By ZUKRA_SMPN3PPU | At 18.29 | Label : | 0 Comments
NEON 3 WATT
Matahari menyinari bumi Hamengkubuwono
tanpa kasihan. Siapapun merasakan sengatannya. Sedikit diantara kita keluar
dari peraduan. Kehidupan harmonis penuh rasa tidak perlu ditalak tiga demi
dahaga keliling kota yang dibangun Sutawijaya. Sebuah anugrah, mungkin
keberanian dari libido kehangatan situasi penuh makna disetiap sisi kota.
Jumat, 27 September 2013 kami bertiga
menembus belantara filsafat dan ilmu pengetahuan di kota ilmu, tujuan semua
orang menggegam cita-cita masa depan,
perpustakaan, gudang buku ber-rak-rak lemari dari rak satu kode 97.95 dan
seterusnya. Teknologi membantu kita mencari buku, tinggal klik enter tampil di
monitor nama pengarang judul buku penerbit dan tahun terbit di rak 3 (kode 300)
berkaitan dengan belajar dan mengajar. Saya sebagai calon supervisi tentu rak
ini sangat fimilier bahkan hafal posisi buku dari rak paling bawah sampai yang
atas.
Tolong, sini, bantu mencari buku
Prof. Dr. S. Nasution, panggil Ilham sambil matanya tajam memandangi rak kedua
di rak 300 kepada saya. Sambil jongkok kami menyisir satu demi satu buku di rak
tersebut. Setumpuk buku keterampilan keguruan segera di angkut ke meja baca. Muhaimin
telah lama di meja itu sambil mengutip buku filsafat pendidikan Islam di kertas
kecil.
Kami sejenak sunyi senyap konsentrasi
merenungi buku yang sedang dihadapannya. Ilham sambil mengetik di laptop ecer
memasukan teori pada bahan proposal tesis. Kemudian sesekali minta pendapat
saya. Saya menanggapi dan memberikanmasukan bahan proposal itu agar lebih “nunjek”.
Diskusi ini seolah-olah pertemuan antara immanuel Kant, Thomas Aquinas dengan al Farabi yang bangkit
berkumpul di padang mahsyar, masing masing berargumen tentang konsepi dunia
apakah didekati dengan empiris atau rasional dan dimana Tuhan berada? Proposal
tentang kehidupan manusia yang telah dijalani.
Muhaimin seperti Thomas Aquanas hidup
kembali dengan menyatakan bahwa keabadian hanya terdapat pada Tuhan. Ilham
seperti immanuel Kant hidup kembali
dengan lantang konsepsi diri hakekatnya indra dan akal. Lain halnya dengan al
Farabi tetap bersikukuh dengan bahasa jiwa pancaran ilahi menyatu.
Bahan proposal tesis menjadi tema
besar hari itu, bagaimana membendah konsep dan aplikasi pendidikan
multikultural dari paradigma supervisi akademik
agar memberi warna terang dalam sistem pendidikan. Akhirnya, Ilham dapat
menyimpuldangan merumuskan tiga masalah dasar pada proposal yang segera akan
selesai, satu diantaranya bagamana pengembangan konsep dan aplikasi pendidikan
multikultural.
Sebentar, panggilan hp berkali-kali
menghentikan kehangatan diskusi. Lalu, jam menunjukkan pukul 10.30 menit. Hari ini
melanjutkan perjalanan rohani melaksanakan shalat Jumat banyak pilihan di
masjid AR Fakhrudin, masjid kantor gubernur, masjid Gede, pilihan kita shalat
jumat di kantor PP Muhammadiyah di Jl. HOS. Cokroaminoto didepan rumah sakit
kristen Panti Rapih.
Khatib mengingatkan para jamaah
dengan ganasnya virus liberalisme Islam yang digambarkan sampai kepada
masyarakat awam melalui pengajian al-Quran
tafsir ra’yu dari potongan ayat dan ayat yang lain, bahwa semua agama,
islam, kristen, hindu, budha atau apalah. Kesemuanya Allah akan memasukan ke
Syurga. Khatib dengan lantang membacakan Quran Surat Ali Imran ayat 19,
sesungguhnya agama yang di terima disisi Allah hanya agama Islam. Lalu dilanjutkan
ayat 85 siapa saja yang memilih agama selain Islam Allah tidak akan menerima
agamanya dan termasuk orang-orang yang rugi. Khatib meneguhkan argumen kepada
jamaah dengan mengutip riwayat perjuangan Bilal bin Rabah mempertahankan Islam
meskipun dijemur diterik panas padang pasir tanpa sedikitpun penghalang , Bilal
tak tergoyahkan sedikitpun tetap berpegang dengan Islam dengan mengucapakan
Allahu ahad, masya Allah, semangat. Babak baru dimulai Bilal dari seorang kaya
Abu Bakar yang membelinya dengan harga yang cukup mahal.
Bazar buku, Gramedia, banyak buku
ditawarkan di halaman toko Gramedia mulai harga 5000 sampai 200 ribu, libido
membaca Muhaimin sampai 120 watt hingga membeli sejumlah buku supervisi. Saya sendiri
membeli buku supevisi dan novel, sedang Ilham membeli buku supervisi. Kami melanjutkan
ke lantai 3 toko itu, sekitar 2 jam kami membaca buku Komarudin Hidayat yang
mengajarkan hidup dengan jenaka bahwa dalam hidup hendaknya tidak melupakan 3
H, hurries, humor dan hostle. Buku-buku
Komarudin Hidayat sarat makna dan membumi selalu menginspirasi pembacanya.
Shalat Ashar berjamaah di masjid
al-Muqarrib, imam Muhammad Faisal dari Malawai Kalimantan Barat, hidmat dan
khusu’. Faisal selain tawadlu, punya pribadi yang cerdas sesekali di kelas ia
menyampaikan gagasan dengan sistematis dan kritis seperti Montesquea yang
membelah kekuasaan menjadi 3 legislatif, eksekutif dan yudikatif saat itu
kekuasaan absolut. Ia sering menyampaikan gagasan seperti itu. Dalam keagamaan seperti Imam Malik
kadang seperti Abdullah bin Abbas paman Nabi.
Di rumah sudah ditunggu pertandingan bola
semi final antara tim Garuda dengan tim Fattahullah. Muhaimin membuatkan es teh
untuk penonton. Matahari belum mau masuk peraduan atau tenggelam di awan hitam.
Bumi Idham Samawi hampir dua bulan belum dikaruniai Mikail hujan. Suasana di
luar rumah panas, kering dan berdebu. Es teh sebagai jawaban cerdas Muhaimin
sambil nonton dan teriak goo...ol. tolooool tidak masuk. Penonoton bola itu
seperti malaikat yang tahu mau kemana arah bola. Bahkan seperti pemerhati bola
dengan kritik-kritiknya tajam menghujam pemain. Pertandingan diakhiri dengan
adi jotos, eh ... adu pinalti 7-6 untuk tim garuda. Sorak sore pendukung
garuda, tapi di Jakabaring Palembang sepertnya sepi penonoton.
Pejalanan dilanjutkan ke suatu tempat
disana terjadi akad nikah saya dengan Wati, bersama Muhaimin dan Ilham. Disana
seperti di suatu desa yang indah, karena banyak pengunjung. Meski saya akad
nikah tidak satupun tamu yang memberi selamat. Kami selalu bersama sedangkan
Wati juga dengan teman mereka. Tempat ini sepertinya tidak asing, kami bermain
bersendau gurau, bercanda dan lain-lain.
Suatu ketika saya sedang berdua dengan Wati, tiba-tiba mendengar tadarus
surat Mu’awidatain dari masjid di Taman Tirto, saya membuka mata lebar-lebar
sambil berdoa alhamdulillahiladzi ahyana ba’damaamatana wailain nusyur, ya
Allah segala puji bagi Engkau yang menghidupkan setelah mematikan dan kepada-Mu
semua kembali, duduk, berdiri
menghidupkan lampu lalu duduk minum air putih dan menuju ke kamar mandi bersiap
untuk shalat Shubuh. (shubuh, Taman Tirto, 29 September 2013)