri apabila berhadapan dengan orang yang kaya raya. Sebaliknya, ia tidak akan menganggap remeh seorang hamba hanya karena kemiskinannya, sebab dimatanya semua manusia adalah sama dan sederajat. Ia hanya berpegang pada satu keyakinan bahwa orang yang paling mulia adalah orang yang paling takwa kepada Allah swt. 
Orang yang mampu mencapai haji yang mabrur maka sehabis berhaji pastilah akhlaknya semakin baik, sebab orang yang benar-benar melaksanakan ibadah haji tentulah ia akan selalu memperhatikan dan melaksanakan ketentuan Allah dalam berhaji :
فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوْقَ وَلاَ جِدَالَ فِى الْحَجِّ
Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantah di dalam masa mengerjakan haji” (Al- Baqarah 197)

Apabila seseorang berhaji dan mampu mencapai haji yang mabrur maka akan terlihat jelas bahwa dia tidak mau melakukan perbuatan yang rafats (perbuatan, perkataan yang mengarah kepada nafsu syahwat/seks, porno), berbuat fasik dan suka berkelahi. Maka seorang yang berhaji tetapi tetap saja berbuat dan berkata yang porno, fasik dan suka berbantah-bantahan dengan orang lain maka hajinya perlu dipertanyakan, sebab dia tidak mampu menerapkan nilai-nilai haji dalam kehidupannya sehari-hari setelah berhaji. Haji yang mabrur adalah orang yang mampu mentransfer nilai-nilai haji dalam dirinya,  mampu menjadikan nilai-nilai haji itu bagian dari kehidupannya, sehingga wajarlah dia mendapatkan imbalan :

الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ

Haji yang mabrur, tak ada yang pantas balasan baginya kecuali mendapatkan surga”.

الله‘ اَكْبَر‘  الله‘ اَكْبَر‘  وَلِلَّهِ الْحَمْد‘.
Kaum Muslimin Rahimakullah.

Bagi kita yang tidak berkesempatan untuk pergi haji tahun ini maka kita yang memiliki kemampuan diperintahkan untuk melaksanakan ibadah qurban sebagai tanda syukur atas segala nikmat rezeki yang kita terima selama ini, begitu kerasnya perintah berqurban ini sampai-sampai Rasulullah bersabda :
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا ( احمد و ابن ماجه)
Barang siapa mempunyai kemampuan tetapi ia tidak mau melaksanakan  ibadah qurban maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami”

Pelaksanaan ibadah qurban ini tidak terlepas dari sejarah yang ditorehkan oleh seorang Nabi Ibrahim yang telah diangkat Allah sebagai Khalilullah karena begitu besar ujian dan cobaan yang mampu dilewatinya. Ujian yang terberat adalah adanya perintah Allah agar menyembelih putranya Ismail, seorang anak yang sudah sekian lama ditunggu-tunggu dan diharap-harap hampir ratusan tahun, kini datang perintah Allah untuk disembelih. Betapa tergoncangnya jiwa Ibrahim ketika itu sewaktu menerima perintah Allah, sebab  tidak pernah terlintas dalam benaknya perintah Allah sedahsyat itu.
Barangkali kita yang memliki keluarga dan keluarga itu sangat kita cintai tentu saja dapat merasakan betapa tergoncangnya jiwa Ibrahim waktu itu. Anak kita yang sedang sakit demam saja betapa gelisahnya kita bahkan terkadang sampai panik memikirkannya, begitu pula dengan Ibrahim saat itu.
Ismail adalah putra belahan jiwa, sibiran tulang yang sudah sangat lama sekali diidam-idamkan, belum pupus rasa gembira bertemu  setalah lama berpisah  sekian lamanya, tiba-tiba harus berpisah pula dengan orang yang sangat dicintai itu, dan perpisahan itupun dengan cara yang tragis sekali, sehingga membuat hati Ibrahim sangat duka yang tiada tara. Begitu menerima perintah Allah itu, Ibrahim yang terkenal sebagai hamba Allah yang paling patuh, tokoh pemberontak yang paling terkenal dalam sejarah, seketika menjadi gemetar dan goyah, seakan-akan mau roboh, tokoh sejarah yang tak terkalahkan itu seakan-akan sedang mengalami kehancurannya, batinnya sangat tergoncang, namun wahyu yang turun lewat mimpi itu adalah perintah Allah yang harus dilaksanakan. Batinpun bergolak semakin menjadi-jadi. Pejuang yang tak pernah gentar menghadapi intimidasi dari musuh itu, menjadi goncang, lemah tak bertenaga, takut, gelisah, termangu-mangu dan frustrasi, ia mengalami konfleks di dalam batinnya, siapakah yang lebih dicintainya, Allah ataukah anaknya Ismail ? Ini adalah putusan yang sangat delematis sekali. Namun karena Ibrahim adalah seorang pejuang sejati, iapun menang dalam peperangan batin tersebut dan setia terhadap perjuangannya,  maka    Ibrahim memilih Allah dan bersedia untuk mengurbankan anaknya semata wayang itu hanya demi memenuhi perintah Allah.
الله‘ اَكْبَر‘  الله‘ اَكْبَر‘  وَلِلَّهِ الْحَمْد‘.
Kaum Muslimin Rahimakullah.
Dengan suara yang lirih dan dengan penuh perasaan ragu, perintah tersebut disampaikan juga kepada Ismail :
يَا بُنَيَّ إِنِّ أَرَى فِى الْمَنَامِ أَنىِّ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
“Wahai anakda, sesungguhnya aku bermimpi diperintah Allah untuk menyembelihmu, maka bagaimanakah pendapatmu?”

Dengan perasaan yang mantap ismailpun menjawab :
يَآأَبَتِ افْعَلْ ماَتُؤْمَرُ سَتَجِدُنِى~إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ
Wahai ayahanda, laksanakanlah apa yang telah diperintahkan, insya Allah ayahanda akan mendapati anakanda termasuk orang-orang yang sabar” (Ash- Shafaat : 103)

Mendengar jawaban putranya seperti itu maka barulah sadar bahwa Ibrahim dahulu pernah berdo’a agar diberikan seorang anak yang saleh (Ash Shafat :100) dan sekarang do’a tersebut telah dikabulkan oleh Allah, maka Ibrahimpun memuji dan bersyukur kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya.
Setelah kedua siap untuk melaksanakan perintah Allah, Allahpun lalu memuji Ibrahim ( Ash-Shafat 102-105) kemudian Allah berfirman :
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ ( الصفات : 107 )
“Dan Kami tebus dia dengan hewan kibasy yang besar”.

الله‘ اَكْبَر‘  الله‘ اَكْبَر‘  وَلِلَّهِ الْحَمْد‘.
Kaum Muslimin Rahimakullah.

Itulah satu drama kehidupan yang sangat luar biasa dalam sejarah kehidupan manusia yang tidak ada tandingnya, di dalamnya terungkap : Betapa rendahnya hati seorang ibu dalam berkurban, keikhlasan dari seorang anak demi kepatuhan kepada orangtuanya, serta tawakkalnya seorang ayah dalam menjunjung tinggi titah Allah. Semua itu dilakukan tanpa pamrih, tanpa mengharap balasan apapun, tanpa mengharap jabatan dan panggkat. Ibrahim seorang ayah yang sepatutnya diteladani oleh setiap ayah saat ini, bagaimanapun kecintaan kepada keluarga tidak membuat ia berbuat yang dibenci oleh Allah, tidak menghalalkan cara demi membahagiakan keluarga
Siti hajar, seorang ibu teladan sejati yang selayaknya menjadi idola oleh para ibu-ibu saat ini. Ia adalah seorang wanita yang sangat tabah dan sabar, bersedia ditinggalkan suami di padang pasir yang tandus untuk melaksanakan tugas suci, tidak tergiur dengan berbagai rayuan apapun, namun kasih sayang dan rasa tanggung jawabnya yang tulus dalam menjaga, membesarkan dan mendidik anaknya tak pernah diabaikan walaupun dia harus menanggung berbagai penderitaan, haus dan lapar. Sangat kontras sekali dengan para ibu sekarang ini yang berlomba-lomba mengejar karir setinggi-tingginya, demi gengsi terkadang harus meninggalkan kewajiban untuk mendidik anaknya sehingga tidak jarang setelah anaknya terjerumus pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, dia hesteris berteriak kenapa anak saya sampai melakukan perbuatan yang memalukan itu, setelah anaknya sudah tidak dapat ditolong lagi  barulah dia sadar, apa boleh buat nasi telah menjadi bubur.
Ismail, seorang tokoh remaja yang pantas menjadi idola para remaja sekarang. Di usia yang masih belia, ia rela menyerahkan satu-satunya nyawa yang dimilikinya demi taqwanya kepada Allah dan kepatuhannya kepada orangtua.

Yang demikian adalah satu pengorbanan yang luar biasa sekali dan tidak mungkin timbul begitu saja, tentu saja melalui pembinaan  yang  begitu matang dan terarah. Pembinaan terhadap generasi muda adalah merupakan suatu yang harus kita lakukan. Banyak saat ini generasi muda dijadikan sebagai alat demo untuk menggulingkan seseorang oleh segelinter masyarakat, organisasi pemuda hanyalah dijadikan alat kepentingan pribadi, tunggangan politik sehingga sampai kepada posisi yang terhormat. Padahal sejarah telah membuktikan bahwa perjuangan masa lalu, para pemuda yang tampil ke panggung sejarah adalah mereka yang ideal, mereka adalah para mujtahid yang telah memberikan pengorbanan jiwa dan raganya untuk membebaskan negeri ini dari cengkraman penjajah.
إِنَّ فِى يَدِ الشُّبَّانِ أَمْرَ الأُْمَّةِ وَفِى أَقْدَامِهِمْ حَيَاتُهَا
“Sesungguhnya di tangan pemudalah terletak kejayaan umat dan dalam derap langkah merekalah kelangsungannya

الله‘ اَكْبَر‘  الله‘ اَكْبَر‘  وَلِلَّهِ الْحَمْد‘.
Kaum Muslimin Rahimakullah.

Saat ini kita perlu sekali untuk menjadikan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail  sebagai teladan hidup, untuk itu perlu adanya usaha untuk mendewasakan diri sendiri. Kedewasan atau kesadaran diri dimulai dari pendidikan yang paling dekat, yaitu besarnya pengaruh pendidikan keluarga. Betapa pentingnya pendidikan agama bagi kita semua
Sejenak kami sampaikan kisah Nabi Isa sedang menasihati siswa-siswanya

Suatu hari Nabi Isa menasihati murid-muridnya untuk bersikap hati-hati terhadap harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua. Suatu hari, Nabi Isa memulai dengan nasihatnya, malaikat penjaga surga ketika berjalan mengontrol  teman surga bertemu dengan dua orang yang tengah bercanda-canda. Suasana bertambah ceria dengan datangnya malaikat yang ikut bergabung. Di tengah suasana surga itu mereka teringat anak cucunya yang masih hidup di dunia. “Hai, sahabat kami malaikat yang baik, tolonglah kami dibukakan jendela surga ini barang sejenak saja karena kami ingin sekali melihat anak cucu kami yang masih tinggal di bumi. “ begitu pinta mereka. “baiklah,” kata malaikat. “Silakan kalian berdua berdiri dekat jendela surga untuk kami bukakan sejenak.”

Demikianlah, setelah dua penghuni surga melihat dunia tidak lebih dari lima menit maka suasana ceria penuh canda tadi hilang karena salah satu dari mereka tiba-tiba menangis pilu, sementara yang lainnya tampak berseri. “Hai, kawan.” Ujar malaikat, “Coba ceritakan apa yang terjadi dengan keluargamu, aku sudah menurun permintaanmu untuk membukakan pintu surga. Mestinya engkau bergembira setelah keadaan keluarga yang kau tinggalkan. Namun, nyatanya engkau malah kelihatan  amat sedih. Apa yang kau lihat dan apa yang bisa aku bantu untuk meringankan penderitaanmu?”

Orang itu pun menuturkan kepedihannya. Katanya, ketika dia menintip ternyata keadaan anak cucunya tengah berebut warisan yang dia tinggalkan. Tidak hanya berubut, bahkan gara-gara warisan itu, saudara kandung berubah menjadi musuh. Pada hal, lanjut penghuni surga tadi, dulu dia berpikir bahwa dengan bekerja keras mengumpulkan harta warisan, dia berharap anak cucunya sampai tujuh turunan akan hidup makmur, tanpa harus bekerja keras seperti orang tua mereka. Akan tetapi, ternyata perhitungannya meleset. Kini, justru warisan itu menjadi pangkal malapetaka.

Sambil mencoba menenangkan penghuni surga yang masih menunduk pilu, malaikat berpaling kepada yang lain. “ Ha, Kawan? Apa gerangan yang kau saksikan di dunia sehingga engkau begitu tampak lebih gembira?” Dengan wajah berseri, teman tadi menjelaskan keadaan anak cucunya yang masih bahagia. Keluarganya hidup utuh dan harmonis serta dicintai masyarakat sekelilingnya. Tidak ada yang lebih membahagiakan orang tua, kecuali melihat anak cucunya hidup rukun  dan tampil menjadi pemimpin masyarakat berkat pendidikan dan keimanan yang ditanamkan oleh orang tuanya. “Rupanya pilihanku benar. Bahwa warisan terbaik itu bukan tumpukan harta, tetapi kualitas pendidikan yang baik dan nilai-nilai keagamaan, “katanya.
Kisah tersebut mengingatkan kita kepada hadis Nabi Saw
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يَنْتَفِعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kepadanya” HR. Muslim

Coba kita baca Firman Allah
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً
4:9] Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Ayat ini menunjukkan bahwa 1)kita orang tua harus memperhatikan anak-anak turun kita menjadi orang yang kuat secara ekonomi. Tidak meninggalkan anak-anak yang lemah lagi peminta-minta. 2)kita orang tua harus memperhatikan anak-anak turun kita agar menjadi orang yang bertakwa, dan 3)kita orang tua harus memperhatikan anak-anak turun kita agar menjadi orang yang berakhlak yang baik.
Pesan ayat ini sesungguhnya agar generasi kita umat Islam menjadi generasi yang unggul. Untuk menjikan generasi yang unggul perlu upaya dan usaha keras. Usaha yang dilakukan dengan pendidikan yang baik.

Generasi unggul dicontohkan oleh Ibrahim dan Hajar sebagai orang tua dan Ismail sebagai anak.  Orang tua harus mewariskan keturunannya kuat iman taqwanya, ekonominya, pendidikannya, bukan semata-mata mewariskan harta hingga tujuh turunan. Namun pada akhirnya harta itu sebagai pemicu api permusuhan dan putusnya persaudaraan.

Kaum Muslimin Rahimakullah.
Akhir-akhir ini kita kaget laksana disambar petir ketika ketua MK digelandang KPK. MK sebagai benteng terakhir orang mencari keadilan di negeri ini runtuh. Negeri ini sedang mengalami  buta moral kata Prof. Dr. Din Syamsudin ketua PP. Muhammadiyah yang perlu upaya serius. Momentum idul adha dapat dijadikan pelajaran agar kita semua melek huruf MORAL  agar bangsa terbesar umat Islamnya didunia bukan tertulis tinta korupsi yang meruntuhkan semua sendi kehidupan, sosial, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Hal ini, karena kita dihinggapi penyakit hubbudunya, serakah. Pada hal Allah telah berikan kepada kita segalanya.
فَبِأَيِّ آلَاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
[55:32] Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Sebelum saya akhiri khutbah ini marilah keluarga mukmin selalu meningkatkan mutu pendidikan keluarga mulai dari diri kita sebagai contoh bukan sebatas kata-kata dan retorika. Perbuatan akan mengalahkan ribuan kata.  Pendidikan yang menguatkan iman dan taqwa sebagai landasan kuatnya keunggulan generasi kita yang akan datang. Generasi yang tidak buta moral. Generasi yang tangguh betapapun besarnya gelombang dan ancaman.
الله‘ اَكْبَر‘  الله‘ اَكْبَر‘  وَلِلَّهِ الْحَمْد
Kaum Muslimin Rahimakullah.

Akhirnya dengan agama Allah kita dapat hidup dan dengan  keimanan yang kokoh kita akan wafat, dengan bekal yang cukup kita kembali menghadap ilahi. Mudah-mudahan kita selalu di bawah lindungan Allah Yang Maha Besar, Maha Kasih, Maha Sayang.  Kemudian marilah kita semua menadahkan kedua tangan kita, mengkonsentrasikan hati kita untuk berdo’a kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyantun.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْنِ, الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا نَاعِمِيْنَ, حَمْدًا شَاكِرِيْنَ, حَمْدًا يُوَافِى نِعَامَهُ وَيُكَافِى مَزِيْدَهُ, يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِ لِجَلاَلِ وَجْحِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ صُلْطَانِكَ, اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سّيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَإَصْحَابِهِ إَجْمَعِيْنَ
Ya Allah ya Tuhan kami, Tuhan yang Maha Kuasa, Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Oenyayang, dengan curahan kasih sayang-Mu ya Allah kami mampu berhadir di tempat ini untuk memenuhi penggilan-Mu, menunaikan shalat Idul Adha bersama-sama.
Ya Allah ya Tuhan kami, anugerahilah kami kekuatan iman, agar kami tidak mudah gamang dalam menghadapi dahsyatnya gelombang dan cobaan hidup ini.
Ya Allah ya Tuhan kami, bimbinglah perjalanan hidup kami ke jalan-Mu  yang lurus, tunjukilah kepada kami bahwa yang benar itu tanpak sebagai kebenaran dan berilah kami kemampuan untuk melaksanakannya, tunjukilah pula kepada kami bahwa yang salah itu adalah suatu kesalahan dan berilah kami kemampuan untuk menghindarinya.
Ya Allah ya Tuhan kami, kami semua yang berkumpul disini adalah hamba-hamba-Mu yang lemah, dlaif, penuh dengan dosa dan kesalahan, oleh sebab itu ya Allah berilah kami petunjuk-Mu agar kami mampu bertobat dan selalu memperbaiki diri kami.
Ya Allah ya Tuhan kami, erat dan kuatkanlah persatuan dan kesatuan diantara kami, jauhkanlah kami dari benih-benih perpecahan dan sengketa yang dapat memecah belah  dan mengadu domba kami. Hindarkanlah kami dari rasa iri dan dengki terhadap sesama, jadikanlah kami sebagai umat yang selalu mengabdi kepad nusa dan bangsa dengan penuh ketulusan.
Ya Allah ya Tuhan kami, sebentar lagi bangsa kami akan melaksakan Pemilihan Umum, satukanlah hati dan niat kami untuk memilih pemimpin kami yang taat kepada-Mu. Berilah kami hidayah agar kami tidak keliru dalam menentukan pilihan kami sehingga bangsa dan negara kami mampu berada di bawah ridla-Mu, menjadi Baldatun Thayyibatun Warabbun Gafuur.
Ya Allah ya Tuhan kami, kami sudah pernah merasakan betapa pedihnya rasa duka karena kesalahan kami ingin merebut tampuk kekuasaan, karena ego kami sehingga terjadilah kerusuhan yang menelan banyak jiwa yang tidak bersalah, oleh sebab itu ya Allah  apabila ada orang yang mengulangi hal yang sama maka biarlah mereka yang Engkau ambil sebagai korbannya, janganlah kami yang tidak tahu apa-apa ini.
Ya Allah ya Tuhan kami, kami semua bersimpuh di hadapan-Mu, di Majelis-Mu yang penuh berkah ini, inilah kami yang penuh berlumuran noda dan bergelimang dosa. Rasanya tidak pantas kami tengadahkan wajah kami, tangan kami terasa kaku, lidah kami terasa kelu, kami sadar tidak ada satu planetpun di dunia ini yang mampu menandingi besarnya dosa kami, tidak ada pasir dipantai yang mampu menandingi betapa banyaknya kesalahan kami, namun kami tetap penuh harap, memohon belas kasih dan sayang-Mu. Bila Engkau palingkan muka-Mu yang maha kasih itu, bila Engkau enggan mengampuni dosa-dosa kami, kepada siapa lagi kami yang lemah ini, yang penuh noda dan dosa ini mengadukan nasib kami.
Ya Allah ya Tuhan kami, ampunilah dosa dan kesalahan kami, dosa dan kesalahan kedua orangtua kami, dosa dan kesalahan orang yang pernah membesarkan kami, dosa dan kesalahan orang-orang yang pernah mendidik dan membimbing kami, dosa dan keslahan orang-orang yang kami cintai dan orang-orang yang mencintai kami. Ampunilah pula ya Allah dosa dan kesalahan para pemimpin kami yang selalu menegakkan mar ma’ruf nahi munkar, yang selalu menegakkan keadilan dan kebenaran di nusantara yang kami cintai ini.
Ya Allah ya Tuhan kami, Engkau Maha pengampun, Engkau Maha Bijaksana, Engkau Maha Kuasa untuk berbuat apa saja yang Engkau kehendaki,. Oleh sebab itu Ya Allah kabulkanlah doa dan pinta kami ini. Amin ya Rabbal Alamin.

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Best Patner

Copyright © 2012. ZUKRA SMPN3PPU - All Rights Reserved B-Seo Versi 3 by Blog Bamz